Jebakan Cinta Dokter Anggi

Anggi turun dari mobil Morgan, ia lantas membuka pintu mobil miliknya sendiri dan masuk ke dalam mobil. Ya, saat ini mereka berada di cafe dimana Anggi menitipkan mobilnya.

"Minggir, aku mau keluar." pekik Anggi saat melihat mobil Morgan belum pergi.

"Areanya lebar, mutar saja." ucap Morgan.

"Kau maju saja agar aku mudah keluar." ucap Anggi lagi, membuat Morgan mau tak mau memajukan mobilnya sedikit.

"Sudah ya, aku pulang. Bye!"

Morgan mengikuti mobil Anggi demi memastikan wanita itu sampai rumah dengan selamat. Bagaimanapun, keselamatan Anggi menjadi tanggung jawabnya malam ini karena ia yang membawa Anggi pergi. Hingga ketika melihat mobil Anggi memasuki pelataran rumah keluarga Nugroho, Morgan berhenti mengikuti Anggi dan memutar arah menuju apartemennya.

Tiba di apartemen, Morgan langsung menuju lantai kamarnya berada. Baru saja membuka pintu kamar, sepasang tangan lentik melingkar sempurna di perutnya. Dapat ia rasakan pula saat kedua benda bulat menonjol itu menabrak punggungnya.

"Melly?" tebak Morgan. Sebab hanya satu nama itulah yang terlintas di otaknya saat ini. Nama salah satu wanita penghangat ranjangnya yang memiliki hak istimewa dari pada yang lain.

"I miss you, Honey." ucap Melly.

Morgan membalik tubuhnya dan langsung mencium wanitanya. "I miss you too."

Morgan dan Melly langsung memadu kasih di ruang tamu tersebut. Suara-suara kedunya benar-benar memenuhi setiap sudut di ruangan ini, hingga pantulan-pantulan suara itu membuat gairah keduanya kian memuncak. Dan pada akhirnya, pergulatan panjang itu 'pun tak dapat dielakan.

*

"Siang Kak." sapa Anggi saat memasuki ruangan dokter Zoe, kakaknya.

"Anggi? Kebetulan sekali kau datang."

"Oh ya, ada apa Kak? Apa kakak ada kesulitan perihal pekerjaan?" tanya Anggi sombong. Padahal yang banyak mengeluh dan banyak tidak tahunya dalam hal ini adalah ia sendiri. Tapi justru berlagak sok tahu di hadapan sang kakak.

"Kenapa kau bisa berada di acara yang sama denganku dan mas Sean kemarin. Memang kau menemani siapa? Apa salah satu pengantin itu adalah temanmu?"

"Oh, aku ke sana bersama pria-ku." jawab Anggi santai seolah tanpa beban.

"Jangan main-main dengan kata pria-ku, Anggi. Karena kata-kata itu adalah kata kepemilikan yang sebenarnya secara luar dan dalam antara pasangan suami istri."

"Iya Kak, Maaf." ucap Anggi saat ia sadar bahwa ia salah mengeluarkan kalimat. "Oh iya, dimana Naina?" tanya Anggi saat menyadari keponakannya itu tidak ada di sana.

"Dia sedang jalan-jalan di luar bersama Mbok Ijah. Kau sendiri kenapa ke sini, ada perlu?"

"Tidak juga, aku hanya ingin numpang makan saja. 'Kan lumayan kalau dapat makan siang gratis." ucap Anggi.

"Mana ada makan grat—"

Tok! Tok!

"Masuk!" perintah Zoe, melupakan pecakapan antara dirinya dan Anggi.

"Mas Sean memang benar-benar pengertian." ucap Anggi begitu melihat iparnya itu datang dengan membawa banyak makanan.

Anggi langsung mengambil plastik berisi nasi bungkus itu dan langsung membawanya menuju meja yang ada di ruangan sang kakak. Ia langsung saja membuka salah satu nasi bungkus tersebut dan memakannya. Tidak lagi ia pedulikan percakapan sepasang suami istri di depannya itu.

"Kroak! Upps!" Anggi menutup mulutnya sendiri saat ia bersendawa karena terlalu kenyang.

"Tidak sopan!"

"Maaf Kak." Anggi lekas bangkit dari duduknya dan izin pada sang kakak untuk menuju ruangan dokter umum, yang berarti juga ruangannya.