Allea, yang biasa dipanggil Lea adalah seorang siswi kelas 3 SMA. Awalnya dia bukan anak nakal, dia hanya anak manja yang selalu dapat kasih sayang kedua orangtuanya. Dia berasal dari keluarga kaya raya. Namun tak ada yang abadi, keluarga cemaranya hancur. Ayah dan ibunya bercerai, dan dia sendirian. Sepertinya hanya dia yang ditinggalkan, ayah—ibunya punya keluarga baru. Dan dia? Tetap sendiri..
Hingga suatu ketika, secara kebetulan dia bertemu dengan seorang pria yang hampir seumuran dengan ayahnya. Untuk seorang siswi sepertinya, pria itu pantasnya dia panggil dengan sebutan om, Om Davendra.
Dia serasa hidup, dia serasa kembali bernyawa begitu mengenal pria itu. Tanpa dia sadari dia telah jauh, dia terlalu jauh mendambakan kasih sayang yang seharusnya tidak dia terima dari pria itu.
Lantas bagaimana dia akan kembali, bagaimana mungkin ia bisa melepaskan kasih sayang yang telah lama hilang itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Pukul sepuluh tepat. Allea berdiri di depan cermin, memastikan penampilannya untuk ke sekian kalinya sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya.
Blouse putih gading berpadu dengan rok selutut berwarna cokelat muda, memberikan kesan anggun dan lebih dewasa dari usianya. Rambutnya ia ikat rendah, sedikit longgar agar tetap terlihat natural. Tas kecil tergantung di bahunya, memberi sentuhan elegan yang sederhana.
Ia menarik napas panjang. Hatinya terasa berat, entah kenapa perasaan gelisah itu semakin menumpuk di dadanya. Langkahnya terdengar jelas begitu menuruni anak tangga ke lantai bawah, heels tahu warna cream yang dia pakai menambah kefeminiman yang serasi dengan pakaiannya.
“Cantik sekali,” puji Bi Len begitu melirik ke tangga, kegiatannya tampak terhenti sejenak begitu melihat kehadiran Allea. Bi Len sedang membereskan meja makan.
Allea tersenyum tipis, "Terimakasih, Bi."
Suara klakson mobil terdengar dari luar, Allea berjalan keluar rumah. Matanya langsung menangkap mobil Pajero hitam yang terparkir di depan rumahnya.
Deon melambaikan tangan dengan ekspresi ceria padanya begitu mata mereka saling bertatapan. Sementara di kursi depan, Monica juga tersenyum ramah, seolah-olah semuanya seperti normal, tidak ada yang aneh atau mencurigakan.
Dan Davendra tak melirik sedikit pun ke arahnya, pria itu fokus melihat ponselnya. Allea bisa melihatnya dari celah dibelakang Monica. Dengan langkah ragu, ia membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil dan begitu pintu tertutup, perjalanan dimulai.
Suasana di dalam mobil terasa canggung bagi Allea. Monica dan Davendra mengobrol di depan dengan akrab, sesekali tawa Monica terdengar, membuat dada Allea semakin sesak.
“Lea, kau akan masuk masuk jurusan apa?” Deon yang duduk di sampingnya tiba-tiba melontarkan pertanyaan dengan nada penasaran.
"Mungkin, desain..”Allea meliriknya sekilas.
“Oh desain, ya. Kau memang pandai melukis sih. Itu bagus.” lanjutnya setelah mengingat bagaimana Allea di kelas seni, gadis itu sangat ahli jika menyangkut gambar dan desain.
Allea menoleh cepat, menatap Deon dengan ekspresi ingin tahu menuntut jawaban bahkan sebelum ia bertanya. Allea menggeser duduknya agar bisa berbisik, suara yang hanya bisa di dengar oleh mereka berdua.
“Semalam soal kuliah di AS... kau bilang akan kuliah disana denganku?”
"Ya. Paman Dav yang merekomendasikan nya. Awalnya aku tidak yakin kuliah disana untuk jurusan bisnis, tapi setelah mencari informasi lebih lanjut aku bisa meyakinkan diriku. Dan juga, semalam dia bilang kau juga akan kuliah di AS bersamaku, ya karena itu lah kau dan aku ada disini sekarang," jelasnya.
