NovelToon NovelToon
Sang Pewaris Tersembunyi

Sang Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Identitas Tersembunyi / Elf
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Momoy Dandelion

Dalam bayang-bayang dendam, kebenaran menanti untuk diungkap.
Acalopsia—negeri para elf yang dulu damai—kini gemetar di ambang kehancuran. Serangan kaum orc tak hanya membakar ladang, tapi juga merobek sejarah, menghapus jejak-jejak darah kerajaan yang sah.
Revalant, satu-satunya keturunan Raja R’hu yang selamat dari pembantaian, tumbuh dalam penyamaran sebagai Sion—penjaga sunyi di perkebunan anggur Tallava. Ia menyembunyikan identitasnya, menunggu waktu, menahan dendam.
Hingga suatu hari, ia bertemu Pangeran Nieville—simbol harapan baru bagi Acalopsia. Melihat mahkota yang seharusnya menjadi miliknya, bara dendam Revalant menyala. Untuk merebut kembali tahta dan membuktikan kebenaran masa lalu, ia membutuhkan lebih dari sekadar nama. Ia membutuhkan kekuatan.
Dilatih oleh Krov, mantan prajurit istana, dan didorong tekad yang membara, Revalant menempuh jalan sunyi di bawah air terjun Lyinn—dan membangunkan Apalla, naga bersayap yang lama tertidur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: Doa dan Harapan Homuran

Kabut pagi masih menggantung lembut di sekitar Nevaria, lembah suci yang menjadi tempat peristirahatan terakhir para raja dan ratu elf. Pilar-pilar kristal yang menjulang di antara semak bunga biru tua memantulkan cahaya lembut, seolah menyimpan bisikan doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan.

Di tengah lingkaran altar, Pendeta Xiberius berdiri sendirian. Jubah putih panjangnya melambai pelan, dan kedua tangannya terangkat ke langit. Bibirnya bergerak dalam alunan bahasa kuno.

"Ilimi sazta, yehefe mourui tefhalu su’i..."

"Wahai jiwa-jiwa elf suci, berkahilah mereka menjadi penerus kami..."

Suara Xiberius terdengar bening dan dalam, seolah menyatu dengan udara. Meresap ke dalam dedaunan, dan menyentuh tanah tempat arwah para leluhur bersemayam. Tak ada suara lain. Bahkan burung pun seakan menahan nyanyiannya.

Dari kejauhan, Homuran mendekat perlahan, jubah kebesarannya terseret di jalanan batu halus yang basah oleh embun. Wajahnya tegang, matanya penuh beban yang sudah terlalu lama dipendam. Ia menunggu dengan sabar di bawah pohon suci, hingga akhirnya Xiberius menurunkan tangannya dan menghela napas dalam.

Pendeta tua itu menoleh, menatap Homuran dengan mata jernih.

“Apa yang membawamu kemari sepagi ini?” tanya Xiberius dengan suara tenang.

Homuran menunduk hormat. “Aku tidak datang sebagai bangsawan... tapi sebagai seorang ayah.”

Xiberius mengangguk pelan. “Lanjutkan.”

Homuran menatap pilar-pilar kristal yang berkilau. “Aku... khawatir. Tentang Zenithia. Masa depannya… posisinya di samping Pangeran Nieville.”

Wajah Xiberius tidak berubah. Ia hanya memiringkan kepalanya sedikit.

“Dia telah tumbuh dengan baik. Lembut. Cerdas. Anggun. Aku … telah berjuang keras membimbingnya. Tapi belakangan….” Homuran menarik napas dalam. “Aku takut segalanya tak berjalan sesuai rencana.”

“Rencana... siapa?” tanya Xiberius dengan suara yang amat pelan.

Homuran terdiam. Untuk sesaat, hanya suara lonceng angin suci yang berayun perlahan.

“Xiberius sahabatku, aku mohon... Bantu dia. Restui dia. Bantu dia menjadi ratu.”

Xiberius memejamkan mata sejenak, lalu membuka perlahan. “Aku hanya jembatan doa, Homuran. Bukan penentu takdir. Apa yang kubaca, kuterjemah, atau kupanjatkan… semua itu berasal dari Lumelith, bukan dari kehendakku.”

