NovelToon NovelToon
Daisy

Daisy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Kriminal dan Bidadari / Chicklit
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Inisabine

Hidup Singgih yang penuh kegelapan di masa lalu tanpa sengaja bertemu dengan Daisy yang memintanya untuk menjadi bodyguard-nya.


Daisy
Penulis: Inisabine
Copyright Oktober 2018

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inisabine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Singgih membersihkan debu yang menempel pada mobil dengan kemoceng kain. Senyum kecil tanpa sadarnya mengulas di bibir kala teringat janji maksi dengan Daisy. Hal kecil yang sejak kapan menjadi sangat menyenangkan baginya.

"Bos Rolan mau bertemu."

Singgih menoleh ke arah sumber suara. Orang suruhan Rolan, yang diancam Singgih tempo hari berdiri di sampingnya dengan air muka takut.

"Hotel Caisar. Jam delapan malam ini." Orang itu mengangsurkan kunci kartu ke Singgih.

"Apa saja yang sudah kamu laporkan saat mengawasiku?" Singgih mengambil kunci kartu tersebut.

"Nggak banyak."

"Apa aja?" satu tatap tajam dari Singgih mampu membuat orang itu nyaris ambil langkah seribu.

"Kalian tinggal... seapartemen. Lo... sebenarnya―pacarnya apa sopirnya?"

"Apa lagi?"

"Ha―hanya itu." Orang itu langsung ngacir sebelum ditanyai lebih oleh Singgih.

Dan, usai dari mengantar Daisy pulang ke apartemen, Singgih langsung menemui Rolan di Hotel Caisar. Jam delapan malam. Namun, ia tak pernah mengetahui apa yang akan terjadi pada hidupnya kemudian.

    *

Bukannya mengerjakan tugas dari Bos Dika untuk membuat ilustrasi dari novel Bunga Gunawan yang akan diterbitkan secara desain grafis, Daisy malah berselancar mencari artikel tentang buta warna.

Dari hasil pencariannya, buta warna yang diderita Singgih adalah buta warna parsial, yaitu tidak bisa melihat warna hijau dan merah. Maka kejadian tadi malam, Singgih tidak tahu gelas yang diambilnya warna apa. Karena itukah Singgih memberikan ciri dengan menuliskan huruf di bawah gelas agar tidak salah warna?

Mendadak rasa iba menelusup di hatinya. Daisy membusungkan dada, dengan wajah pongah ia berseru dalam hati, ia tak akan membiarkan penyelamatnya menderita.

"Mana ini?" Daisy menoleh ke ponsel di atas meja. "Kok dia belum nelepon-nelepon juga?"

Berharap dapat telepon dari Azka yang memberikan laporan, eh sebuah panggilan dari nomor tak dikenal berdering masuk. Mulutnya mendesis mengetahui siapa pemilik nomor itu. Nama si pemilik nomor memang sudah dihapus dari kontak telepon, tapi ia masih ingat empat digit akhir nomor itu. Malas-malasan Daisy mengangkat telepon.

"Hm?"

"Lagi apa, Dai?"

"Lagi bikin boneka voodoo."

"Bukan buat gue kan, bonekanya?" suara tawa renyah Rolan di seberang sana terdengar sangat menyebalkan di telinga Daisy.

"Bentar lagi aku kirim ke kantormu."

"Bonekanya cocok dikirim ke pacar lo." Rolan terbahak. Tawanya berhenti lalu berganti dengan suara dingin. "Lo udah tahu dia, tapi lo masih nerima dia? Lo frustrasi karena cinta lo, gue tolak?"

"GR banget sih. Aku nggak pernah suka tuh sama kamu. Kamunya aja yang ngejar-ngejar aku."

"Oke." Rolan tahu-tahu menyerah. "Karena kita pernah dekat, jadi gue kasih tahu."

Daisy menggoyang-goyangkan bibir kesal.

"Singgih, dia merebut pacar temannya sendiri."

Bibir Daisy yang bergoyang-goyang berhenti. "Maksudnya?"

