Pernikahan yang batal membuat Namira harus menikah dengan sepupunya. Untuk menjaga nama baik keluarganya dan juga pesantren Namira tidak punya pilihan lain.
Bian, yang merupakan sepupu Namira dan juga teman masa kecilnya harus mengikuti kemauan ibunya yang memang sangat menginginkan Namira sebagai calon menantunya sejak dulu.
Karena sudah lama tidak bertemu membuat pertemuan mereka sedikit canggung dan apalagi dihadapkan pada pernikahan. Tetapi bagaimanapun keduanya pernah menghabiskan waktu di masa kecil.
Namira dan Bian sama-sama memiliki pasangan di masa lalu. Bian memiliki kekasih yang tidak direstui oleh ibunya dan sementara Namira yang memiliki calon suami dan seharusnya menikah tetapi digantikan oleh Bian. Karena perzinaan yang dilakukan calon suaminya menjelang 1 hari pernikahannya.
Bagaimana Namira menjalani pernikahannya bersama Bian yang tidak dia cintai dan sebaliknya dengan Bian.
Jangan lupa untuk membaca dari bab 1 sampai bab akhir dan jangan suka menabung Bab....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8 Saling Mengerti
Bian baru saja keluar dari kamar mandi yang baru selesai bersih-bersih. Bian melihat Namira yang memasukkan lipatan terakhir pakaiannya ke dalam lemari.
Namira memang kalau melakukan sesuatu pasti sangat bertele-tele, tidak langsung selesai begitu saja. Memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Bian yang harus membuat Bian terbiasa dengan Namira dan begitu juga dengan sebaliknya.
Tatapi bukan itu yang mencuri perhatian Bian. Namira yang memakai piyama tidur senada dengan celana dan tanpa menggunakan hijab. Dia sebelumnya memang sudah selesai mandi dan menyelesaikan pekerjaannya.
Namira menyadari bahwa dia dilihat sejak tadi yang membuatnya melihat kearah Bian.
"Sudah selesai!" tanya Bian mengalihkan suasana canggung.
"Sudah," jawab Namira dengan anggukan kepala.
"Kalau begitu sebaiknya kamu istirahat, kamu juga pasti lelah dalam perjalanan dan juga harus memindahkan pakaian sampai selarut ini," ucap Bian.
"Apa itu merupakan sindiran untuk Namira yang memang kalau bekerja sangat lambat?" tanyanya.
"Saya tidak mengatakan apapun, kenapa kamu langsung berpikiran seperti itu," jawab Bian.
"Iya," jawab Namira.
Bian terlihat berjalan menuju sofa.
"Kak Bian!" panggil Namira dia mendekati Bian yang sekarang sudah berdiri di depan Bian.
"Ada apa?" tanya Bian.
Namira memegang lengan Bian, membuat Bian kaget.
"Hmmmm, Kakak akan tidur di sofa?" tanyanya dengan sangat gugup yang membuat Bian menganggukkan kepala.
"Ini kamar Kakak. Jadi Namira saja yang tidur di sana," ucapnya yang pasti merasa sangat tidak enak sekali jika menguasai di kamar Bian.
"Tidak usah, kamu seorang wanita dan lebih baik tidur di ranjang. Lagi pula sofa dan ranjang sama saja dan hanya beda ukuran saja," jawab Bian.
"Kalau begitu mari sama-sama tidur di ranjang," ucap Namira yang membuat Bian kaget mendengarnya.
Sementara Namira sudah memberanikan diri untuk meminta hal itu dan lihatlah betapa malunya dirinya dan wajahnya juga memerah langsung.
"Maksud Namira, kita sudah menikah dan tidak ada yang salah jika tidur 1 ranjang, Namira tidak mau dengan keberadaan Namira di kamar ini justru membuat Kakak sengsara dan ini juga bukan terjadi satu atau dua hari kedepan," ucap Namira memberikan alasannya agar tidak ada kesalahpahaman di antara mereka.
"Apa ada yang mempertanyakan soal ini kepada kamu?" tanya Bian.
"Maksudnya?" tanya Namira.
"Namira kamu di awal sudah mengatakan bahwa kamu belum siap dengan hubungan kita sebagai suami istri dan tiba-tiba kamu mengatakan seperti ini. Namira saya tidak suka melihat kamu menjadi orang lain dan harus terpaksa dalam suatu hal. Bukankah saya sudah mengatakan tidak akan memaksa kamu," ucap Bian.
"Tatapi jika tidak dimulai pelan-pelan maka sampai kapan, seperti apa yang Namira katakan bahwa ini bukan terjadi satu dua hari kedepannya Minggu bulan dan bahkan tahunan. Apa kita akan terus seperti ini seumur hidup," ucap Namira.
"Tidur di ranjang yang sama bukan berarti melakukan hal yang lain, kita berdua sama-sama mengetahui apa yang kita inginkan dan apa yang kita tidak inginkan. Sama-sama tidak siap dalam pernikahan ini,," ucap Namira yang sejak tadi berbicara begitu sangat gugup.
"Kamu ternyata benar-benar sudah dewasa, kamu menyikapi masalah begitu sangat bijak," ucap Bian.