“Tapi kau bisa mengarahkan dukungan... membantu agar para tetua melihat Zenithia sebagaimana adanya…,” bujuk Homuran.

“Dan jika Lumelith tidak merestuinya?” potong Xiberius halus, namun jelas.

Homuran tercekat. Wajahnya mengeras. “Zenithia… layak menjadi ratu. Tak ada wanita lain yang lebih pantas.”

Xiberius menatapnya lebih dalam, kali ini dengan nada yang sedikit berbeda. “Homuran… berhati-hatilah. Aku tahu apa yang kau lakukan demi putrimu. Aku tahu pengorbananmu. Tapi terlalu mencintai ambisi bisa menggelapkan hati.”

Ia melangkah pelan mendekati altar kristal, lalu menoleh setengah.

“Cahaya Lumelith tak akan tinggal dalam hati yang menginginkan tahta lebih dari kebaikan. Dan jika kegelapan menyusup... maka hanya tinggal satu langkah sebelum orc mendengar panggilannya.”

Homuran menunduk dalam. Ia tidak membalas.

“Serahkan Zenithia pada kehendak langit. Jika ia memang pantas, Nevaria akan menjawab. Dan Lumelith akan memberkati jalannya,” kata Xiberius.

Sesaat kemudian, pendeta itu kembali menengadah ke langit. Jemarinya membentuk lingkar doa di dada… dan bisikan bahasa suci kembali mengalir.

Homuran perlahan mundur, meninggalkan pelataran. Namun hatinya tak menjadi lebih tenang. Ia sadar, langit hanya mengabulkan yang benar-benar bersih.

Bertahun-tahun yang lalu, Homuran duduk bersila di hadapan Mata Air Zahuire Nemuire. Mata air suci itu tersembunyi di antara tebing berlumut, terlindung oleh pohon-pohon tua yang tak pernah berguguran. Airnya biru jernih, bahkan kabut pun seolah takut menyentuh permukaannya.

Di sinilah para leluhur dahulu menenangkan jiwa mereka. Di sinilah para pendeta mendengar bisikan langit. Dan di sinilah Homuran memilih menetap dalam keheningan.

Ia menanggalkan segala hiasan kebangsawanannya. Ia hidup dari akar hutan dan tetesan embun. Siang dan malam ia berdoa, merapal mantra dalam bahasa Moshu’:

“Ilimi sazta, quinu terilva il’fae Zenithia...”

“Wahai cahaya langit, tuntunlah anakku Zenithia...”

Setiap pagi ia duduk membelakangi matahari, dan setiap malam ia berbaring di atas batu dingin tanpa alas. Rambutnya memanjang, kulitnya mengering. Dalam pikirannya hanya satu: Zenithia.

Putri kecilnya lahir dengan cahaya di mata dan suara seindah angin pagi. Ia tidak hanya cantik… tapi juga berhati lembut. Sejak kecil, Zenithia tidak pernah membentak. Ia memeluk pelayan yang bersalah, memungut kelinci yang terluka, dan menangis jika melihat bunga terinjak.

Homuran bersyukur, tapi di balik rasa syukurnya, ada ketakutan.

"Anak seperti itu... harus memiliki tempat termulia," pikirnya. "Jika tidak, dunia akan menghancurkannya."

Maka dari itu, ia memohon. Bersemedi. Meminta pada Lumelith. Ia tak ingin putrinya sekadar menjadi bunga yang layu di kebun bangsawan biasa. Ia ingin Zenithia menjadi ratu.

Ia dan istrinya bahkan memohon kepada Pendeta Xiberius untuk membuatkan jimat penarik berkah: sepasang hiasan rambut burung merak emas, dirituali dan dimurnikan di bawah cahaya Nevaria.

“Agar putri kami terpandang... agar keanggunannya dikenal dan tak tertandingi,” bisik Xylum ketika mempersembahkan ornamen itu ke altar suci.

Tahun-tahun itu tak terasa. Ia menunggu. Ia melihat Zenithia tumbuh dengan segala kesempurnaannya. Namun seiring waktu, ketakutannya juga tumbuh.

