Aruna Mayswara terpaksa menerima pernikahan yang digelar dengan Jakson Mahendra-mantan kakak iparnya sendiri, lelaki yang sempat mengeyam status duda beranak satu itu bukan tandingan Aruna. Demi sang keponakan tercinta, Aruna harus menelan pahitnya berumah tangga dengan pria yang dijuluki diam-diam sebagai 'Pilot Galak' oleh Aruna dibelakang Kinanti-almarhumah kakak perempuannya. Lantas rumah tangga yang tidak dilandasi cinta, serta pertengkaran yang terus menerus. Bisakah bertahan, dan bagaimana mahligai rumah tangga itu akan berjalan jika hanya bertiangkan pengorbanan semata.
***
"Nyentuh kamu? Oh, yang bener aja. Aku nggak sudi seujung kuku pun. Kalo bukan karena Mentari, aku nggak mungkin harus kayak gini," tegas Jakson menatap tajam Aruna.
"Ya, udah bagus kayak gitu dong. Sekarang tulis surat kontrak nikah, tulis juga di sana perjanjian Mas Jakson nggak akan nyentuh tubuhku," ujar Aruna menggebu-gebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17. TERLANJUR KACAU
Senyum Mentari melebar, kedua matanya berbinar-binar. Aruna terlihat terhibur dengan ekspresi bahagia Mentari, kepala Mentari menengadah menatap Aruna. Elusan lembut di puncak kepala Mentari, menghantarkan kenyamanan.
"Gimana kamarnya? Cantik nggak?" tanya Aruna lembut, tangannya berhenti mengusap kepala Mentari.
Kepala Mentari mengangguk, "Cantik sekali, ini kamar punya siapa Tante?"
Aruna pura-pura berpikir, jari telunjuknya terlihat mengetuk-ngetuk bibir ranumnya.
"Hm..., kamar siapa ya," gumam Aruna, "tentu aja kamar buat princes cantiknya Tante, dong."
Pupil mata Mentari melebar, ekspresi bahagia terpancar jelas di kedua matanya. Meskipun kamar di rumah minimalis yang dibeli oleh almarhumah kakaknya tidak sebesar dan seluas kamar sang keponakan di rumah Jakson—suaminya, setidaknya Aruna mendesain semuanya sesuai selera Mentari. Beberapa perabotan berukuran kecil, warna kuning cerah dipadupadankan dengan putih tulang, di dinding kamar terlihat beberapa karakter film kartun kesukaan Mentari. Serta bagian atas dihiasi dengan awan-awan kecil bercahaya, Aruna tersenyum puas melihat hasil dekorasi kamar.
"Boleh Mentari masuk, Tante?" tanya Mentari meminta persetujuan sang tante.
Kepala Aruna mengangguk, "Tentu aja boleh, dong. Inikan bakalan jadi kamarnya Mentari nantinya."
Mentari langsung berlarian, menyentuh dinding yang dilukis, bergerak lagi menuju rak buku dongeng, kaki kecilnya kembali melangkahkan menuju lemari baju yang setinggi tubuhnya, meja belajar yang bisa dilipat, Mentari melangkah terakhir ke arah kasur.
Aruna ikut melangkah mendekati Mentari, smartphone Aruna beberapa kali bergetar. Sayangnya Aruna mengabaikan telepon serta pesan yang masuk, ia fokos pada Mentari.
"Tante! Apakah kita akan tinggal di sini?" tanya Mentari, menoleh ke samping.
"Iya, nanti kita bakalan tinggal di sini."
"Papa dan Mama juga?" tanya Mentari kembali antusias.
Aruna membeku, tidak langsung menjawab. Kinanti tidak akan pernah bisa bersama mereka, sementara Jakson-ayahnya Mentari juga sama. Aruna tidak memiliki keinginan untuk bersama Jakson, meskipun mereka telah tidur bersama. Aruna paham betul apa yang diinginkan pria itu, dia menginginkan hidup bersama Elena. Aruna tidak akan mencegah Jakson menikahi Elena, akan tetapi Aruna tidak akan membiarkan Jakson membawa Mentari hidup bersama.
"Tante." Mentari menyentuh punggung telapak tangan Aruna, wanita dewasa itu mendadak melamun.
"Hah? Oh, maafin Tante," sahut Aruna terkejut, "Mentari lapar nggak? Tante lapar nih. Kita pesan makan dulu, eh nggak deh. Kita ke kafe terdekat aja buat makan, Mentari mau makan apa hari ini?"
Aruna berusaha mengalihkan pembicaraan dan pertanyaan yang tidak bisa dijawab, Mentari yang polos terlihat teralihkan. Anak perempuan imut itu terlihat berpikir, dahi putihnya berkerut lucu. Membuat Aruna gemas sekali, perasaan sayang yang mengakar di hati Aruna. Membuat ia bisa melakukan apa saja dan melalui apapun hanya untuk kebahagiaan Mentari, sama seperti sang kakak yang mencintainya.
Aruna akan memperlakukan Mentari seperti putrinya sendiri, bukan keponakan. Senyum di bibir Aruna semakin lebar, saat Mentari memeluknya dengan mata berkedip-kedip lucu.
"Pizza," jawab Mentari, "boleh 'kan, Tante."