"Sebelum menikah, Namira juga belajar bagaimana tentang pernikahan. Karena tidak ingin menjadi salah sebagai seorang istri," ucap Namira.
"Tetapi sayangnya tujuan kamu belajar karena kamu juga memiliki tujuan suami dan berbeda dengan saat ini," ucap Bian.
"Maaf, Kak. Bukan itu maksud Namira, tetapi apapun itu Namira mengetahui apa yang harus Namira lakukan dan Namira pasti berusaha seperti biasanya," ucap Namira.
"Tapi saya tidak ingin membuat kamu tidak nyaman," ucap Bian.
"Namira akan berusaha nyaman. Bukankah dulu kita juga pernah tidur satu ranjang?" tanya Namira.
"Tapi itu dulu Namira di saat kamu masih 7 tahun saya 12 tahun. Sekarang kita sudah dewasa dan saya yang akan gelisah jika kita tidur satu ranjang," batin Bian.
Namira mungkin tidak tahu saja bagaimana tersiksanya seorang pria tidur di sebelah wanita. Meski terlihat begitu cuek tetapi Bian pasti memiliki perasaan seperti itu.
"Kak Bian, jadi sebaiknya kita tidur satu ranjang saja," ucap Namira yang melihat Bian sangat serius.
"Baiklah!" sahut Bian tidak mempermasalahkan hal itu walau terlihat dari wajahnya sudah mulai pucat yang sekarang keimanannya benar-benar digoda istri sendiri.
Namira melepaskan tangannya dari lengan Bian yang tersenyum dan perlahan menaiki ranjang. Namira menarik selimut yang pasti sangat menjaga jarak dari Bian dengan tidur di paling ujung.
Namira merasakan tempat tidur itu sudah dinaiki yang mana Bian juga tidur di ujung dengan membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamar dan sementara Namira membelakanginya.
"Selamat Malam. Kak!" ucap Namira sebelum memejamkan matanya yang membuat Bian menoleh ke arahnya.
"Selamat malam," jawab Bian dengan menghela nafas yang mungkin harus sama-sama belajar seperti Namira.
****
"Di sini kamu itu menggemaskan sekali, Mama terus memaksa kamu ingin menginap di rumah Mama yang tidak mengizinkan kamu pulang!" ucap Farah yang tampak asik dengan menantunya itu saat mereka membolak-balikkan album masa kecil.
"Mama sangat suka sekali mencubit pipi Namira. Mama tahu tidak jika waktu itu Namira rasanya pengen marah, tapi takut jadi anak durhaka," jawabnya dengan wajahnya yang masih sangat menggemaskan.
"Kamu memang anak yang sangat baik, Mama tahu dari dulu kamu tunggu begitu sangat baik, selalu mengutamakan orang tua. Namira makasih ya kamu sudah menjadi menantu saya," ucap Farah.
"Mama itu mengatakan apa, seperti Namira sudah diincar saja dari kecil yang harus menikah dengan Kak Bian," celetuk Namira yang membuat Farah tersenyum.
"Sejak dulu saya memang menginginkan kamu menjadi menantu saya dan akhirnya semua itu terjadi," ucap Farah tersenyum.
"Namira, kamu harus berusaha ya, menjadi istri yang baik untuk Bian," ucap Farah.
Namira menganggukkan kepala.
"Oh. Iya Ma, Namira mau tanya. Apa kak Bian punya pacar sebelumnya?" tanya Namira.
"Mama tidak tahu, kenapa kamu tidak tanya saja langsung padanya," jawab Farah.
"Tidak berani, takut. Wajahnya menyeramkan," jawab Namira yang membuat Farah tertawa.
"Bian itu manusia dan buka monster. Jadi jangan takut padanya. Jika ingin berbicara dengannya maka kamu harus berbicara dan jangan sungkan-sungkan mengajaknya berbicara. Memang Bian yang kamu kenal dulu pernah marah pada kamu?" tanya Farah yang membuat Namira menggelengkan kepala.
"Sangat baik dan selalu melindungi Namira. Tetapi sekarang wajahnya berubah menjadi sangat dingin. Jadi Namira sedikit takut-takut," jawabnya.
"Jangan takut, kamu harus bisa membuka diri untuk suami kamu," ucap Farah yang membuat Namira menganggukkan kepala.
Mereka kembali melihat album foto tersebut yang keduanya sama-sama tertawa ketika melihat ada yang lucu. Bian menuruni anak tangga dan melihat ke arah Namira yang terus saja memperlihatkan wajah yang sangat ceria, bertambah cantik dan sangat menggemaskan.
Hanya di saat dia begitu sangat kecewa kepada calon suaminya dan di situlah Bian melihat sosok berbeda dari wanita itu yang terlihat begitu sangat marah dengan air mata yang mengalir dan garis itu juga sangat murung di hari pernikahannya.
Damian tersenyum kecil yang melanjutkan menuruni anak tangga dan suara langkah kakinya terdengar oleh Namira dan juga Farah yang menoleh ke arahnya
Bersambung.....
duhh zahra jgn sampe gagal ya petnikahanmu ilham pria baik dan ga bakal mengungkit kisahmu yg telah di perkosa si ferdi