Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17
Mars mulai bercerita satu per satu masalah pribadinya, yang belum ia sampaikan pada Bara. Mulai dari kesalah pahaman, pertengkaran, bahkan perkelahian itu di mulai.
"Sekarang aku harus bagaimana bro?" tanya Mars setelah menceritakan semua permasalah, berikut dengan uang yang di meja pun sudah ia ceritakan.
"Aku rasa kamu harus meminta maaf, jika memang ingin memulai kembali seperti semula dengan Amara." jawab Bara
"Meminta maaf...."
"Pada siapa sekarang aku harus meminta maaf? Pada saudara kembarnya yang maniak itu dulu?! Atau pada Amara?!! Katakan pada siapa??"
"Pada Amara??. Dari mana aku harus mulai meminta maaf Bara? Dari aku yang sudah menyamakan dia dengan gadis gadis lain, atau dari aku yang akan membelinya satu malam? Atau haruskah aku mengatakan jika aku cemburu padanya Bara??"
" Lalu setelah itu, haruskah aku mendatangi saudara kembarnya dan mengatakan aku sudah salah paham?? Aku yang sudah menganggap dia adalah kekasih Amara,, dan aku cemburu karena itu, lalu sengaja mempersulit hidupnya?? Begitu?."
" Karena semua jawaban itu, pada akhirnya hanya akan membuat hati Amara semakin terluka saja." tambah Mars mulai merendahkan intonasi suaranya.
"Terlebih saudara kembarnya maniak, ia pasti akan lebih mempersulit Amara ke depannya. Dan mungkin saja juga terhadapku." lanjut Mars
Kini, baik Mars maupun Bara hanya terdiam saja, keduanya memikirkan cara terbaik dalam hal ini. Sungguh sebuah masalah yang belum pernah Mars rasakan sebelumnya. Karena hidup Mars dulu terlihat santai saja dalam menjalani kejamnya dunia, ia sudah terbiasa dengan sendirinya, tanpa harus meminta pendapat dari orang lain.
Bahkan ketika Mamanya memutuskan menikah dengan pria lain, dan memilih hidup menetap mengikuti suami barunya, Mars hanya diam saja dan mengikuti kehendak Mamanya untuk ikut hidup bersama Papanya, walau itu tidak sesuai keinginannya.
Masa masa itu bisa Mars lewati, dan jalani tanpa rasa putus asa. Walaupun itu tidak mudah, karena ia harus beradaptasi dengan kehidupan Papanya, yang sangat berbeda dengan yang ia jalan sebelumnya.
Di umurnya yang ke sembilan tahun, Mars harus menerima keputusan pahit dari orang tuanya, yaitu sebuah perceraian. Diulang tahunnya ia justru mendapat kejutan, bahwasanya Papanya selingkuh dan di pergoki Mamanya. Hari bahagia menjadi sebuah hari menyedihkan bagi Mars, karena ia harus menyaksikan pertengkaran hebat dari kedua orang tuanya. Sampai pada akhirnya, Mamanya membawanya pergi angkat kaki dari rumah dan memutuskan tinggal berdua saja. Mars yang hendak terbiasa dengan kehidupan itu, nyatanya di umurnya yang kesebelas tahun harus menerima kenyataan pahit lagi dari Mamanya.
Mamanya memutuskan menikah lagi, dan suaminya tidak begitu menyukai Mars, ia menginginkan Mars tidak ada bersama mereka. Semua perlakuan Papa sambungnya, hanya selalu menyalahkan Mars dan memojokan Mars saja. Sampai pada akhirnya, Mamanya memutuskan untuk membawa Mars pada Papanya, dengan alasan agar Mars tidak selalu mendapat tekanan dari suami barunya.
Dan disinilah awal hidup baru Mars, perubahan hidup yang sangat berbeda dari ibunya. Papanya yang sibuk bekerja di siang hari, Mars selalu mendapati wanita yang berbeda di tiap pagi mereka, itu sudah menjadi pemandangan biasa bagi Mars di setiap hari pada akhirnya.
Beberapa jenis minuman keras yang tersedia di rumah, membuat Mars mulai mengenal minuman beralkohol tersebut, tanpa sebuah larangan dari papanya. Karena pertumbuhan remaja bersama Papanya, membuat Mars mengikuti pola hidup Papanya.
