Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 17
"Sudah, terimakasih untuk makanannya. Kau boleh pulang, soalnya aku harus kembali masuk. Aku harus bersiap untuk berangkat kerja."
"Apa?"
Elsye terkejut bukan main. Dia tidak menyangka bahwa dirinya akan diusir secepat itu. Padahal dia sudah sangat bersiap untuk adegan selanjutnya.
Beberapa waktu yang lalu.
Elsye bangun lebih pagi dari biasanya. Dia langsung menuju ke dapur untuk memasak. Elsye memutuskan untuk terus maju meskipun waktu itu Aiden sudah mengusirnya dari rumah.
"Aku tidak akan menyerah, meski itu berarti bahwa aku harus menggunakan cara terakhirku."
Elsye menaikkan satu sudut bibirnya. Apa yang jadi tujuannya haruslah tercapai. Dia tidak ingin gagal dan Aiden, ia bertekad untuk mendapatkannya meski bagaimanapun caranya.
Dan, ini adalah cara yang akan ia gunakan. Elsye sangat yakin 100% bahwa kali ini dia akan bisa membuat Aiden memeluknya. Bukan hanya sekedar memeluk tapi juga akan berakhir dengan bertukar peluh.
"Ughh baru membayangkan saja rasanya sangat luar biasa. Aku jadi tidak sabar."
Dengan penuh semangat Elsye membuat makanan yang akan ia bawa ke rumah Aiden pagi ini. Ia tersenyum lebar ketika selesai membuatnya. Lalu, ia mengambil sesuatu yang sudah dari tadi ia siapkan dan menaburkannya di semua makanan yang akan ia bawa untuk Aiden.
"Sempurna."
Elsye kembali masuk ke kamar untuk mengganti baju. Lalu dengan sangat percaya diri dia berjalan menuju ke rumah Aiden.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Bak sebuah keberuntungan, Elsye merasa jalannya dipermudah karena Aiden duduk di teras rumah. Bukan hanya itu, ia semakin senang ketika Aiden tanpa ragu menerima makanannya.
Elsye pun menyiapkan kemera ponselnya untuk merekam apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dugh dudg dugh
Dada Elsye berdebar sangat hebat, wajahnya pun memerah karena menanti itu. Tapi ternyata apa yang dia harapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Dirinya diusir lagi setelah Aiden menghabiskan semua makanan yang dia bawa.
Kembali ke saat ini
"Apa? Kamu menyuruhku pulang setelah menghabiskan makanan ini? Apa kamu tidak ingin melakukan sesuatu, Aiden?"
"Ya? Maksud mu melakukan apa?"
Elsye mengusap wajahnya kasar. Dia sungguh tidak habis pikir mengapa Aiden tidak bereaksi terhadap obat perangsang yang dia taburkan di makanan tadi.
"Apa obatnya sudah lewat masa nya, kenapa tidak ada efeknya?" gumam Elsye lirih. Tapi apa yang digumamkan oleh Elsye itu masih bisa didengar jelas oleh Aiden.
Aiden hanya tersenyum tipis. Dia bukan orang yang bodoh yang tidak tahu rasa berbeda dari makanan yang masuk ke mulutnya.
Campuran obat sedikit saja dia akan tahu apalagi ini lumayan banyak. Akan tetapi, seperti yang pernah dia katakan sebelumnya bahwa dia tidak akan beraksi dengan obat perangsang apapun selain buatannya sendiri.
"Aku harus masuk, kau pulang lah. Sekali lagi terimakasih untuk makanannya."
Blaak
Aiden benar-benar masuk ke rumah meninggalkan Elsye yang masih kebingungan. Dia sungguh tidak mengerti mengapa Aiden sama sekali tidak memiliki reaksi apapun terhadap obat yang dia berikan.
Tentu saja Elsye merasa aneh dan bertanya-tanya mengapa demikian. Pasalnya, obat itu beraksi kepada pria lain sebelumnya.
"Tak tahu lah. Huh, kenapa pria satu ini sangat sulit untuk ditaklukan? Tapi rasanya menyenangkan. Aku malah semakin penasaran."
Bukannya menyerah tapi Elsye malah semakin bersemangat. Agaknya wanita tersebut memang sedikit miring otaknya. Sudah jelas dirinya ditolak secara terang-terangan namun masih saja tidak menyerah untuk berusaha.
