NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gracia Depresi

Sudah tiga hari Gracia tak masuk sekolah. Menurut yang Karmina ketahui dari sang ibu, gadis itu menjadi sering mengurung diri di kamar sejak pulang terlambat. Karmina khawatir, perilaku tak menyenangkan keempat pemuda dalam penerawangannya, mempengaruhi mental Gracia.

Namun, setelah melihat Gracia masuk sekolah lagi, hati Karmina dapat sedikit lega. Setidaknya, ia tak perlu khawatir secara berlebihan dengan semua prediksi yang sempat terlintas di benaknya. Kendati demikian, gadis berambut pendek itu tak bisa merasa tenang begitu saja, apalagi saat melihat Gracia jauh lebih murung dari biasanya.

Dari arah pintu masuk, Zahra datang dengan berjalan berlenggok-lenggok. Ia menoleh pada Gracia sambil menyunggingkan senyum di salah satu sudut bibirnya. Adapun Gracia, tampak gemetar tatkala matanya memandang Zahra. Sementara itu, Fransisca dan Evelyn begitu santai berbincang-bincang tanpa memedulikan keresahan di wajah teman mereka.

Merasa berempati, Karmina beranjak dari tempat duduknya. Dihampirinya Gracia yang sedang melamun di antara kedua teman lainnya.

"Gracia, gimana kabar lo? Lo udah sembuh, kan?" tanya Karmina, memandang iba pada Gracia.

"Ngapain nanyain kabar gue? Gue nggak kenapa-kenapa, kok," ketus Gracia memandang Karmina sejenak, kemudian melengos.

"Syukurlah kalau nggak kenapa-kenapa. Gue cuma mau mastiin aja," ucap Karmina.

"Alah, bilang aja lo seneng kalau si Gracia nggak masuk sekolah," sindir Fransisca, mendorong tubuh Karmina.

"Gue beneran khawatir sama Gracia, kok," bantah Karmina kesal.

"Nggak usah munafik, deh. Lagian kita nggak butuh bantuan cewek lemah kayak lo," ketus Evelyn, menatap sinis Karmina.

Merasa tak diberi kesempatan untuk menggali kecemasan Gracia, Karmina memutuskan kembali ke bangkunya. Sesekali, ia memandang ke arah Zahra yang sedang duduk sembari menatap layar ponsel.

Seketika, bayangan mengenai Gracia terlintas lagi di pandangan Karmina. Ponsel dan Zahra, ada sebuah rahasia di sana. Saat Karmina menutup mata, ia tak sengaja melihat Zahra menenteng ponsel di hadapan Gracia. Kali ini, Karmina dapat mendengar ucapan Zahra dalam penerawangannya.

"Kalau lo coba-coba lapor polisi, gue bakal sebarin video ini ke Twitter. Lo tau, kan, masyarakat di negeri ini senang banget kalau dikasih tontonan beginian," ancam Zahra tersenyum puas, memandang Gracia yang menggigil ketakutan.

Mengetahui semua itu, Karmina tersentak. Bergegaslah ia menuju bangku Zahra, kemudian merebut ponsel dari tangan gadis itu tanpa basa-basi.

"Balikin hape gue!" teriak Zahra, berusaha mengambil ponselnya.

Alih-alih menghiraukan Zahra, Karmina tetap fokus mengutak-atik isi galeri ponsel. Dicarinya video yang sempat dilihatnya lewat penerawangan. Setelah cukup lama Karmina menyelami semua rekaman yang ada di ponsel itu, akhirnya ia terdiam membeku.

"Siniin hape gue!" tegur Zahra mengambil ponselnya, kemudian menunjuk wajah Karmina seraya menggerutu, "lo itu nggak punya sopan-santun, ya, ngambil barang orang seenaknya."

Karmina menoleh dan bertanya, "Mana video itu?"

"Video apaan?" sungut Zahra.

"Mana videonya?!" bentak Karmina memelototi Zahra.

"Idih! Lo itu aneh, ya," cibir Zahra, kemudian berlalu menuju keluar kelas.

Karmina mengembuskan napas berat sambil termenung. Sungguh, ia tak mengerti, ke mana video rekaman itu menghilang. Bagi Karmina, mustahil Zahra menghapus senjata utamanya untuk mempermalukan Gracia begitu saja.

***

Karmina enggan melepaskan pandangan pada Gracia. Ada rasa was-was menyelusup ke dalam dadanya, sehingga membuat gadis itu khawatir setengah mati. Bayangan-bayangan buruk tentang sebuah tragedi terus saja menghantuinya bagaikan arwah gentayangan.

Saat pulang sekolah, Karmina memastikan Gracia pulang bersama kedua temannya. Namun, pada kenyataannya, Gracia masih berada di kelas setelah Fransisca dan Evelyn pulang lebih dulu.

Setelah keadaan sekolah berangsur sepi, tampak Gracia berjalan keluar, menuju ke atap gedung. Karmina yang menyadari hal itu, bergegas menghampiri anak majikan ibunya.

