NovelToon NovelToon
Kutukan Boneka Kayu

Kutukan Boneka Kayu

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Horror Thriller-Horror / hantu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Ia hanya sesosok boneka pada awalnya, hingga satu panggilan membuatnya terjaga.
Bergerak, bicara, bahkan menuruti apa yang kau pinta.
Ia melakukan apapun, asal kau berikan darahmu, sebagai bayarannya.
Namun, jangan sampai lengah! Karena ia akan menghisap jiwamu!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketujuhbelas

Maila makin terpingkal mendengar respon Deny yang terdengar sangat kesal. Dan Deny bersumpah tidak pernah melihat Maila segila ini. Tawanya benar-benar lantang hingga ia khawatir ada orang yang mendengar Maila ada di kamarnya. Deny baru saja akan membekap mulut Maila, namun gadis itu sudah diam lebih dulu. Maila tercekat saat melihat rambut panjang yang menjuntai dari atas lemari. Gadis itu melangkah, mendekat ke arah lemari lalu menarik rambut itu perlahan dan tubuh Salima pun terlihat. Maila meraihnya perlahan hingga gadis itu berhasil membopong tubuh Salima.

“Ternyata dia ada di sini,” gumamnya. Melihat itu Deny menelan ludah.

“Lakukan sekarang.” Maila merebahkan boneka itu di atas ranjang, kemudian merogoh saku celananya dan meraih pisau lipat di sana. “Pakai ini.”

Deny menggeleng.

“Deny...” Maila memutar bola matanya.

“Oke-oke.” Terpaksa, Deny meraih pisau lipat dari Maila dan membuka lipatannya.

“Aku harus memberinya perintah apa?” Deny masih ragu saat menekankan mata pisau pada telapak tangannya.

“Terserah kamu.”

Deny mengangguk, kemudian memejamkan mata saat ia menggores telapak tangan kirinya dengan pisau lipat.

Crash! Deny meringis saat luka di telapak tangannya mulai terbuka dan mengalirkan darah. Ia cepat-cepat mengusapkannya pada wajah Salima dan mengatakan, “Kamu jiwa yang mengisi tubuh Salima, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah kembali.”

Tubuh boneka Salima bergetar hingga terdengar suara-suara gemelatuk kayu. Deny menjauhkan tangannya dari wajah Salima, tapi boneka itu lebih dulu menahannya. Deny terbelalak saat muncul dua taring tajam pada mulut boneka Salima. Semua terlalu cepat hingga Deny tak sanggup menghindar saat sepasang taring itu tertancap pada telapak tangan Deny.

“Aaargh...” Deny berteriak kesakitan. Boneka itu mengoyak tanpa ampun. Maila mencoba menolong dengan menarik tangan Deny, namun tak berhasil. Panik, Maila pun meraih kursi di depan meja belajar, mengangkatnya tinggi-tinggi sebelum melemparkannya ke arah Salima. Kepala Salima sontak terpisah dari tubuhnya dan Deny pun bisa bernapas lega ketika Salima pada akhirnya melepaskan gigitannya.

Maila kembali mengangkat kursi itu dan menghantamkannya pada tubuh Salima hingga beberapa bagian tubuhnya hancur. Maila mengamati tubuh Salima, ia gemetaran. Sejurus kemudian ia mengalihkan perhatian pada Deny. “Kamu nggak apa-apa?”

Deny belum sempat menjawab, saat itu perhatiannya justru jatuh pada tubuh Salima yang bergerak-gerak.

“Gawat!” Maila meraih lengan Deny, “ayo kabur!!!”

Deny tak punya pilihan. Sama sekali tak pernah terlintas di benaknya jika semua akan berakhir seperti ini. Deny merutuk, kenapa pula ia dulu sangat menginginkan boneka yang kini justru membuatnya terjebak dengan masalah yang tak ada habisnya. Dihantui makhluk boneka hidup dan diteror.

“Aku nggak kuat lari lagi.” Deny tersengal, dadanya menyesak. Deny membungkuk, menahan lututnya agar tak jatuh. Mereka sudah beberapa menit berlari, namun Maila tak berniat untuk istirahat. Yang tak Deny mengerti, ia sama sekali tak melihat tanda-tanda Salima mengejar, namun Maila masih saja ingin melarikan diri.

“Salima tidak ada.” Deny bersandar pada dinding pertokoan, lalu perlahan merosot dan duduk sekenanya sembari bersandar.