“Apa yang kulakukan… masihkah ini disebut doa? Atau telah menjadi ambisi?”

Pertanyaan itu kerap menggema di benaknya.

Kini, setelah semua pengorbanan, rasa lapar, kedinginan yang ia tahan, Zenithia kehilangan salah satu jepit rambut suci itu.

Pesonanya memudar. Tatapan para tetua mulai berubah.

“Takdir macam apa yang sedang ditulis untukmu, putriku?” gumamnya lirih saat menuruni tangga Nevaria.

Langkahnya berat. Tapi bukan karena tubuhnya lelah. Melainkan karena ia tahu, semakin tinggi harapan, semakin rapuh keyakinan.

*****

Langit siang menggantung kelabu, tak ada matahari, hanya sinar pucat yang memantul di kaca-kaca jendela kediaman keluarga Homuran. Bangunan itu tinggi dan bersih, berarsitektur halus seperti rumah-rumah bangsawan pada umumnya.

Homuran membuka pintu tanpa suara. Jubahnya basah oleh embun. Langkah-langkahnya mantap, tapi ada bayang-bayang berat di matanya.

Xylum sedang duduk di meja bundar ruang utama, menyusun kain-kain halus yang biasa digunakan untuk mendandani Zenithia. Di dekatnya, sepasang sepatu kristal kecil berdiri rapi di atas nampan beludru.

“Dari Nevaria?” tanya Xylum tanpa menoleh.

Homuran tak langsung menjawab. Ia meletakkan tongkatnya di samping rak mantel, lalu berjalan ke arah perapian.

“Xiberius tidak akan membantu lebih dari seharusnya,” gumamnya lirih, nyaris seperti keluhan.

Xylum menghentikan tangannya. Ia menoleh perlahan. “Kau memohon padanya?” Nada suaranya datar, tapi jelas terdengar cemas.

“Tidak memohon.” Homuran menghela napas. “Hanya... menyampaikan keresahan. Tapi dia seperti batu. Tak bisa digeser.”

Xylum berdiri. “Kau tahu dia seperti apa. Bahkan untuk menyentuh altar pun ia menunggu isyarat dari Lumelith. Tapi kenapa kau terlihat seperti membawa beban dunia?”

Homuran menatap istrinya. “Karena aku sudah melewati separuh hidupku untuk memperjuangkan Zenithia.”

Xylum terdiam.

“Sepuluh tahun aku bersemedi di Zahuire Nemuire, Xylum. Sepuluh! Aku menahan lapar, menahan dingin, demi satu harapan: putri kita akan diangkat oleh cahaya langit, menjadi ratu yang diberkati.”

“Aku tahu.” Xylum menunduk, suaranya melembut. “Kita berdua berjuang.”

“Dan kau… bahkan tak bisa menjaga sepasang jepit itu tetap utuh!” Nada Homuran naik, walau ia sendiri tampak menyesal begitu kata-katanya lepas.

Xylum mendekat, sorot matanya mulai mengeras. “Aku sudah menegurnya. Aku sudah mencari, menyuruh pelayan menyisir setiap jengkal kamar. Tapi Zenithia sendiri tak tahu kapan dan di mana benda itu hilang.”

“Tidak mungkin dia tidak tahu!” bentak Homuran. “Dia pasti memberikannya pada seseorang! Dia terlalu lembut!”

Keduanya terdiam, saling menatap. Hening melingkupi ruangan, hanya terdengar bunyi api kecil yang menggerus kayu di perapian.

Setelah beberapa saat, Xylum bicara lagi, kali ini lirih. “Homuran, apa kau tidak percaya pada Zenithia?”

“Aku percaya,” jawabnya pelan. “Tapi aku tak percaya dunia akan membiarkannya tumbuh sesuai keindahannya.”

Xylum mendekat, menggenggam tangan suaminya. “Lalu kita lindungi dia… bukan mendesaknya.”

Homuran akhirnya duduk. Bahunya merosot ke bawah, tubuhnya seperti pohon tua yang mulai lelah berdiri terlalu lama.