Aruna mengangguk, membuat jeritan bahagia ke luar dari bibir Mentari. Keduanya bangkit perlahan dari posisi duduk, melangkah menuju pintu ke luar. Tangan Aruna menggenggam erat tangan Mentari, melangkah bersisian menuju pintu ke luar.
...***...
"Kamu yakin?" tanyanya menatap khawatir ke arah Jakson-sahabatnya.
Jakson tidak langsung menyahut, ia sungguh tidak paham bagaimana ia harus bertindak saat ini. Jakson merasa kesempatan yang sudah sangat lama ia inginkan ada di depan mata, akan tetapi bagaimana dengan perempuan yang terlanjur ia nikahi.
"..., aku tidak begitu yakin," sahut Jakson pada akhirnya menjawab.
Viki berdecak, "Makanya kalo orang bicara, kasih pendapat itu dengarin. Sekarang udah kacau kayak gini kamu baru nanyain pendapatku. Kemarin-kemarin aku ngomong jelas banget sama kamu, loh. Kamu lupa kamu jawab apa? Kamu bilang nggak ada jalan lain. Sekarang udah ketemu jalan buntu kamu balik ke belakang, aku juga yang pusing."
Viki tidak tahu kenapa sahabatnya ini selalu saja gegabah dalam mengambil keputusan, entah itu keputusan menikahi Kinanti di masa lalu. Viki sudah meminta Jakson berpikir matang-matang, menikah dengan Kinanti di bawah bayang-bayang Elena. Tidak bisa melepaskan perempuan yang dicintai, Jakson malah menikahi perempuan yang memiliki kepribadian yang mirip dengan Elena.
Viki awalnya berpikir pernikahan itu akan kandas cepat atau lambat, siapa yang menyangka jika Kinanti meninggal dunia sebelum pernikahan mereka kandas. Lalu mendadak Jakson menikahi adiknya Kinanti, hanya agar Mentari bisa dibesarkan dengan baik. Sekarang, semuanya menjadi runyam hanya karena kembalinya Elena.
"Aku nggak tau, kalo Elena akan bercerai," kata Jakson mendesah lelah.
Viki melotot, "Lalu kalo dia bercerai kamu mau nikahin dia, gitu?"
"Maunya begitu," balas Jakson nyaris berbisik.
Viki mengerang frustrasi, apakah pernikahan semudah itu di mata Jakson. Menyeret orang lain masuk ke dalam kehidupannya, lalu bercerai saat tidak lagi dibutuhkan. Viki tidak habis pikir sebenarnya apa yang ada di otak Jakson, Viki sebagai seorang sahabat saja tidak mampu menerka-nerka bagaimana otak sahabat yang sialnya berwajah tampan ini pikirkan.
"Kamu lebih baik ke RSJ, Jak! Kamu nggak waras," cibir Viki pada akhirnya.
Jakson berdecak kesal mendengarnya, "Aku tau, aku yang salah. Tapi, saat seperti ini aku tidak mungkin menceraikan Aruna. Bukan karena aku udah ada rasa sama dia, hanya saja...."
Sebelah sisi alis mata Viki ditarik tinggi ke atas, tidak paham dengan apa yang sedang terjadi. Ingin menikahi Elena tetapi tidak bisa menceraikan Aruna, bukan karena sudah ada rasa pada wanita itu lantas ada apanya.
"So? Karena apa?"
"..., aku udah menidurinya," jawab Jakson meragu.
Sontak saja Viki memaki, mengabsen seluruh isi kebun binatang. Viki tahu jika kaumnya terkadang seperti binatang, sulit dikendalikan saat bernafsu. Hanya saja, Viki mendadak kehabisan kosa kata saat mendengar jawaban sahabat sialannya itu.
...***...
Dua ketukan di pintu kamar mengalihkan fokus Aruna, kotak berukuran sedang itu dimasukan kembali ke dalam laci meja. Aruna melangkah menuju pintu ke luar, dibukanya pintu kamar perlahan. Wajah Jakson-suaminya membuat Aruna mendadak muak, dilipatnya kedua tangan di bawah dada, kepala Aruna mendongak.
"Bisa bicara sebentar?" tanya Jakson serak.
Dahi Aruna berlipat, "Pentingkah?"
Kepala Jakson mengangguk sekilas, pembicaraannya dengan Viki tadi sore membuat Jakson mau tak mau langsung berbicara dengan Aruna.
"Ya, penting," jawab Jakson tegas.
Aruna mendesah berat, ia menurunkan kedua tangan yang dilipat. Melangkah ke luar dari dalam kamar, tak lupa menutup pintu kamar. Jakson lebih dahulu melangkah menuju ruang keluarga, duduk di sofa lebih dahulu. Aruna duduk perlahan di kursi, menghadap ke arah Jakson.
"Mas mau ngomongin apa?" tanya Aruna langsung tanpa niatan berbasa-basi.
Jakson menghela napas kasar melalui mulut, sebisa mungkin untuk berbicara dengan jelas.
"Maaf..." Jakson menunduk, apakah benar hanya kata-kata itu yang ingin Jakson keluarkan.
Aruna terkesiap mendengar permintaan maaf ke luar dari bibir Jakson, pria keras kepala dan egois ini meminta maaf. Mendadak suasana di antara Jakson dan Aruna terasa aneh, Aruna tidak mengatakan apapun hanya diam.
Bersambung...