Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kai dan Saka. 1
Aku memutuskan untuk mandi, menguyur tubuhku dengan air hangat agar rasa sedih ikut hanyut terbawa air, memikirkan setiap ucapan yang keluar dari bibir Dewa.
Oke Nadira....Ambil yang positifnya saja, tarik nafas, buang nafas, Ambil positifnya saja.
Sambil mengucapkan matra berusaha menghapus rasa jengkel dan kesal didalam hati ku.
......................
Dewa membuka pintu kamar, terdengar suara gemericik dari kamar mandi, Nadira sedang berada disana. Tanpa pikir panjang Dewa membuka lemari dan mengeluarkan selimut putih.
ia tidak berniat lama namun, saat hendak melangkah keluar, terdengar suara notifikasi dari ponsel Nadira yang tiba tiba menyala diatas kasur. Ia menoleh.
sebuah pesan masuk.
Hans (Psikologi : konseling)
[Hai Nadira, Bagaimana kabar mu?]
[Aku harap kamu baik baik saja, aku hanya memastikan]
Dia menatap layar itu. Alisnya bergerak alus, bibirnya mengatup.
Dia tidak mengatakan apa apa. Tak marah, tapi matanya menyipit sedikit.
Lalu setelah beberapa saat, Dewa bediri di balkon, menghidupkan rokok dan mencari sebuah nomor di ponselnya. Dia menekan nomor itu lalu menunggu beberapa detik hingga orang yang disebrang sana menjawab telponnya.
Dewa:
"Kai, bisakah kau membantuku mencari seseorang bernama Hans."*
Kai:
"Hans? Siapa itu? Kenapa? Namanya seperti seorang dokter kulit."
Dewa:
"Dia seorang psikolog, Nadira sering bertemu dengannya, Bawa Saka bersamamu."
Kai:
"Kau meminta kami menginterogasi Psikolog dari istrimu? Kau sinting Dewa."
Dewa:
"Lakukan saja."
Kai:
"Kau sedang cemburu?"
Dewa:
"Tidak. Aku hanya ingin tau siapa yang begitu berani mengusik istriku."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Panggilan telepon itu diakhiri, Kai menatap layar handphonenya yang menyala.
"Kenapa?" Tanya saka yang duduk di sebelahnya.
"Dewa ingin kita mencari tau tentang Hans." Jawab Kai yang terus menunggu pesan dari Dewa, berharap ada sedikit informasi tambahan untuk memudahkan mereka mencari seseorang bernama Hans.
"Lelaki sinting itu meminta kita mencari seseorang tapi tidak memberikan sedikitpun informasi selain profesi nya sebagai psikolog." Kai menutup handphonenya.
"Ada banyak Hans di kota ini, Yang mana satu Psikolog, Bagaimana kita tau, Bahkan langganan tempatku membeli pulsa bernama Hans," Jawab Saka.
"Berarti bukan dia! Hans yang dimaksud ini psikolog bukan Hans tukang jual pulsa." Kai menggelengkan kepalanya dan mengacak acak rambutnya—frustrasi.
"Dan satu lagi..."Kai menambahkan, "zaman sudah modern, orang orang tidak lagi membeli pulsa di warung Saka, Ada teknologi bernama handphone, kau beli saja di sana."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, sebuah mobil hitam berhenti didepan klinik konseling pernikahan, dua orang pria sedang bernegosiasi didalam.
"Kau yakin ini alamatnya?" Tanya Kai melihat sebuah tulisan besar "Konseling pernikahan"
"Yah masuk saja dulu, lalu kita tanya Hans yang ini menjual pulsa atau seorang psikolog." Saka keluar dari mobil, meninggalkan Kai didalam sana. Kemudian dia membaca huruf yang cukup kecil di bawah tulisan Konseling pernikahan,ada sebuah nama "Hans Renaldi, M.Psi., Psikologi" dari sinilah Saka yakin ini orangnya.
Mereka mandapatkan alamat Hans karena Saka menelpon ibunya, Kedua orang tuanya sempat berkonsultasi ke beberapa konseling pernikahan, Ternyata yang benar saja, salah satu diantara konseling itu bernama Hans.
Saka dan Kai masuk ke dalam ruangan, Terlihat damai, dengan beberapa rak buku di sudut, Meja kecil dan sofa berwarna sage, terasa sangat damai disini.
"Ada yang bisa kami bantu pak?" Tanya seorang resepsionis.
"Yah kami ingin bertemu dengan Hans." Ucap Saka dengan nada gagah berani.
"Baiklah silahkan isi formulir pendaftaran dulu ya pak, Nama pasangan dan keluhan utama." Resepsionis itu menyerahkan selembar kertas dan pena.
Saka mengambil formulir itu dengan sigap ia mengisikan nama mereka berdua ke dalam sana, Kai melirik Saka.
"Apa apaan ini, Kenapa kau menuliskan kita pasangan?" Bisik Kai sedikit menarik jaket hitam Saka.
Saka menghela nafas, menoleh ke arah Kai yang berusaha sok Cool didepan resepsionis.
"Kau baca sendiri kan, ini konseling pernikahan, Masak kita bilang mau menyelidiki istri orang disini." Kesalnya.
"Kan bisa saja kau bilang ingin bertemu Hans untuk membicarakan bisnis atau apalah itu...lagian kita mau curhat apa disana," Balas Kai yang tiba tiba melontarkan senyuman canggung saat resepsionis menatap mereka dengan tatapan curiga.
"Bilang saja, aku tidak pernah mau diajak makan malam, lalu kau selalu tidur di sofa."
Tidak lama setelah mendaftar, nama mereka dipanggil untuk masuk ke ruangan praktik, saat membuka pintu mereka melihat Pria muda, beribawa, senyumnya ramah, tapi Kai langsung sinis.
"Jadi ini yang namanya Hans?" bisik Kai kepada saka.
"Iya, Tidak seperti saingan sih, Tapi sepertinya Nadira suka yang berpendidikan." Jawab Saka memperhatikan Hans.
Kai menyikut pergelangan lengan Saka dan berkata dengan nada ditekankan."Maksudmu? Dewa tidak berpendidikan!?" Tanya nya.
"Aku tidak bilang Nadira tidak menyukai Dewa, Itu hanya asumsi mu Kai..."
Tidak lama Hans mengeluarkan sebuah buku catatan, memepersilahkan Saka dan Kai duduk di hadapan nya.
"Baiklah Saka...dan....Kai," Hans batuk pelan, menahan diri agar tetap profesional.
"Disini dituliskan bahwa Saka tidak pernah mau diajak makan malam, Lalu Kai selalu tidur di sofa..." Hans menatap mereka berdua untuk memastikan, tanpa ragu ragu, secara serentak mereka langsung mengangguk dan menyetujui itu.
"Baik, ini sepertinya menyangkut masalah komunikasi dan keintiman dalam sebuah hubungan,"Ucap Hans-
.hans bayar laki2 tmn SMA itu