Di dalam rumah, Aiden tertawa terbahak-bahak. Dia merasa sangat geli dengan ulah para wanita yang berusaha untuk dekat dengannya.
"Haaah, tidak akan bisa dan tidak akan pernah bisa. Aku tidak pernah sembarangan memberikan juniorku masuk ke sembarangan lobang. Enak saja, aku bukan tipe laki-laki yang seperti itu. Dan semua itu bukan karena aku mengalami kondisi tidka normal ini. Aku memang mendapat julukan gila kerja atau profesor yang gila. Tapi aku tidak gila terhadap hubungan pria dan wanita."
Aiden masuk ke dalam kamarnya dan segera bersiap. Hari ini adalah hari dimana dia mulai bekerja. Maka dari itu Aiden menjadi sedikit bersemangat karena ia akan menjalani kesibukan. Setidaknya, ia tak harus memikirkan hal-hal yang dianggapnya tidak penting.
Tring
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Aiden melihatnya selintas, dan ternyata itu adalah pesan dari Hendrik.
Aiden enggan membukanya karena dia yakin Hendrik akan membahas hal yang sama tentang apa yang kemarin dibahas.
Tak lama setelah dia selesai bersiap, tukang yang bekerja di rumahnya pun datang. Aiden sudah percaya dengan mereka, karena mereka adalah orang yang direkomendasikan oleh Hendrik sehingga Aiden meninggalkan rumah dengan tenang dan malah menitipkan rumah pada mereka.
Fuuuuh
"Ayo kita mulai bekerja lagi."
Aiden nampak bersemangat, bukan karena pekerjaan sebenarnya tetapi karena ia akan kembali menjadi sibuk.
Itu adalah rutinitas hidup yang mana membuatnya bisa tetap hidup.
Entahlah bagaimana manusia satu itu berpikir. Tapi yang pasti dia memang seperti itu.
Tring
Lagi-lagi ponselnya berbunyi. Aiden tetap enggan untuk membuka nya karena itulagi dan lagi adalah pesan dari Hendrik.
"Ini orang kenapa sih begini?"ucapnya kesal. Dia kesal karena Hendrik seolah seperti menerornya.
Padahal Hendrik baru dua kali mengiriminya pesan. Tapi Aiden seolah sudah seperti dikirimi pesan selama berkali-kali
Tring
"Arghhhh Hendrik sialan!"pekik Aiden.
"Ada apa, Meneer?"
"Tidak ada apa-apa. Maaf aku hanya sedang kesal kepada sepupu ku."
Saat ini Aiden tengah berada di sebuah taksi yang menuju ke kampus. Dan saat berteriak tadi, dia tidak sadar bahwa dirinya ada bersama orang lain.
"Hah, awas saja kau Hendrik jika apa yang kau kirimkan kepadaku hanya sesuatu yang tidak jelas."
Degh!
Aiden membulatkan matanya melihat semua pesan yang Hendrik kirimkan. Hanya pesan pertama yang berisi kata-kata, selebihnya itu adalah foto. Bukan hanya satu foto tapi beberapa.
"Gry,"ucapnya lirih. Aiden tertegun saat melihat foto Gryas. Wanita yang sudah 4 tahun tidak dilihatnya itu ternyata tidak berubah. Dia tetap cantik hanya saja wajahnya terlihat sangat lelah dan matanya menjadi sangat sayu.
Lalu yang tak kalah membuat dada Aiden berdegup kencang adalah foto anak kecil yang terbaring lemah di atas brankar.
Meskipun belum pernah melihatnya, Aiden merasa sangat familiar.
"Anak itu, anak itu sama dengan anak yang ada di mimpi ku? bagaimana bisa?"
Meskipun di dalam mimpi Aiden tidak bisa melihat wajah anak tersebut, tapi ketika melihat wajah Arlo melalui foto yang Hendrik kirimkan, seolah mereka adalah anak yang sama.
"Kenapa, kenapa dadaku rasanya sakit begini. Kenapa rasanya aku ... oh apa ini? Air mata? Kenapa ada air mata di sini?"
Aiden tidak tahu mengapa dia bereaksi demikian saat melihat foto-foto Arlo. Pipinya seketika basah saat memperbesar gambar anak tersebut.
"Arlo ... Arlo Ryan Vries."
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin