Namaku Inaya, aku baru lulus di sekolah menengah atas. Keseharianku membersihkan rumah, memasak, dan memberi makan ayam. Suatu hari, aku bertemu dengan seorang nenek yang kebingungan mencari kendaraan. Dia meminta bantuanku. Awalnya aku menolak, namun karena kasihan, akupun membantunya. Setelah itu, dia memberiku sebuah gelang. Aku sudah menolak, namun dia kekeh memaksaku menerimanya. Semenjak memakai gelang, kejadian aneh mulai bermunculan.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Hari ini ialah hari idul fitri. Aku dan keluargaku biasanya ziarah kemakam sang kakek dan nenek. Setelah itu kami pergi berkunjung kerumah nenek atau ibu dari ayahku. Diperjalanan, kecelakaan tak terelakkan terjadi. Aku terbang melayang dan jatuh keaspal. Tubuhku terguling-guling hingga memasuki sebuah empang atau biasa disebut kolam ikan. Aku sempat menatap gelang pemberian nenek tak kukenal, hingga kesadaranku pun hilang. Lalu setelah aku membuka mata kembali, aku berada ditempat asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zakina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 HAMPIR KETAHUAN
Kalian mau apa, hah!" Ucap Putri Amalia.
"Astaga, Ketahuan deh," Gumamku.
"Ka..mi," Gagap Putri Irha.
"It..u, ka..mi," Gugup Putri Andini.
"Mampus riwayat kita," Bisik Putri Irha.
"Pangeran Man, tolong suruh mereka lepaskan aku," Igau Putri Amalia memberontak. Dua orang pria berbadan tegap menahannya.
Aku, Putri Irha dan Putri Andini berbalik dan melihat Putri Amalia masih mengigau.
"Ku kira kita ketahuan, ternyata dia masih bermimpi," Ucapku.
"Ngagetin aja nih orang," Kesal Putri Andini.
"Jantungku hampir berhenti berdetak, kirain dia beneran bangun. Igaunya itu sungguh terlalu," Kesal Putri Irha
"Yuk kita keluar dari sini, sebelum dia beneran bangun," Ucapku.
"Yuk lah," Ucap Putri Andini.
Kami bertiga keluar satu-persatu. Aku keluar lebih dulu, disusul Putri Irha dari belakang. Lalu Putri Andini ikut nyusul, namun karena pijakan kakinya salah, akhirnya dia oleng dan terjatuh keluar jendela.
"BUGH, AWWWWW," Teriak Putri Andini.
"Siapa di sana?" Terdengar suara Putri Amalia dari dalam kamar.
"Cepat bangun!" Ucapku panik.
"Ayo kita sembunyi sebelum ketahuan," Ucap Putri Irha.
Kami bertiga bergegas bersembunyi di balik dinding lain.
"Tidak ada siapa-siapa? Lalu itu yang teriak siapa? Jendela ini kenapa terbuka? Perasaan tadi tertutup? Apa aku berhalusinasi? Mungkin," Gumam Putri Amalia segera menutup jendela dan kembali ke tempat tidur.
"Huh, selamat," Ucapku.
"Kau sih Andini, pakai teriak segala. Hampir saja kita ketahuan, untung kita cepat bersembunyi," Ucap Putri Irha.
"Gimana lagi, pinggangku tambah parah sakitnya. Semua ini gara-gara jendela gak ada akhlak itu," Kesal Putri Andini.
"Kau malah nyalahin jendela mati. Bukannya nyalahin diri sendiri yang ceroboh," Ejek Putri Irha.
"Sudah, kita balik ke kamar kita masing-masing. Aku udah lelah dengar perdebatan kalian. Bay," Ucapku melenggang pergi.
"Ini gara-gara kau, Khina pergi karena kau," Ucap Putri Irha menyalahkan Andini.
"Kok malah aku, kau tuh yang salah, malah nyalahin orang lain," Ucap Putri Andini.
'Mereka mulai lagi, huh. Sudahlah, aku gak perlu pusing mikirin mereka,' Batinku mempercepat langkah menuju ke kediamanku.
●●●●●●●
Keesokan harinya, matahari mulai terbit. Ku dengar suara bising di luar.
"Berisik amat sih, ganggu tidurku saja. Hoaamm," Ucapku menguap.
"Hahahaha," Suara tawa dari luar.
"Hadeh, berisik banget. Gimana aku mau tidur nyeyak kalau gini," Gumamku kesal.
Aku memutuskan keluar dari kamar, namun ku urungkan karena badanku terasa bau. Ku putuskan untuk mandi lebih dulu.
Tak lama kemudian, setelah mandi dan berdandan tipis, aku berjalan keluar kamar. Ku liat para pelayan dan pengawal tertawa terbahak-bahak.
"Mereka kenapa ketawa sendiri? Apa mereka sudah gila?" Gumamku. Karena rasa penasaran, ku coba bertanya ke salah satu pelayan.
"Ada apa ini, kenapa kalian tertawa kayak orang gila?" Tanyaku.
"Pangeran, hahaha," Tawa Pelayan itu.
"Pangeran apa? Kalau bicara di perjelas, biar aku paham," Ucapku.
"SIAPA YANG BERANI MELAKUKAN INI!" Teriak Pangeran Bima dan Putri Amalia bersamaan.
Ku tengok ke kanan, aku terkejut melihat dandanan mereka.
"Pufffttt, hahaha," Tawaku.
"KAU YANG MELAKUKAN HAL INI!" Teriak Putra Mahkota Yudistira.
"Eh, jangan asal tuduh. Itu bisa jadi fitnah dan pencemaran nama baik. Kau bisa di tuntut dalam pasal berlapis....eh, maksudku kalian bisa di penjara seumur hidup," Ucapku. 'Aku hampir lupa kalau ini jaman kerajaan, mana ada pasal-pasal di sini.'
"Lalu kenapa kau tertawa?" Tanya Putri Amalia.
"Aku habis lihat badut lucu dan buat aku ketawa terus," Elakku.
"Apa itu badut?" Tanya mereka bingung.
"Emm..itu..gimana ya jelasinnya," Ucapku tergagap.
"HALLO BESTIE," Teriak Putri Andini berlari ke arahku.
"BESTIE," Panggil Putri Irha ikut berlari menghampiriku.
"Ternyata kau disini, tadi aku cari ke kamarmu, kamu gak ada," Ucap Putri Irha.
"Bener tuh, kami capek-capek cari kamu di kamar, gak taunya kau disini," Ucap Putri Andini.
"Kau ngapain kesini?" Tanya Putri Irha.
"Tuh," Tunjukku ke arah Pangeran Yudistira.
Putri Irha dan Andini menengok kebelakang.
"AAAAAA! ADA HANTU," Teriak Putri Irha langsung bersembunyi di balik punggungku.
"Hahaha, itu bukan hantu bodoh," Ucap Putri Andini.
"Mereka bukan hantu, dia Putra Mahkota Yudistira, yang disebelahnya Putri Amalia dan yang satunya Pangeran Bima," Ucapku.
"Ups, tak ku sangka melihat hasilnya yang memuaskan. Hahaha, semalam ku kira...," Ucapan Putri Irha terpotong saat ku bekap mulutnya.
"Semalam kau tidur pulas, itu kan maksudmu," Ucapku.
"Ayo kita ke ruang makan, aku udah lapar," Ucap Putri Andini menarik tangan Putri Irha. Aku ikut menyusul mereka.
Setelah berjalan cukup jauh dari mereka, Putri Andini mulai membuka obrolan.
"Kau mau beberkan misi yang kita lakukan semalam, hah. Apa kau mau kita di gantung di alun-alun, jika sampai semua orang tau, hah. Kau ini bodoh sekali," Ucap Putri Andini.
"Maaf," Ucap Putri Irha.
"Meef-meef," Ejek Putri Andini menirukan ucapan Putri Irha.
"Kalian tidak usah berdebat, nanti semua orang bisa curiga," Bisikku.
"Yayaya," Ucap Putri Andini.
Kami berjakan menuju ke ruang makan istana kerajaan.
"Pufftt," Salah satu Pelayan menahan tawa.
"Kau kenapa ketawa! Kau sudah bosan hidup!" Ucap dingin Putra Mahkota Yudistira.
"Ada apa ini, Putra Mahkota?" Tanya Putra Mahkota Ilyas dan Raja Dayat bersamaan. Dengan posisi Putra Mahkota Yudistira membelakangi mereka.
Putra Mahkota Yudistira berbalik dan membuat Raja Dayat terkejut.
"Pufttt.....kau habis melakukan apa, hingga wajahmu merah-merah?" Ucap Putra Mahkota Ilyaa menahan tawa.
"Apa yang terjadi dengan kalian?" Tanya Raja Dayat.
