Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 Memantapkan Diri
Safir segera melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup kencang. Padahal awalnya ia berniat membuntuti mobil yang di tumpangi Queen, setidaknya hingga Queen sampai rumah. Tapi siapa yang bisa menduga jika yang baru saja menghubungi dirinya adalah Reina. Calon mertua Safir yang baru saja memintanya untuk datang ke kantor Reina.
Perasaan Safir menjadi bingung. Untuk kepentingan apa Reina memintanya untuk datang ke sana. Safir jadi berfikir kalau mungkin saja saat ini Reina akan membicarakan pernikahannya bersama Divya.
Perasaan apa yang kini mendera Safir. Karena rasanya ia masih enggan untuk membicarakan pernikahannya, apalagi sekarang suasana hatinya sedang buruk setelah Queen memutusakan untuk berhenti bekerja.
Begitu sampai lokasi tujuan, Safir bergegas memasuki gedung kantor milik Reina tersebut. Ia segera menuju lantai dimana ruang kerja Reina berada.
"Masuk."
Setelah mengetuk pintu dan mendapatkan perintah dari dalam, Safir segera menurunkan gagang pintu. ""Maaf, Safir baru datang, Tante," ucapnya sambil menutup kembali ruang kerja Reina. Kedua matanya mengedar sekilas, tidak ada keberadaan Divya.
"Tidak apa-apa," Reina langsung mengabaikan komputernya yang sejak tadi ia gunakan. Perempuan paruh baya yang masih nampak cantik tersebut melepaskan kaca mata yang sejak tadi ia pakai. Reina beranjak untuk mengambil dua botol air minuman instan. "Ayo duduk, Safir."
Ucapan Reina tersebut membuat Safir menurut. Jujur saja, detak jantung Safir sudah tidak beraturan karena ia merasa kalau saat ini Reina akan kembali mencecarnya seperti semalam.
"Di minum."
"Baik, Tante," dengan cepat Safir meraih botol minuman tersebut, dan meneguknya hingga beberapa kali.
"Divya sedang meeting di luar. Tante yakin kalau kamu pasti tahu kan?"
Sebisa mungkin Safir memasang wajah biasa saja, walau sebenarnya ia juga baru tahu dari Reina. "Iya, Tante. Tadi Divya sudah bilang sama Safir."
Reina mengangguk pelan. Ia tersenyum samar saat melihat Safir menunduk. "Maaf jika Tante ingin tahu sedikit dan ini adalah hal yang sangat privasi. Apa yang membuat Safir menyukai Divya? Tante hanya penasaran saja, di saat lelaki lain mengajak Divya berkencan lebih dulu. Penjajakan karakter masing-masing sebelum memutuskan hubungan yang lebih serius, tapi Safir langsung melamar Divya di saat pernyataan pertama Safir padanya," jujur saja, Reina memberikan kesan positif atas tindakan berani Safir. Dengan begitu Safir tidak berniat untuk bermain-main saja dengan Divya. Tapi sebagai orang yang pernah muda, Reina sangat penasaran dengan hal itu.
Pertanyaan tersebut membuat Safir tersenyum samar. Ia menatap Reina penuh keyakinan. "Divya itu cantik dan juga mandiri. Dia terlihat elegan dan juga sangat dewasa. Itu penilaian Safir saat memperhatikan Divya, Tante," ucapnya jujur. "Setelah Safir menjalin hubungan dengan Divya, perasaan itu semakin tumbuh dan membuat Safir yakin kalau Safir tidak salah jatuh cinta dengan Divya."
"Bagaimana dengan Queen?"
Safir tidak menyangka kalau sekarang Reina kembali membawa nama Queen dalam obrolan mereka saat ini. Bukankah seharusnya Reina cukup membahas hubungannya dengan Divya saja. Tapi Safir harus tetap memberikan jawaban dari pertanyaan Reina.
"Bagaimana yang seperti apa maksud, Tante?"
"Penilaian kamu tentang Queen," jelas Reina. Ia kemudian menyesap air minumnya sambil memperhatikan air muka Safir saat ini.
"Queen itu periang. Bisa dengan cepat mengubah suasana agar lebih seru. Dan yang pasti, Queen itu cerdas," ucapnya pelan. Suara Safir bahkan tidak enak di dengar karena terdapat kekecewaan, setelah di tinggalkan Queen begitu saja.