"Gracia! Mau ke mana lo!" teriak Karmina dari bawah tangga.

"Ngapain lo ngikutin gue? Pulang sonoh! Nggak usah kepoin urusan gue!" hardik Gracia berang.

"Gracia, gue mohon. Lo jangan coba-coba ngelakuin hal buruk. Kita obrolin semuanya baik-baik sampai nemuin solusi," bujuk Karmina sembari menaiki tangga.

Alih-alih menanggapi Karmina, Gracia berjalan semakin cepat menuju atap sekolah. Matanya menatap nanar langit mendung, berselimut awan tebal berwarna kelabu. Sepertinya sebentar lagi hujan akan turun.

"Gracia! Dengerin gue dulu!" tegur Karmina berlari menghampiri Gracia.

Gracia segera berbalik badan seraya berujar, "Berhenti di sana! Gue nggak butuh simpati lo! Lo seneng, kan, kalau gue mati?"

Karmina terbelalak sembari menggeleng pelan. "Lo ngomong apaan, sih, Gracia? Gue peduli sama lo!"

"Argh! Persetan! Gue nggak percaya sama siapa pun, termasuk omongan lo!" bentak Gracia menunjuk Karmina.

"Kenapa lo mikir kayak gitu? Gue udah tau semuanya. Lo udah dikerjai sama Zahra, kan?"

Seketika, Gracia terkejut mendengar perkataan Karmina. "Lo tau dari mana?"

Karmina menghampiri Gracia, lalu memegang tangan gadis itu. "Nggak penting gue tau dari mana. Yang jelas, gue di sini pengin bantuin lo buat nemuin jalan keluar."

Gracia mengibaskan genggaman Karmina, lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan sambil menangis terisak-isak. Ia menduga, bahwa video tak senonoh di dalam ponsel Zahra sudah menyebar luas, sehingga Karmina mengetahuinya. Langkahnya semakin mundur dan mundur, sampai akhirnya terhenti oleh tembok pembatas di tepi atap gedung.

Betapa remuk batin Gracia setelah harga dirinya dihancurkan habis-habisan oleh keempat pemuda yang tak dikenalnya. Adapun Zahra yang diyakini bisa menjadi sahabat dekat, justru menunjukkan taringnya, mengoyak kehormatan putri pengusaha batu bara itu lewat siasat busuk. Kini, kepercayaan Gracia pada orang-orang telah hilang semenjak kejadian naas yang meluluh lantakkan ego, menyiksanya begitu sadis.

Dengan berderai air mata, Gracia menaiki tembok pembatas itu. Karmina yang semakin was-was, berlari mendekatinya.

"Gracia! Turun!" tegur Karmina meneriaki nama gadis itu.

"Berhenti di sana, Karmina! Jangan halangi gue," ujar Gracia, sembari memandang ke bawah.

Gracia menarik napas dalam-dalam, kemudian melompat dari atap gedung. Tubuhnya terhempas ke tanah begitu cepat, sampai nyawanya tak tertolong lagi.

"Graciaaa ...!!!" teriak Karmina berlari ke tepi atap gedung, lalu menyaksikan Gracia terkapar di bawah sana.

Sekujur tubuh Karmina gemetar hebat menyaksikan akhir hayat dari si perundung. Dengan langkah kaki yang terasa lemas, gadis itu bergegas menuruni tangga. Ketika mencapai lantai bawah sekolah, ia terperangah mendapati Dewa sudah menemukan jasad Gracia lebih dulu.

"Dewa! Dewa!" panggil Karmina sembari berlari menghampiri lelaki itu.

Dewa yang sedang memperhatikan jasad Gracia, segera menoleh pada Karmina. "Apa yang terjadi? Kenapa cewek ini bisa jatuh dari gedung?" tanya lelaki itu.

"Ceritanya panjang, Wa. Kita harus temuin penjaga sekolah atau guru sekarang juga. Siapa tau Gracia bisa diselamatkan lebih awal," ujar Karmina dengan terengah-engah.

Dewa terdiam sejenak, kemudian menoleh ke arah Gracia yang sudah tak bernyawa. Seketika, kedua mata Karmina berkaca-kaca mendapati ceceran darah begitu banyak keluar dari kepala Gracia. Masih terlihat air matanya belum mengering dari pipi gadis itu.

"Dia udah nggak bisa diselametin lagi. Lo tunggu di sini, gue nyari bantuan dulu," ujar Dewa, lalu bergegas meninggalkan Karmina.

Adapun Karmina, memandang kosong pada Gracia yang terkapar dengan mata terbuka. Sambil tersedu-sedu, ia menutup mata teman sekelasnya itu. Karmina benar-benar menyesal karena tak sanggup mencegah tragedi yang kerap melintas di benaknya berubah menjadi kenyataan.

Dari balik tembok salah satu kelas, Zahra diam-diam mengintip Karmina yang sedang menangis di depan tubuh Gracia. Sesekali ia melihat ponselnya, sembari menyunggingkan senyum. Setelah situasi dirasa aman, gadis berambut panjang itu bergegas keluar sekolah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!