"Saya tidak tau, Yang Mulia. Saat kami terbangun, para pelayan tiba-tiba berteriak ketakutan saat melihat saya. Lalu saya keluar dan mencari tau, tiba-tiba para pengawal jatuh pingsang setelah melihat saya. Saya jadi bingung, lalu saya bertemu dengan Pangeran Bima dengan penampilan menyeramkan....," Ucapan Putra Mahkota Yudistira menggantung.
"Lalu Kakak teriak dan menyerangku menggunakan pedang. Untung saya cepat menghindar, kalau tidak mungkin kepala saya sudah terbela," Ucap Pangeran Bima.
"Kenapa bisa Putra Mahkota Yudistira menyerangmu?" Tanya Putra Mahkota Ilyas.
"Saya mengira Pangeran Bima sudah mati dan saya berpikir dia menjadi mayat hidup. Dengan itu saya menyerang pangeran Bima, untuk melindungi diri," Terang Putra Mahkota Yudistira.
"Yang Mulia Raja, Putra Mahkota Ilyas, kami butuh keadilan," Ucap Putri Amalia.
"Tolong tangkap siapapun yang sudah berani mengerjai kami," Sambung Pangeran Bima.
"Jangan membuat kami berpikir kalau kerajaan anda tidak memberi keadilan untuk kami," Ucap Putra Mahkota Yudistira.
"Kau tenanglah dulu, saya akan mencari pelaku yang telah mengerjai tamu saya. Mereka akan saya hukum seberat-beratnya. Sekarang Putra Mahkota, Pangeran Bima, Putri Amalia, sebaiknya kembali ke kediaman kalian dan bersihkan wajah kalian. Kami menunggu kedatangan kalian di ruang makan," Ucap Raja Dayat.
"Salam Yang Mulia, kami pamit undur diri," Ucap Putra Mahkota Yudistira.
"Saya harap, Yang Mulia menenggakan keadilan," Ucap Putri Amalia.
"Saya akan mencari sendiri pelaku yang sudah membuat tamu kehormatan kami terganggu," Ucap Putra Mahkota Ilyas.
Di ruang makan, Pangeran Bima dan Putri Amalia kembali membahas masalah yang menimpah mereka.
"Kami butuh keadilan, Yang Mulia," Ucap Putri Amalia.
"Kalau Yang Mulia gagal mendapat pelaku yang mengerjai kami, maka kami sendiri yang akan mencari dan membunuhnya," Ucap Pangeran Bima.
"Uhuk...uhuk," Aku, Irha dan Putri Andini. tersedak makanan saat mendengar perkataan Pangeran Bima.
"Minumlah," Ucap Putra Mahkota menyerahkan air ke Irha.
"Kau minum dulu," Ucap Pangeran Arjuna dan Pangeran Nakula bersamaan menodorkan gelas berisi air.
Aku mengambil kedua gelas berisi air tersebut dan meneguknya secara bergantian.
"Kalian tidak memberiku minun? Uhuk....aku juga....uhuk..tersedak," Ucap Putri Andini.
"Ini minum airku," Ucap Pangeran Bima menyerahkan gelas bekasnya.
Putri Andini memilih meneguk air minumnya sendiri.
'*Jijik amat kalau aku sampai minum bekasnya. Ih membayankannya saja sudah membuatku mual*,' Batin Putri Andini.
'*Waduh, sekarang gimana nih. Pangeran Bima ancamannya sadis bener*,' Batinku.
'*Huaa, Kevin...aku pengen kembali ke dunia modern, aku gak mau mati konyol disini*,' Batin Putri Irha.
"Kalian kenapa?" Tanya Raja Dayat.
"Aku....aku," Gagap Putri Irha.
"Kami lihat cicak di dinding, itu yang membuat kami tersedak," Elak Putri Andini.
'*Astaga, jawaban apa itu, sungguh jawaban yang tidak masuk akal. Kalau begini mereka semua bisa curiga sama kami*,' Batinku.
"Cicak? Apa hubungan tersedak sama cicak?" Tanya Raja Dayat.
"Sungguh jawaban bodoh," Ejek Ratu Helena.
"Maksud Putri Andini ialah, kami makan terlalu terburu-buru, hingga kami tersedak," Ucapku.
"Bagaimana kalian bisa tersedak bersamaan?" Tanya Putri Amalia penuh curiga.
"Emmm itu....," Gagap Putri Andini.
"Kebetulan. Iya itu hanya kebetulan," Ucapku cepat.
Mereka menganggukkan kepala dan tidak bertanya-tanya kepada kami lagi.
