Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galau
Bibirnya bergetar bagaikan menyambut segalanya. Sepasang mata yang terpejam. Ini gila, bagaikan tidak ingin mengakhiri segalanya.
"Bagaimana ini..." Batin Neil merasa ada yang aneh dalam dirinya.
Namun perlahan kala ciuman terpisah sesaat, dirinya dapat melihat tetesan air mata yang mengalir. Rasa sakit yang aneh terasa saat menyadari air mata itu mengalir.
"Hentikan." Pinta Neil menarik Cheisia ke dalam pelukannya. Bagaimana caranya agar rasa sakit ini menghilang, apa dengan air mata Cheisia yang terhenti, beban di dadanya akan lenyap?
Semuanya penuh tanda tanya bagi Neil."Jangan menangis lagi," bisiknya.
Tapi tidak ada jawaban dari Cheisia yang hanya bungkam tanpa kata. Haruskah dirinya mengatakan bahagia, karena dapat kembali bertemu dengan Neil? Haruskah dirinya mengatakan permintaan maaf, atas hal yang belum terjadi?
Karena itu hanya diam dalam senyuman, air matanya masih mengalir. Itulah yang dilakukan Cheisia.
"Sial!" Neil mengeratkan pelukannya. Tidak mengetahui bagaimana caranya menghentikan air mata wanita ini.
Hanya diam tanpa kata, itulah yang dilakukan oleh Neil. Sama dengan Cheisia... sejatinya hanya satu perasaan gadis itu... bahagia.
"Aku bahagia, teruslah marah dan mengumpat. Jangan diam dengan bibir pucat, jangan kehilangan napas dan sinar matamu." Kalimat yang tidak diucapkan oleh Cheisia. Dirinya benar-benar bahagia, apapun yang diucapkan Neil, selagi masih bernapas itu sudah cukup.
Sedangkan Neil pada akhirnya menghela napas tersenyum teduh."Berhentilah menangis, mungkin akan ada kesempatan." Kalimat ambigu, dengan maksud memberi harapan untuk dicintai olehnya. Berharap akan menghentikan air mata gadis ini.
Tetap tidak ada jawaban, Cheisia hanya tersenyum.
*
Mengintip keluar dari dalam bilik toilet setelah beberapa lama. Menyadari tidak ada satu orang pun, Neil menghela napas kasar. Untuk pertama kalinya dirinya nekat melakukan hal yang memalukan, membawa wanita ke dalam bilik toilet pria.
"Tidak ada orang. Hitungan ke 3 kita lari." Bisik Neil, dijawab dengan anggukan kepala oleh Cheisia.
"Satu...dua...tiga!" Dua orang yang keluar dengan cepat, berlari dari dalam bilik toilet. Tidak ingin terlihat sebagai pasangan laknat yang entah melakukan apa.
Di saat-saat seperti ini, sisi dingin Neil tidak terlihat sama sekali. Pemuda yang menariknya pergi, bahkan menyembunyikan Cheisia dengan menjadikan jaketnya sendiri sebagai tudung bagi gadis itu.
"Akhirnya!" Neil menghela napas lega, setelah melewati lorong menuju toilet pria."Ayo kita menemui ibu."
"Iya!" Cheisia tersenyum padanya.
"Jika lain kali kamu mengucapkan omong kosong lagi (rayuan), kamu akan tau akibatnya." Ancaman Neil.
"Aku mengerti! Akibatnya aku akan dikunci dalam kamarmu, kemudian bajuku akan dirobek---" Kalimat Cheisia terhenti kala Neil menutup mulutnya menggunakan tangan.
"Jangan katakan hal yang memalukan lagi. Mengerti!?" Perintah Neil, dijawab dengan anggukan kepala oleh Cheisia.
*
Langsung pulang? Tentu saja tidak, beberapa jenis cemilan mereka bawa. Tidak ada kalimat yang terucap, hingga pada akhirnya suara handphone terdengar, dengan nama pemanggil Hazel.
Menghela napas kasar pada akhirnya Cheisia mengangkatnya.
"Dasar mantan." Sindir Neil yang tengah menyetir.
"Cemburu?" Tanya Cheisia.
"Tidak!" Jawab Neil acuh, tapi sejatinya benar-benar memasang telinga ingin tau apa yang mereka bicarakan.
Cheisia mengangkat salah satu alisnya. Neil kala cemburu, begitu manis dimatanya."Halo, ada apa?" Tanyanya pada seseorang di seberang sana.
"Aku sedang berada di butik kamu bisa datang? Kebetulan ada temanku yang ingin kamu menjadi model butiknya. Sekalian kita bisa mencocokkan beberapa pakaian couple." Ucap Hazel dari seberang sana yang tengah memilih pakaian. Entah kenapa ada yang berubah dari Cheisia baginya. Sudah berapa hari tapi tidak ada satupun pesan yang didapatkannya dari cinta pertamanya.
"Aku tidak bisa, maaf tapi aku sudah mengatakan akan berhenti mengejarmu. Prinsip kita sudah berbeda, kamu menolak ku, karena aku tidak bisa bersikap baik pada Bianca kan? Kalau begitu carilah wanita yang bisa bersikap baik pada Bianca. Dan aku akan bersama pacarku yang sekarang. Karena dia mengijinkan ku bersikap buruk pada Bianca." Ucap Cheisia, menyandarkan punggungnya pada kursi penumpang bagian depan.