"Anak tante yang cantik bukan hanya Divya, tapi Queen juga, ini hanya penilaian fisik sekilas. Jika mau membicarakan mandiri, Tante rasa Queen lebih mandiri dari Divya. Terbukti selama 3 tahun terakhir, Queen memilih bekerja sama dengan Safir ketimbang dengan Tante."
"Maaf, Tante," ucap Safir sambil mengeratkan kedua tangannya yang berkaitan.
"Ini bukan soal membandingkan, tapi Divya sepertinya tidak pernah berpikir untuk bekerja di luar perusahaan Tante ini. Namun, Tante tidak bisa memungkiri kalau Divya sangat berperan penting dalam mengurus perusahaan ini. Terlebih lagi setiap kali Tante meluncurkan produk terbaru. Divya selalu bisa Tante andalkan. Intinya mereka berdua sama-sama cerdas."
Safir hanya mengangguk pelan. Ia tidak mengerti arah tujuan pembicaraan Reina, karena membahas Divya dan Queen.
"Safir. Cinta itu datang karena terbiasa. Bahkan terkadang kita tidak pernah sadar dengan cinta yang sebenarnya ada di dekat kita. Tapi manusia terkadang sadar saat ia terluka dan juga kecewa," Reina sungguh bingung, cara bicara dengan Safir bagaimana. Karena yang ingin ia bela adalah kedua anaknya. "Sebelum menikahi Divya, tolong pikirkan sekali lagi. Apa kamu benar-benar mencintai Divya, atau hanya sebatas kagum. Atau mungkin saja ada seseorang yang sebenarnya kamu cintai tapi diri kamu sendiri tidak Sadar."
Reina merasa jika kini Safir berada di posisinya dulu. Hanya jalan kisahnya yang berbeda.
"Maksud Tante apa?" Safir jelas bingung, di saat ia akan menikahi Divya, tapi Reina justru bicara seperti ini.
"Kamu dan Queen itu sangat dekat. Kamu bahkan lebih perhatian dengan hal-hal kecil yang terjadi dengan Queen dari pada dengan Divya. Calon istri kamu sendiri. Tante hanya tidak ingin jika ternyata kamu mencintai orang yang salah. Dan semuanya terlanjur, lalu kamu menyesali hal ini. Tante akan bantu kamu, jika kamu sudah menemukan sebuah keyakinan dari hati kamu sendiri tentang siapa yang kamu cintai sebenarnya."
"Tante. Bukanah hal yang wajar jika Safir tahu tentang hal-hal yang di sukai dan tidak di sukai Queen? Karena kami bersahabat sejak kami SMA, sampai lulus kuliah. Safir sudah cinta dengan Divya tapi kenapa sekarang Safir justru di buat bingung dengan keputusan Safir ini. Seperti yang sudah Safir katakan, Tante. Hubungan Safir dan Divya tidak begitu inten. Kami hanya sesekali bertemu dan hanya saling bertukar kabar melalui ponsel. Hanya akhir-akhir ini saja kami sering bertemu karena mengurus persiapan pernikahan. Meski begitu, Safir sudah yakin dengan pilihan hidup Safir, Tante. Tapi jika ..." Safir menjeda ucapannya. Ia menghela nafasnya pelan karena ingin menenangkan diri dengan apa yang ingin ia ucapkan saat ini. "Jika Tante belum setuju, Safir ikhlas jika semua rencana kami harus di tunda dulu. Tapi yang pasti, yang Safir cintai adalah Divya. Sedangkan Queen adalah sahabat Safir."
"Jika memang Safir sudah yakin dengan keputusan Safir ini. Maka Tante tidak akan bertanya hal lainnya lagi. Lupakan apa yang telah Tante ucapkan tadi. Yang terpenting adalah Safir tanggung jawab dengan pilihan hidup Safir. Bagaimanapun kehidupan kalian kelak. Apapun yang terjadi nanti, tolong jangan pernah sakiti Divya," ucap Reina menuntut. 'Karena kamu sudah melukai hati Queen,' batin Reina. Bagaimanapun seorang anak membohongi orang tuanya. Tapi seorang Ibu pasti akan tahu saat anaknya sedang berbohong.
"Safir sudah memantapkan diri sejak lama kalau Safir akan menikahi Divya. Safir pasti tanggung jawab, Tante."
demo rumah emak guys