"Singgih itu temanku SMA. Jadi, dikit banyaknya aku tahu. Dia pernah merebut pacar temannya sendiri."

Wajah kaget Daisy tak dapat ditutupinya. Untungnya tak ada yang melihat perubahan wajahnya ini kecuali laptop yang memantulkan bayangannya.

"Nggak usah ngarang cerita, deh."

"Dia sengaja nyari cewek kaya buat dipacari. Apa sih keahlian yang dia punya? Nggak ada. Dia hanya lulusan SMA. Perusahaan mana yang mau nerima pegawai lulusan SMA. Nggak ada. Paling-paling office boy."

Siku lengan Daisy diletakkan di atas meja, sementara tangannya yang bebas dari ponsel memijit keningnya. Entah mengapa ia begitu kesal dengan kejujuran Rolan.

"Siapa? Siapa cewek yang direbut Singgih?"

"Ops. Tenang, Dai. Tuh cewek sekarang ada di Jerman."

"Jerman?"

Pikiran Daisy langsung melayang cepat pada obrolan Singgih dan Reas di rumah Nek Ipon. Mereka juga menyebutkan nama seorang teman yang sedang dicari Singgih yang saat ini sedang berada di Jerman. Namanya―

"Namanya Ajeng. Dan, sekarang Ajeng sudah pulang ke Indonesia. Nanti malam mereka akan ketemuan."

"Tahu dari mana?"

Mau tak mau perempuan bernama Ajeng ini menggelitik rasa penasaran Daisy, bercampur kesal, juga cemburu.

"Dulunya gue cukup dekat sama Singgih. Kemarin malam aja kita ke kelab bareng. Yaa, balik nostalgia sama teman. Ngomongin cewek. Lo jangan berpikir Singgih cowok baik-baik. Itu cuma tampak luarnya aja."

Daisy coba mengabaikan, tapi ia tak bisa menutupi perasaannya yang sedang memburu marah. "Di mana mereka akan bertemu?" desaknya.

    *

Shabu-shabu di restoran langganan Daisy menjadi pilihan menu makan siang mereka. Duduk berdua; mereka tampak seperti dua sejoli yang meluangkan waktu di tengah padat jam kerja mereka.

Sambil menunggu air rebusan kaldu matang, Daisy mulai membuka obrolan.

"Tadi Rolan nelepon aku."

Kepala Singgih mengangkat.

"Kalian teman SMA, ya? Kenapa nggak bilang?"

"Dulu." Singgih memasukkan irisan daging ke panci rebusan.

"Dia bilang Mas Singgih pernah merebut pacar teman."

Gerakan tangan Singgih berhenti di udara, lalu kembali memasukkan sayuran dan bola-bola ikan ke panci rebusan.

"Dia cerita apa lagi? Dia cerita kenapa aku membunuh?" tangan Singgih yang berada di bawah meja mengepal.

Daisy tidak menjawab. Secara tidak sadar tatapannya sudah mengintimidasi Singgih.

"Siapa Ajeng?"

Selamat, Dai. Sekarang sikapmu persis seseorang yang sedang mencemburui pacarnya. Meskipun hanya pura-pura, tampaknya ia sudah gila karena menganggap Singgih adalah kekasihnya. Lebih gila lagi karena ia telah jatuh hati pada penyelamatnya. Sang bodyguard.

"Nggak ada yang menarik dari hidupku."

"Jadi, cerita Mas Singgih yang mantan napi itu lebih menarik?"

Singgih terdiam. Saat itu ia hanya ingin melarikan diri dan satu-satunya jalan dengan berkata jujur. Dengan menyembunyikan masa lalu saja kerap kali membuatnya kehilangan pekerjaan. Namun, dugaannya meleset, karena justru ia tetap dipekerjakan sebagai bodyguard.

"Lebih baik mendengar dariku langsung ketimbang dari orang lain."

"Karena kupikir saat itu Mas Singgih sedang bercanda. Mas Singgih terus menolak tawaranku. Kupikir... kupikir itu hanya alasan Mas Singgih saja."