Allea mengangguk-angguk paham.
Ting. Dia masih ingin bertanya, tapi ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk.
Ayah : [Maaf sayang, ayah dan Bi Gea sedang di luar kota. Davendra bilang kalian akan ke Mall hari ini, hati-hati ya. Ayah sudah mengirim uang saku tambahan, belilah semua yang kau inginkan. Jangan sampai ada yang kurang, Oke sayang]
Allea : [Apa ayah yang memutuskan untukku kuliah di AS? Bukankah ayah bilang akan menunggu jawabanku?]
Allea membalas cepat, namun tak langsung mendapat balasan.
Dua menit kemudian.
Ayah : [Loh? Bukannya Lea bilang ke Om Dav akan kuliah dengan keponakannya di AS?]
Ha? Allea mengernyit. Apa? Apa ini.. Kapan dia bilang begitu..
Tangannya mengepal di atas pangkuan. Davendra pasti mengarang untuknya. Tapi kenapa?
Ia menatap ke arah depan, melihat Davendra yang masih mengobrol dengan istrinya tanpa sedikit pun tanda-tanda gelisah. Seolah-olah... seolah-olah ia hanyalah seorang gadis kecil yang diputuskan segalanya tanpa dimintai pendapat.
Mereka sampai.
Pusat perbelanjaan yang luas, mewah, dengan lampu-lampu terang yang menggantung di langit-langit tinggi. Orang-orang berlalu lalang, sibuk dengan keranjang belanjaan mereka. Musik lembut mengalun di seluruh gedung, memberikan suasana yang nyaman.
Namun rasa nyaman itu seketika menghilang saat Allea melihat Monica sesekali merangkul lengan suaminya, tertawa renyah ketika Davendra mengatakan sesuatu. Ia hanya bisa menunduk, mencoba mengabaikan pemandangan yang menusuk hatinya.
Setelah berkeliling cukup lama. Mereka akhirnya berhenti di salah satu butik yang tampak memiliki apa yang mereka perlukan, mulai pakaian, tas, dan sepatu.
Monica tampak antusias saat memilih pakaian. Ia mengangkat beberapa kemeja dan memperlihatkannya kepada Deon yang hanya mengangguk asal.
"Bagaimana yang ini, Deon?"
"Boleh, aku suka."
Monica tersenyum puas. Ia begitu tenggelam dalam aktivitasnya hingga tak sadar bahwa kini hanya ada Allea dan Davendra yang berdiri bersebelahan. Deon telah meninggalkan mereka untuk membantu Monica.
Allea langsung merasa gelisah. Ia melirik Davendra sekilas dan segera berjalan menjauh, berpura-pura tertarik pada beberapa rak pakaian disana.
Namun, ketika ia melangkah lebih jauh, pria itu justru mengikutinya.
"Kau sengaja menghindar?" Suara berat Davendra terdengar di belakangnya.
Allea pura-pura tak mendengar dan tetap sibuk melihat-lihat. Tapi ia merasakan tidak nyaman jika mengabaikannya. Aura pria itu begitu dekat.
Ia menelan ludah saat menyadari bayangan Davendra ada di sampingnya. "Kenapa mengikuti ku?" gumamnya kesal.
Pria itu tidak menjawab. Ia hanya menyeringai dengan ekspresinya terlihat senang melihat gadis itu uring-uringan.
"Jangan ganggu aku, temani saja istri Om sana," ucap Allea seperti sedang merajuk.
Davendra tertawa kecil, lalu menundukkan kepalanya agar bibirnya dekat dengan telinga gadis itu. "Jadi kau lebih suka bersama Deon, huh?" bisiknya pelan.
Allea menegang, "jangan asal bicara," balasnya tajam.
Tapi sebelum ia bisa bergerak untuk kembali menjauh, tangan pria itu menangkap pergelangan tangannya dengan cepat.