Papanya selalu memberi kebebasan pada Mars, baik waktu, uang juga persahabatan. Segala sesuatu tercukupi dari segi materi, tapi tidak dengan hati. Mars merasa kosong, kesepian, dan tak punya teman.
Hiburan malam mulai memperkenalkannya pada keramaian yang tidak membuat hidupnya sepi lagi. Wanita, alkohol, hura hura, musik sudah menjadi hiburanya di setiap malam, dan itu semua tidak larangan dari Papanya, bahkan yang menyayangkan, Mars dan Papanya pun sering satu bar, tapi tidak saling berkomunikasi dengan baik, hanya sebatas bertukar kabar lalu sibuk dengan hidup masing masing.
Namun sejak bertemu Amara pertama kali, ia melihat Amara tidak terlalu perduli dengan orang di sekitarnya, ia hanya fokus dengan apa yang menjadi tugasnya, membuat Mars merasakan Amara berbeda dengan yang lain. Disaat semua mahasiswa kala itu seakan mencuri perhatiannya, Amara sama sekali tidak perduli dan sibuk dengan soal saja, lalu pergi begitu saja.
Di waktu berikutnya, ketika Mars yang sudah melupakan Amara, justru di pertemukan kembali. Sebuah insiden yang tidak sengaja, membuat Mars semakin terjerat dengan sikap Amara yang sangat berbeda dengan wanita yang ia kenal sebelumnya. Sebuah wajah tanpa riasan, cara berpakaian yang sewajarnya, sebuah emosi yang ia tujukan, semua hal itu membuat Mars merasakan jika hidupnya mulai beralih.
Ia lebih sering menyendiri di banding pergi ke bar, ia merasa lebih mudah emosi, jika harus melihat Amara mengacuhkannya. Rasa itu tidak ia dapat sebelumnya, semua wanita yang dekat dengannya, tidak ada yang menarik perhatiannya untuk mengenal lebih jauh lagi, cukup satu malam saja.
"Apapun yang akan kamu lakukan, aku akan selalu mendukungmu Bro." ucap Bara pada akhirnya sambil menepuk lengan sahabatnya, karena ia sendiri juga tidak tahu harus memberi saran seperti apa.
Keduanya kemudian menghabis waktu dengan minum alkohol di kamar Mars, sambil larut dalam pikiran masing masing. Bara sendiri sedang berperang dengan batinnya, ia memendam perasaan pada Clara, namun ia merasa Clara tidak ada rasa terhadapnya.
Pagi harinya Mars berangkat ke kampus, ia mencari Amara dan ingin mengutarakan semua kesalah pahaman yang terjadi. Ia akan meminta maaf, dan ia akan berterus terang saat ini, bahwa ia mencintai Amara.
Sayangnya sejak pagi, ia mencari keberadaan Amara, ia tidak menjumpainya. Bahkan ia bertanya pada teman Amara, ia tidak melihat Amara masuk pagi ini.
Dengan nekatnya Mars mendatangi gedung apartemen Amara. Namun ia tidak tahu di lantai berapa, dan nomor berapa Amara tinggal, sehingga ia hanya berdiri di dekat mobilnya, berharap ia melihat Amara keluar dari apartemen.
"Rebbeca...." gumam Mars, seakan ia mengingat siapa yang harus ia tanyai sekarang ini.
Mars mencoba menghubungi nomor Rebbeca, Mars pun menanyakan pada Rebbeca, di nomor berapa Amara tinggal. Dari sinilah Mars mulai sedikit terpukul, karena gadis yang ia cintai sekarang adalah anak penjaga Apartemen, bukan penghuni Apartemen.
Ia yang semula begitu menggebu ingin menyatakan cintanya, kini mulai menyurut. Ia membayangkan bagaimana keluarganya, bagaimana jika tahu dirinya mencintai gadis anak seorang penjaga apartemen. Karena di setiap harinya, ia melihat orang tuannya sangat menjaga jarak dengan orang bawah seperti keluarga Amara, begitu pun para sahabatnya, pasti akan mengejek dirinya habis habisan.
Mars menutup panggilan ponselnya, dan mulai melamun. Disaat melamun, ia justru di perlihatkan Amara yang sedang menarik sampah dan di bawa pada petugas pengangkut sampah.
Bersambung.......