Kalimat yang sukses membuat Neil tersenyum. Tapi sejenak dirinya menggeleng, mengapa malah jadi tersenyum? Hubungan Hazel dan Cheisia bukan urusannya.
"Cheisia, tidak bisa seperti ini. Kamu boleh marah, tapi jangan marah terlalu lama. Bianca adalah penyelamat hidupku, aku harap kamu mengerti. Aku juga yakin kamu tidak serius dengan berandalan (Neil) itu. Begini, bagaimana jika aku menebusnya dengan makan malam di luar bersama?" Tanya Hazel, membuat Cheisia menghela napas kasar.
Refleks, ini gerakan refleks, bukan karena cinta atau cemburu. Karena Neil tidak cinta, jadi kita anggap saja melakukannya ini sebagai syndrome jealous akut.
Pemuda yang melepaskan salah satu tangannya dari setir. Kemudian memasang mode loud speaker, agar terdengar lebih jelas, walaupun tadi Neil mendengar ajakan Hazel pada Cheisia.
"Aku masih punya uang jika hanya untuk memberi makan pacarku. Tidak sepertimu yang hanya kalangan menengah." Pemuda yang tersulut emosi kemudian mematikan panggilan, barulah mengembalikan handphone Cheisia.
"Kamu cemburu?" Tanya Cheisia lagi memastikan.
"Tidak! Aku hanya tidak suka dia mencoba membelikan makanan untuk pacarku." Jawab Neil cepat.
Tapi.
Satu kecupan diberikan Cheisia pada pipi sang pemuda."Aku minta maaf, janji tidak akan mengangkat telepon dari pria lain lagi."
"I...itu urusanmu! Aku tidak peduli! Setelah mengantarmu, aku harus pergi mengurus usaha ibuku. Jadi jangan pernah berharap kamu mendapat kesempatan menarik perhatianku." Lagi-lagi Neil memberinya peringatan.
"Iya Kakanda. Tapi tolong panggil Adinda sekali saja." Cheisia kembali pada mode manja.
"A...A...adinda, sial!" Geram Neil, dijawab dengan tawa oleh Cheisia.
"Omong-ngomong, jangan pernah menangis lagi. Aku hanya mengucapkan beberapa kalimat, tapi kamu." Neil menghela napas kasar, mengingat kejadian di dalam bilik toilet.
"Aku tidak menangis karena sedih, aku menangis karena bahagia. Kamu tau rasanya kehilangan tujuan hidup? Aku tau, dan sekarang aku sudah menemukannya kembali." Ucap Cheisia menatap ke arah napas Neil, gerakan tangannya yang tengah menyetir. Suaminya benar-benar hidup, tidak meninggalkan dirinya.
"Tujuan hidup? Itu sungguh konyol. Dengan mengumpulkan uang dan kekuasaan, berada di puncak, maka semua orang akan takluk. Itulah tujuan hidup sejatinya." Neil tersenyum menertawakan pemikiran Cheisia.
Namun, Cheisia hanya menjawab dengan senyuman."Aku mengenal seseorang, pria keji yang mungkin dapat dikatakan memiliki kekuasaan seperti kaisar tirani. Pada akhirnya dia meninggalkan segalanya, hanya untuk hidup nyaman dengan istrinya."
"Omong kosong! Pria itu pasti menyesal meninggalkan segalanya, hanya demi seorang wanita." Neil menghela napas kasar, berucap dengan pemikiran yang rasional.
"Sepertinya tidak, pada akhirnya istrinya yang bodoh meninggalkan suaminya. Saat mereka bertemu kembali, merupakan saat terburuk. Pria itu memutuskan untuk mati, demi menyelamatkan istri yang begitu kejam padanya. Kalimat terakhirnya, ingin sang istri menemukan pria lain yang dapat membuatnya bahagia." Cheisia masih tersenyum menatap ke arah Neil.
Sedangkan Neil mulai tertawa."Pria yang begitu naif, menurutku dia bodoh."
"Benar, dia begitu bodoh. Begitu bodoh hingga wajah dinginnya tidak mencerminkan hatinya yang paling tulus..." Cheisia ikut tertawa. Kali ini, dirinya lah yang akan menjaga Neil.
"Maaf..." Satu kata yang tersimpan untuk suaminya.
*
Memasuki gerbang rumah peristirahatan. Mata Cheisia menelisik, dengan cepat membuka savety belt nya.
"Mobil ibuku(Sela)! Kenapa ibuku bisa ada disini!?" Teriak Cheisia panik.
"Bagaimana dengan kondisi mental ibuku(Yulia)?" Neil terlihat lebih panik.
Dengan cepat mereka memasuki rumah peristirahatan, disambut seorang pelayan.
"Apa yang dibicarakan ibuku dengan tamu yang baru datang?" Tanya Neil memastikan keadaan, sebelum benar-benar masuk.
"Mereka membicarakan tentang pernikahan." Jawab sang pelayan.
Lagian pikiran orang sukses kebanyakan ga sempet ngurusin hidup orang lain mending dia ngembangin bisnis, ngumpul cari koneksi ngomongin hal penghasil cuan drpd cuma ngurusin hidup sm masalah orang, target pasar mu salah mbak bi 😅
kakanda katanya🤣🤣🤣🤣
kopi sudah otewe ya 👍💕😍