Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tipuan
“Makanlah.”
Senja memberikan salah satu piring tersebut kepada Arina. Jelas Arina kaget, wajahnya terlihat bingung dengan keringat dingin yang menetes jatuh di pipinya. Mulutnya ternganga kaku tidak tahu harus merespon seperti apa.
Tidak perlu mendengar jawaban Arina, Senja dengan sigap menaruh piring tersebut ke telapak tangannya. Tidak lupa pula senyum hangat dan polos yang terpatri di wajah cantiknya itu, seolah-olah ia menyuruh Arina untuk segera memakannya.
“Makanlah adik, aku sudah susah payah mengupasnya untuk mu,” seru Senja tanpa membuang senyum hangatnya itu. Arina dengan ragu mengambil salah satu buah di dalam piring tersebut sebelum melihat kembali ke arah kakak tirinya.
“Sial”
Arina perlahan menelan saliva nya yang terasa pahit, meski Senja menampakkan senyum ramahnya, namun itu adalah masalah terbesar bagi Arina. Ia mungkin saja bisa menolak untuk memakan buah tersebut namun jika ia melakukan hal itu, maka Senja akan tahu maksud terselubungnya.
Bagaimanapun caranya, Senja tidak boleh tahu rencana yang telah disusun rapi oleh Dira. Rencana untuk membunuhnya secara perlahan dan tidak diketahui oleh siapapun, bisa repot jika salah satu sahabatnya tahu mengenai hal ini.
Itulah alasan mengapa Arina ada disini sekarang, ia bahkan harus merendahkan dirinya dihadapan Senja, terlebih lagi setelah kejadian yang menimpa ibunya beberapa jam yang lalu. Jujur saja ia sangat marah mengenai hal itu, ia bahkan siap membunuh Senja yang saat ini sedang bertingkah bodoh di hadapannya.
“Kalau bukan karena Kira, mungkin wajah itu sudah tidak bisa lagi menunjukkan senyumnya.”
Ini semua terjadi karena Kira yang tidak mampu mendekati Senja selama di Akademi, sehingga membuat Dira memerintahkan Arina untuk mengganti posisinya. Dengan berat hati dan perasaan jijik, Arina pun menyetujui rencana tersebut.
Ia awalnya menolak, namun karena Tasya dan Mari terus memaksa Dira akhirnya Arina pun mengalah. Ia terpaksa melakukan hal ini karena hubungannya dengan Pangeran Kelima memaksanya untuk terjun di dalamnya.
“Ada apa adik? Kenapa kau diam? Apa ada yang salah dengan buah itu? Atau kau…”
“Ti, tidak kakak, tidak ada masalah dengan buah ini. Aku akan memakannya.”
Arina dengan cepat memotong perkataan Senja, ia dengan ragu-ragu memasukkan buah itu ke dalam mulutnya. Meski semua itu tidak terlihat karena ekspresi kaku di wajahnya, namun tangannya yang gemetar sudah cukup membuktikan betapa frustasinya ia saat ini.
“Sial,” maki Arina saat buah itu sudah bersarang di dalam perut mungilnya itu. Ia hanya berharap hal ini tidak akan menimbulkan penyakit atau masalah serius, toh ini cuman sepotong buah saja. Lagi pula jika ada masalah tentang itu, ia tinggal meminta obat penawarnya pada Dira.
Senja hanya tersenyum nakal dengan apa yang ia lihat sekarang, sungguh lucu melihat Arina bersikap seperti anjing penurut saat ia tahu apa yang sedang ia makan saat ini. Hal ini cukup menghibur bagi Senja.
****
“Hahaha”
Senja tidak bisa menahan tawanya setelah berhasil membuat Arina memakan jebakannya sendiri. Sungguh lucu melihat reaksi dari adik tirinya itu. Lagi pula bagaimana bisa seorang gadis dengan harga diri setinggi itu harus berperilaku seperti pelayan hanya untuk mendapatkan apa yang sebenarnya tidak mungkin ia dapatkan.
“Ia mengingatkan ku akan penjilat itu,” gumam Senja sambil mengenang masa lalunya di bumi.
“Aku bahkan tidak menyangka jika Arina bakal menghabiskan semuanya.”
Kejadian sebelumnya sangat menghibur Senja saat Arina dengan bangganya menghabiskan seluruh buah yang ia bawa karena satu kalimat mujarab dari Senja.
“Makanlah semuanya jika kau begitu menyukai nya.”
Dengan kalimat itu Arina pun memakan habis buahnya, ia bahkan tidak menyisakan apapun disana. Meskipun Arina melakukan itu semua tanpa ia sadari. Namun inilah yang disukai Senja dari adik sulungnya itu, ia terlalu polos sampai tidak tahu jika seseorang sedang memanfaatkanya.
Berbeda dengan Bella yang merupakan adik Arina, ia sangat pandai dan licik meski begitu Bella tidak akan pernah mendapatkan apapun yang ia inginkan karena ia sudah tidak lagi memiliki posisi di keluarga ini.
