"Daripada ukhti dijadikan istri kedua, lebih baik ukhti menjadi istriku saja. Aku akan memberimu kebebasan."
"Tapi aku cacat. Aku tidak bisa mendengar tanpa alat bantu."
"Tenang saja, aku juga akan membuamu mendengar seluruh isi dunia ini lagi, tanpa bantuan alat itu."
Syifa tak menyangka dia bertemu dengan Sadewa saat berusaha kabur dari pernikahannya dengan Ustaz Rayyan, yang menjadikannya istri kedua. Hatinya tergerak menerima lamaran Sadewa yang tiba-tiba itu. Tanpa tahu bagaimana hidup Sadewa dan siapa dia. Apakah dia akan bahagia setelah menikah dengan Sadewa atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
"Baik, aku akan berhenti dari perusahaan ini!" Lina sangat emosi. Dia langsung membuka e-mailnya dan menulis surat pengunduran diri.
Subject: Resign
Kepada Yth. HR Department
Dengan ini saya, Lina Permatasari, menyatakan pengunduran diri saya dari posisi sekretaris, efektif per hari ini.
Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan.
Setelah menekan tombol “send,” dia langsung berdiri dan mengeluarkan sebuah kotak dari bawah mejanya. Dengan cepat, dia memasukkan barang-barang pribadinya—alat tulis, notebook, cermin kecil, dua bingkai foto dan juga mug kesayangannya.
Saat dia melangkah menuju pintu keluar, suasana kantor seketika jadi sunyi. Para staf yang melihat hanya berbisik-bisik pelan. Tatapan mereka tertuju pada kotak di tangan Lina, lalu beralih satu sama lain, seolah membenarkan sesuatu yang mereka curigai.
"Dia sendiri yang nyebarin gosip itu, kan?"
"Iya, makanya Pak Dewa marah besar."
"Selama ini dia terlalu besar kepala karena posisinya."
Semua itu terdengar samar di telinga Lina, tapi cukup jelas untuk membuatnya ingin membalikkan meja. Namun, dia memilih menyimpan amarahnya... sampai matanya melihat Syifa.
Syifa sedang berdiri di depan mesin fotokopi dengan tenang.
BRAK!
Kotak di tangannya dijatuhkan sembarangan ke meja terdekat. Dia menghampiri Syifa dengan langkah cepat dan penuh emosi. Tanpa basa-basi, dia langsung mengayunkan tangannya, berniat menampar atau memukul wajah Syifa.
Namun Syifa sigap. Dia menangkap pergelangan tangan Lina sebelum sempat menyentuh wajahnya.
“Semua ini gara-gara kamu!” teriak Lina, matanya membara.
Syifa menatapnya dingin. “Aku nggak melakukan apa pun. Jangan menyalahkanku atas kesalahan yang kamu buat sendiri.”
“Lihat saha, aku pasti akan membalasmu!" seru Lina dengan suara tajam, lalu meraih kotaknya kembali dan melangkah pergi, tak peduli dengan semua mata yang menatap.
Begitu pintu lift menutup, suasana kantor sejenak hening.
Syifa kini duduk di ruang kerjanya sambil menyusun ulang laporan mingguan yang diminta Sadewa. Pikirannya masih kacau setelah insiden tadi. Dia masih tidak menyangka Lina akan sampai berani menyerangnya. Tapi dia mencoba menenangkan diri, fokus pada pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian, ntu ruangannya terbuka dan orang yang berdiri di sana membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
“Syifa,” panggil Sadewa.
Syifa langsung berdiri. “Iya, Pak Dewa.”
“Mulai sekarang, kamu jadi sekretarisku.”
Syifa terkejut. Matanya membesar begitu juga dengan teman satu divisinya. “Apa?”
“Kamu jadi sekretarisku. Mulai hari ini," ulang Sadewa lagi. "Indri, kamu ambil semua pekerjaannya karena ada yang harus Syifa kerjakan hari ini."
"Baik, Pak."
Syifa menelan salivanya. Dia merasa tidak enak mendapat tatapan serius dari teman-temannya.
Kemudian Syifa mengikuti Sadewa dengan berjalan di belakangnya. Setelah sampai di ruangan Sadewa, barulah Syifa berani bersuara. “Mas Dewa, ini terlalu mencolok. Orang-orang bisa salah paham.”
Sadewa mendekat, menatapnya dengan pandangan yang lembut namun penuh keyakinan. “Biar saja. Mereka pasti akan tahu cepat atau lambat tentang hubungan kita.”
“Tapi aku tidak tahu caranya menjadi sekretaris."
“Tidak apa-apa,” jawab Sadewa sambil menatapnya dengan hangat. “Aku yang akan ajari kamu. Dengan begitu, istriku akan selalu dekat denganku." Sadewa tersenyum menggoda Syifa.
Syifa menunduk dengan pipinya yang telah memerah. “Mas yakin?”
Sadewa mengangguk. “Yakin. Karena aku tidak akan membiarkan orang lain menyakitimu lagi."
Syifa akhirnya mengangguk.
"Besok hasil lab kamu akan keluar. Semoga kamu bisa di operasi," kata Sadewa. Dia memeluk Syifa sambil mengecup puncak kepalanya.
Tapi, pintu yang tiba-tiba terbuka itu membuat Sadewa melepaskan pelukannya. "Hendri, mengapa kamu tidak ketuk pintu dulu."
"Maaf, Pak. Saya mau memberi laporan tentang ini."
Saat Hendri mendekat, Syifa keluar dari ruangan itu dan melihat meja kerja Lina yang kini telah kosong. "Apa aku bisa menjadi sekretaris?" gumam Syifa.
***
"Jadi, ini istri Sadewa." Arlan menatap foto yang baru saja diserahkan anak buahnya. Dia duduk di kursi kebesarannya. Dia tersenyum miring menatap wajah Syifa di foto itu.
"Sadewa menikahinya karena merasa bersalah telah membuatnya kehilangan kedua orang tua dan cacat. Menarik sekali," gumam Arlan.
"Lina, dipecat hari ini karena dia mengganggu Syifa dan Pak Dewa tahu kalau Lina yang membuat berita itu."
Arlan menganggukkan kepalanya dan menyimpan foto Syifa. "Lina memang terlalu emosional dan tidak bisa diandalkan. Tidak apa-apa, aku sudah menemukan kelemahan Sadewa."
kan pengen doubel bab gitu😊😊😊
semoga saling percaya dan saling menjaga... pondasi yang utama...