"Omm—"
Dalam hitungan detik, tubuh Allea sudah ditarik ke dalam ruang ganti yang kosong.
BRAK!
Pintu tertutup rapat di belakang mereka.
"Om, tidak—"
Ucapan gadis itu terhenti saat bibir Davendra langsung menutup miliknya. Ciuman yang panas, mendominasi dan penuh gairah. Allea tersentak, tapi pria itu sudah menahan kedua tangannya di atas, mengurung tubuhnya di antara dinding dan tubuh kekarnya.
Hawa tubuhnya begitu dekat, membuatnya sulit bernapas.
Davendra semakin memperdalam ciumannya, seolah tak ingin melepaskan. Ia menggigit lembut bibir gadis itu sebelum akhirnya menjauhkan wajahnya sedikit.
"Kau cemburu padaku, huh?" suaranya rendah, terdengar puas.
Allea masih terengah-engah, wajahnya merah padam.
"Om bercanda?" gumamnya.
Pria itu tersenyum tipis. "Aku lihat wajahmu sejak tadi. Kau marah karena aku terlihat mesra dengan Monica, kan?"
Itu tidak salah, namun tak sepenuhnya benar. Tapi tetap saja membuat Allea terdiam dan tidak bisa membantah.
"Aku juga," lanjut Davendra, matanya menajam. "Aku tak suka kau berbicara dengan Deon seperti itu. Aku tak suka melihat kalian dekat."
Allea mendengus. "Lalu kenapa Om mengirim ku untuk kuliah dengannya?."
"Agar kau selalu ada dalam pengawasan ku."
Gadis itu menatapnya terkejut setengah emosi, akhirnya dia menemukan jawabannya. Akhirnya pertanyaan yang bersemayam di kepalanya sudah mendapat jawaban. Ternyata pria itu memang sudah merencanakan sesuatu. Dan itu artinya... Ia belum lepas.
Allea tak berkata lagi. Tanpa peringatan, pria itu mencium nya lagi. Kali ini lebih lembut, seakan mencoba menghapus kebingungan gadis itu.
Tiba-tiba—
"Davendra? Lea?" Suara Monica terdengar dari luar.
Allea langsung panik. Matanya membelalak, jantungnya hampir meloncat keluar. Berbeda dengan Davendra yang malah tersenyum kecil. "Jangan panik," bisiknya santai.
Tapi Allea sudah mendorongnya keras, matanya penuh ketakutan.
"Om, kita bisa ketahuan!"
Davendra hanya menatapnya lama, "Buka bajumu," ucapnya.
"Ha?" Allea terkejut. Apa yang sedang dipikirkan pria itu. Bisa-bisanya dia ingin Allea membuka bajunya.
"Buka saja cepat," tuntut nya. Namun Allea masih tak bergerak. "Buka sendiri atau Om yang buka?"
Tanpa berfikir lagi Allea langsung membuka bajunya. Dia sungguh tak bisa memikirkan apapun lagi, semoga saja ucapan pria itu bisa dipercaya.
Tak lama, pintunya terbuka. Allea dan Davendra keluar dari sana. Monica yang berdiri tak jauh dari ruang ganti menatap mereka bingung.
"Kalian—..,"
"Oh, bagaimana sayang menurutmu? Lea kesulitan untuk menarik resletingnya. Jadi aku membantunya," ucap Davendra santai seolah-olah semuanya baik-baik saja. Sementara Allea menelan ludah dalam, ia masih gelisah. Davendra tiba-tiba menyuruhnya untuk memakai dress yang ada di ruang ganti. Entah bagaimana ada disana.
"Itu cantik," Monica mengangguk. Meskipun dia merasa ada sesuatu yang tidak beres namun ia tak bisa berfikir tentang apa itu...
Davendra pergi meninggalkan keduanya, Monica mendekati Allea dan mengajaknya untuk memilih yang lain. Allea mengikuti wanita itu dengan canggung, meskipun tampaknya semuanya baik-baik saja tapi ia merasa ada gejolak yang tak bisa dijelaskan saat berada di dekat Monica.
...----------------...