Selir Reliza sengaja menyerahkan Bella pada pamannya agar ia bisa menjadi penerus dari keluarga itu. Hal ini karena pamannya sampai sekarang belum memiliki anak yang bisa dijadikan ahli waris, meskipun gelarnya hanya seorang Baron, namun itu sudah cukup bagi Bella untuk bisa hidup mewah.
“Arina itu polos, namun emosinya yang meluap-luap sangat membahayakan.”
Itu adalah fakta baru yang baru saja didapatkan Senja selama mereka berbicara. Terlihat jelas jika Arina sangat mempercayai apa yang ia lihat dan dengar tanpa mencari tahu kebenaran aslinya, ia juga mudah terpengaruh oleh suasana sehingga memprovokasinya adalah hal yang sangat mudah.
“Aku jadi kasihan padanya,” gumam Senja sambil berdiri dari duduknya. Ini sudah malam dan sudah waktunya bagi Senja untuk melaksanakan rencananya.
Senja lalu berjalan memasuki Paviliunnya sembari menyuruh pelayan untuk membereskan sisa makanan. Ia juga berpesan pada mereka untuk tidak menyiapkan makan malam karena ia sudah kenyang dengan buah yang diberikan adiknya itu.
Para pelayan hanya mengangguk paham dan menuruti perkataan Senja. Setelah semua keadaan aman, Senja kemudian memanggil Eza dan menyuruhnya untuk menyisir kembali area Permaisuri.
“Lakukan dengan benar dan jangan tinggalkan jejak apa pun.”
“Baik Nona.”
Setelah melakukan segala persiapan, kini Senja ingin bersantai sejenak sebelum menghadapi ruang bawah tanah tersebut. Ia perlu memulihkan dirinya sebelum pergi bertempur malam ini.
“Aku akan membersihkan diri ku dan beristirahat dengan baik.”
Senja melirik sekilas ke arah jam dinding kamarnya, disana ia bisa melihat jam yang
menunjukkan pukul 8 malam. Ini belum terlalu larut sehingga ia bisa beristirahat sejenak karena misinya akan dimulai tengah malam nanti.
“Kurasa air hangat memang yang terbaik,” seru Senja saat memasuki kamar mandi miliknya.
Kamar mandi itu tidak besar namun juga tidak bisa di bilang kecil. Perlengkapannya lengkap dengan bathtub dan sower yang biasanya ada di kamar mandi bangsawan, hanya saja luasnya tidak sebanding milik mereka.
Setelah selesai merendam diri di bathtub, Senja memilih untuk menghabiskan sisa waktunya untuk tidur. Ia tidak memiliki cukup waktu tidur apalagi setelah pemburuan dimulai, oleh karena itu saat ini adalah saat yang penting baginya untuk istirahat.
****
“Nona!”
Senja sedikit menggeram saat Eza memanggilnya dengan tiba-tiba. Ia saat ini sedang bersiap untuk berburu, namun bawahannya itu sangat mengganggu sejak tadi.
“Ada apa?” tanya Senja kesal. Ia terlihat tidak sabaran dengan panggilan Eza yang tiba-tiba.
“Duke, Duke sedang berjalan menuju Paviliun Permaisuri.”
“Sial,”
Hanya kata itu yang bisa diucapkan Senja saat ini, ia tidak pernah berpikir jika Duke akan datang di tengah malam begini.
“Padahal masih ada hari esok,” maki Senja kesal, ia tidak tahu hubungan macam apa yang dibina oleh Duke dan Permaisuri, namun melihat reaksinya tadi siang sudah cukup membuktikan jika Duke sangat menghargai Permaisuri.
Namun Senja juga melihat rasa marah dan dendam di dalamnya, itu membuatnya begitu penasaran mengenai hal itu. Mungkin saja Duke sedang menyembunyikan sesuatu di tempat itu sehingga ia tidak menginginkan siapapun untuk mengetahuinya.
“Tapi, apa itu?” tanya Senja bingung.
Lagi pula tidak ada alasan yang jelas antara hubungan Duke dan permaisuri. Senja asli bahkan tidak menuliskan apa pun di dalam buku hariannya.
“Tidak perlu memikirkannya, toh cepat atau lambat aku pasti akan mengetahuinya juga.”
Senja berjalan mendekati balkon kamarnya, ia bisa melihat dengan jelas bayangan Duke yang sedang memasuki area Permaisuri. Senja hanya bisa tertawa secara internal melihat hal itu, ia memberikan senyum khas seorang penjahat untuk menggambarkan sosok ayahnya itu.
Lagi pula Senja juga tidak pernah peduli dengan Duke, ia bahkan tidak pernah menganggap Duke sebagai ayahnya, dan jika bukan untuk hal penting mungkin ia tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi.
“Sudah cukup, waktunya untuk beraksi!”
Senja lalu terjun dari atas balkon kamarnya, ia bahkan tidak peduli dengan jarak yang jauh antara balkon dan tanah yang ia pedulikan hanyalah apa yang akan ia dapatkan kali ini di rumah itu.