Suara pintu terbuka terdengar. Lembut. Nyaris seperti desiran angin.

Zenithia muncul di ambang pintu, rambut keemasannya tergerai lepas, pipinya bersinar merah muda setelah berjalan di luar.

“Selamat sore, Ayah, Ibu,” ucapnya lembut.

Keduanya segera menoleh. Wajah Homuran berubah seketika. Senyum tipis muncul, meski matanya masih menyimpan mendung.

“Sudah pulang?” tanyanya, berusaha tenang.

Zenithia mengangguk sambil melepas sarung tangannya. “Aku tadi mengunjungi taman belakang... bunga lumaril sudah mulai berbunga.”

Xylum berdiri, menghampiri putrinya dan merapikan sedikit helaian rambut di wajahnya. “Kau pasti lapar. Akan Ibu siapkan makanan.”

Zenithia menoleh sebentar ke arah ayahnya. “Ayah... kau tampak lelah. Apa kau baik-baik saja?”

Homuran memaksakan senyum, lalu berdiri dan mencium kening putrinya singkat. “Ayah hanya berpikir terlalu banyak. Tak perlu kau khawatirkan.”

Zenithia tersenyum lembut. Lalu melangkah masuk lebih dalam ke rumah, meninggalkan keheningan sejenak di antara kedua orang tuanya.

Begitu bayangan putrinya menghilang di balik tirai, Homuran memejamkan mata, seolah ingin menahan sesuatu yang tak bisa ditahan.

1
vj'z tri
up udah rajin tapi kok aku merasa kurang terus loh up nya 🤭🤭🤭🤭🤭🫰🫰🫰
vj'z tri
Sion aku lah pendukung mu 🎉🎉🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
so mimbo sadar posisi ,tidak tampan minggir 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
segelas kopi di pagi hari biar semangat up nya si Mom 🎉🎉🎉🫰😍
vj'z tri
ada pihak dari homuran yang terlibat jendral 🫣🫣🫣🫣
vj'z tri
seperti nya mimbo amnesia sekita ,didepan nya siapa 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
ehm pertemuan calon mantu ma calon mertua 🤭🤭🤭🤭🤭 seperti nya orang yang pertama patah hati sudah terlihat 🫣🫣🫣
vj'z tri
mendaki gunung lewati lembah sungai mengalir indah ke samudra bersama teman bertualang hai 💃💃💃💃
vj'z tri
cinta beginilah cinta deritanya tiada akhir 🤭🤭🤭🤭 jadi ingat panglima Tien Feng cu Pat kay
vj'z tri
ayo jendral gunakan insting mu ada konspirasi besar di luar bayangan mu 🔥🔥🔥🔥🔥
vj'z tri
serapat rapat nya matahari di tutupi sinar nya akan tetap terlihat 🌞🌞🌞🌞🌞 sionnnnn kuuu 🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
aku hanya pergi bruk sementara bukan tuk meninggalkan mu selama nya ,aku pasti kan kembali pada diri mu , tapi kau jangn nakal aku pasti kembali 🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭🤧🤧🤧 akhirnya ada yang mengenali putra mahkota yang seharusnya 🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
😭😭😭😭😭😭😭 terharu sedih bahagia jadi satu di part ini 🤧🤧🤧🤧🤧🤧 kenapa gak kasih peringatan di awal mom biar akoh siapin tisu 🤧🤧🤧🤧
vj'z tri
😭😭😭😭😭😭😭 Sionnnnn 😭😭😭😭😭
Hatus
Mampir nih thor
Momoy Dandelion: makasih 🥰
total 1 replies
vj'z tri
lanjut Mom 🎉🎉🎉🎉 semangat 🤩🤩🤩
Momoy Dandelion: makasih semangatnya, pembaca setiaku satu-satunya 😁
total 1 replies
vj'z tri
terimakasih val 🤗🤗🤗🤗
vj'z tri
hadeuh gimana kalau Sion tahu pasti sedih 🥹🥹
vj'z tri
hadeuh nanti Sion di tuduh mencuri Uta lagi kalau ketawan horang horang 🫣🫣🫣🫣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!