"Aku bahkan lupa kapan terakhir kali bercanda." Singgih kemudian mengkonfirmasi sesuatu. "Tadi kamu bilang... menganggap omonganku hanya candaan. Jadi, sekarang kamu sudah tahu tentang aku, tapi kenapa masih mempekerjakanku?" tanyanya tak mengerti.

Daisy hanya diam. Pertanyaan yang tentunya sulit dijawab. Dan, jawaban yang hanya bisa dimengerti olehnya sendiri.

"Aku pikir hanya alasan," gumam Daisy. "Aku membutuhkan orang yang jujur... di dekatku," katanya kemudian.

"Tapi bukan kriminal sepertiku."

"Yang pura-pura baik tapi nusuk di belakang... ada banyak di sekitarku. Mereka nggak bisa kupercaya."

"Jangan juga memercayaiku. Mungkin aku bisa menusukmu dari belakang. Sama seperti orang-orang yang ada di sekitarmu itu."

"Aku percaya pada hatiku," tandas Daisy. "Terserah Mas Singgih bilangnya aku naif atau apa."

    *

Usai Singgih mengantar Daisy pulang ke apartemen, Singgih langsung menuju ke Hotel Caisar. Tempat janji ketemu dengan Rolan. Entah apa yang hendak dibicarakan Rolan hingga harus berbicara di hotel.

Setelah menanyakan ke resepsionis di lantai berapa kamar 401 berada, ia pun langsung menuju ke lantai empat.

Kamar dalam keadaan kosong. Tampaknya Rolan belum datang.

Singgih menjelajahi pandangnya mengamati kamar yang disewa Rolan. Jelas, bukan kamar biasa. Kamar yang nyaris mirip dengan apartemen yang ditempati Daisy. Hanya demi bicara dengannya saja harus mengeluarkan uang berlebih untuk menyewa kamar ini. Kan, mereka bisa bicara di lounge hotel ini. Atau kafe. Atau kucingan (angkringan) seperti yang sering mereka tongkrongin dulu.

"Hai. Ganteng." Tahu-tahu seorang perempuan berbusana merah pendek menyembul masuk.

"Siapa kamu?"

"Aku datang untuk menemanimu. Mau sekarang atau nanti?" perempuan itu mendekati Singgih dengan senyuman sensual.

"Mana Rolan?" Singgih mulai mencium ketidak-beresan dengan situasinya.

"Rolan? Ah, katanya setelah kita bersenang-senang, baru dia datang." Tangannya menyibak sebelah rambut panjangnya.

Aroma parfum menyerbak di hidung Singgih. Aroma menggoda yang akan mematikan kaum pria mana pun jika tidak lekas mengembalikan kesadaran mereka. Perempuan tak dikenal ini tahu-tahu menurunkan tali busananya hingga mendorong pria―yang tak kuat imam―berbuat di luar akal sehat.

Singgih mundur untuk menjauh. Tubuh Singgih langsung disambar ke dalam pelukan perempuan itu. Singgih coba mengelak, tapi perempuan itu makin liar mendekap tubuh Singgih. Makin kuat Singgih mendorong tubuh perempuan itu, justru makin erat dekapannya. Bibir perempuan itu bahkan sudah meninggalkan jejak-jejak di wajah Singgih.

"Lepaskan! Minggir!!" hardik Singgih. Matanya memancar marah mendapatkan perlakukan tak senonoh dari perempuan sinting.

Sejurus kemudian, pintu kamar kembali terbuka. Alih-alih Rolan yang masuk, melainkan Daisy yang melongo sejadi-jadinya.

"Da―Daisy... aku bisa jelaskan." Singgih mendorong tubuh perempuan itu dan sama sekali tak ada perlawanan dari perempuan itu. "Ini salah paham. Ini nggak seperti yang kamu lihat."

Singgih pun pergi mengejar Daisy.

    *

1
elica
wahhh keren bangettt🤩🤩
mampir di ceritaku juga dong kak🤩✨
elica
hai kak aku mampirrr🤩✨
Inisabine: Haii, makasih udah mampir 😚✨
total 1 replies
US
smg aksyen baku hantam /Good//Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!