'*Aku curiga pada mereka*!' Batin Putri Amalia memicingkan kedua matanya ke arah kami.
'*Tenang Nur, tenang. Kau tidak boleh terlihat gelisah atau takut. Jangan sampai Putri Amalia mencurigaimu*,' Batinku menenangkan diri.
●●●●●●
Keesokan harinya, tepat hari perayaan ulang tahun Putra Mahkota Ilyas. Aku memakai baju games sesuai dengan gambar yang ku buat. Itupun gambarku di perbaiki oleh pangeran Arjuna. Setelah memakai kerudung, ku liat Zahra mengintip ke celah-celag pintu.
"Zahra, kau kenapa disitu? Ayo kesini, biar Bunda membantumu memakai gaun.
Tidak ada jawaban, perlahan aku mendekati pintu dan langsung membukanya. Lalu ku tahan tangan Zahra yang terkejut hendak melarikan diri.
"Zahra, apa yang terjadi padamu sebenarnya? Kenapa kau menghindari Bunda terus-terusan? Apa salah Bunda padamu?" Tanyaku.
"Hiks..hiks," Tangis Zahra.
"Eh, kenapa kau menangis? Oke-oke, Bunda tidak akan bertanya sebelum kau mau bicara. Yuk sebaiknya Bunda dandani princess tersayangku. Sini Bunda pakaikan gaunmu," Ucapku menarik tangan Zahra. Saat hendak menutup pintu, tiba-tiba Putri Dinibi mendobraknya. Aku menghindar dan menarik tangan Zahra kepelukanku.
"BRAK........Hallo Bastie," Ucap Putri Andini berlari begitu cepat hingga membuatnya jatuh tersungkur ke depan, pas mengenai sisi ranjang.
"Brugg....Awh, sakit banget. Kepalaku jadi terbentur gara-gara kau," Ringis Putri Andini. Dia menatap kesal kearahku.
"Hahaha, makanya jangan lari, jatuh kan. Sudah ku bilang jangan lari, kau kagak mau dengar. Jatuh, baru ngeluh," Ejek Putri Irha.
"Maaf, tak kira hantu, hahaha," Candaku.
"Sebel, sebel, kalian nyebelin," Kesal Putri Andini.
"Hahaha, tak urus. Mau kau sobal, subek atau sebel, nggak bakal ada yang kasian," Ejek Putri Irha.
"Kalian ngapain kesini?" Tanyaku.
"Tuh, Putri Andini pengen pamer gaun," Ucap Putri Irha.
"Untuk apa? Bukankah aku udah pernah lihat," Ucapku.
"Kau kan hanya liat gaun ini doang, kau enggak melihatku menggunakan gaun ini. Jadinya aku ke sini mau meminta kau menilai gaun yang kukenakan ini," Ucap Putri Andini.
"Nol persen," Ejek Putri Irha.
"Diam kau! Aku kagak nanya padamu, aku nanya pada Putri Khina," Ucap Putri Andini.
"Yeee, di bilangi, malah nggak percaya," Ucap Putri Irha.
"Gimana, Putri Khina?" Tanya Putri Andini.
"Seratus persen," Ucapku.
"Benerkah, makasih atas pujianmu. Bestie-ku emang the best," Ucap Putri Andini.
"Seratus persen buat Zahra, pufftttt" Ucapku menahan tawa.
"What? Jadi pujianmu itu buat Zahra?" Ucap Putri Andini.
"Hahahaha, makanya dengerin perkataan Putri Khina hingga selesai dulu, baru kau jingkrat-jingkrat kayak kuda," Tawa Putri Irha.
"Terlalu. Kalian fix nyebelin," Kesal Putri Andini keluar kamar.
"Tunggu...kamu nggak mau dengar penilaianku?" Tanyaku.
"Enggak mood," Ucap Putri Andini melenggang pergi.
"Tadi katanya minta di nilai, ini malah pergi nyelonong," Ucapku.
"Hahaha, ya iyalah pergi, dia kan sebel sama kau," Ucap Putri Irha.
"Kan aku hanya bercanda," Ucapku.
"Bunda, Aunty, kapan kita ke aula? Dari tadi kalian bicara, kapan sampainya?" Tanya Zahra.
"Yuk, kita ke aula istana, Putri cuantiknya Aunty," Ajak Putri Irha.
Kami berjalan menuju ke aula istana. Sesampainya di aula, penjaga meneriakkan nama kami, lalu kami memasuki ruang aula.
...¤**BERSAMBUNG**¤...