“Nggak ada yang tahu. Dia bisa aja mengintai kita.” Maila menatap sekeliling, mencoba waspada. Ia masih mencoba mengajak Deny untuk bangkit lagi dengan menarik lengannya, namun kali ini Deny menepisnya. “Aku nggak mau kayak gini terus.”

Maila berdecak. “Makanya, selesaikan masalahmu.”

“Masalahku?” Deny setengah berteriak, ia langsung berdiri dengan berkacak pinggang. “Kamu sumber masalah ini bermula.”

“Kenapa malah aku?” Maila tak terima, enak saja sekarang malah disalahkan, pikirnya.

“Kamu yang bikin boneka Salima, kamu yang nyuri batang meranti di kuburan keramat!” Deny menekan bahu Maila dengan telunjuknya, dan tangan itu langsung ditahan oleh Maila. Maila kesal, sekaligus tersinggung dengan sikap Deny, itu sebabnya ia menghempaskan tangan Deny dan balas mendorong bahu pemuda itu menjauh darinya.

“Tapi kamu yang minta boneka itu! Kamu yang bikin masalah jadi sebesar ini!” teriak Maila.

***

Maila rasa ini hanya kesalah pahaman. Ia memang menyesali apa yang sempat ia ucapkan, sayangnya tak pernah ada kesempatan untuk minta maaf. Ia tak pernah melihat Deny sejak pertengkaran malam itu. Meski tinggal serumah, Deny tak pernah nampak

Usai pelajaran berakhir, Maila berinisiatif untuk menghampiri kelas Deny. Tapi ternyata kosong. Ia sempat mencoba menanyakan pada teman sekelas Deny meski sulit sekali mengajak mereka bicara. Kebanyakan merasa takut pada Maila yang lebih dikenal sebagai gadis kuntilanak.

“Aku bakal ngikutin kamu terus kalau nggak jawab pertanyaanku tadi.” Maila menghadang langkah salah seorang gadis yang sekelas dengan Deny.

“Please, jangan ganggu aku.” Gadis itu menepukkan kedua tangannya di depan wajah.

“Oke, kamu tinggal jawab dan aku akan pergi.”

Gadis itu menarik napas panjang. “Deny beberapa hari ini nginep di tempat kos Alvan, teman sebangkunya, dia makin pendiam belakangan ini. Kayak orang depresi, di sekolah pun dia jarang ikut pelajaran.”

“Dia tiap hari masuk sekolah?”

“Masuk, kok. Cuma jarang ikut pelajaran di kelas aja.”

“Oke, makasih ya.”

Gadis itu tidak menjawab, melainkan langsung ngacir setelah Maila menepi, membuka jalan untuk gadis itu.

***

Menu makan malam hari ini Mayang memasaknya sendiri. Ia memaksa Maila dan Aini bergabung di ruang makan meski keduanya sempat menolak karena sungkan.

“Sesekali coba masakan saya, nggak bakal keracunan kok.” Mayang tertawa sembari menata beberapa lauk di meja.

Aini membantu mengelap piring. “Bukan begitu, kami sungkan.”

“Halah. Nggak apa-apa. Mumpung saya masak banyak. Kebetulan Deny juga udah pulang tadi sore, makanya sengaja masakin kesukaan dia.”

Maila tersentak mendengar ucapan Mayang. Jadi Deny sudah pulang? Syukurlah kalau begitu, pikir Maila.

Tak lama kemudian, Deny turun dan bergabung di meja makan, ruang makan kini sudah penuh meski tanpa Hardy yang masih ada pekerjaan di luar sana.

Mayang mengambilkan nasi untuk Deny. “Mama masak cumi kesukaan kamu. Makan yang banyak ya.”

Deny mengangguk. “Pasti, Ma.”

Mayang tersenyum melihat isi piring Deny yang setara dengan jatah makan kuli kelaparan. Deny menikmati makanan malamnya pada mulanya, sebelum ia menggigit sesuatu yang keras dan membuatnya mengaduh. Deny kembali mengeluarkan makanan dari dalam mulutnya hingga jatuh ke lantai. Deny menjatuhkan pandangannya ke bawah dan melihat jari-jari kayu dengan belepon kecap tergeletak di sana. Mendadak Deny merasa mual. Ia nyaris muntah, namun buru-buru ditahannya. Sialnya, saat mengedar pandang pada meja, semua makanan terlihat seperti potongan bagian tubuh Salima yang hancur tempo hari.

1
estycatwoman
nice
estycatwoman
Nice 👌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!