TERLEMPAR KEZAMAN KERAJAAN KUNO
...VISUAL :...
☆☆ Inaya/Putri Khina : Baik, cantik, suka menolong, ceria, penyayang, pengertian, cuek dan baperan.
☆☆Visual Putri Khina di zaman kerajaan kuno....
``````````````
☆☆Putra Mahkota Ilyas/Ilham Hidayat : Baik, penyayang, cool, bucin, dingin, cuek, penyanyang hanya kepada ibunda dan wanita yang dicintainya saja. Ilham dan Ilyas memiliki wajah yang sama.
````````````````
☆☆Putri Izzatun : Egois, sombong, Jahat, licik, bermuka dua, iri dengki, tukang hasut, gila akan tahta dan harta, Terobsesi untuk jadi ratu dikerajaan.
``````````````
☆☆Putra Mahkota Manjaya : Baik, sopan, tegas, dingin jika berhadapan dengan orang asing. Wajah Putra Mahkota Manjaya sama dengan wajah Rusman di dunia moderen.
`````````````
☆Putri Irha/Tina : Ceria, baik, bucin, dan sahabat Inaya/Putri Khina. Wajahnya sama dengan wajah di zaman kerajaan kuno.
```````````
☆☆Putri Andini/ Dilla : Baik, egois, keras kepala, Iri, bermulut pedas, Tidak setia dan sahabat Putri Khina. Wajah Putri Andini/Dilla sama persis. Yang membedakan hanya dari rambut dan warna kulit. Putri Andini memiliki kulit putih sedangkan Dilla kuning langsat.
```````````````````
☆☆Raja Mandala Putra/Andre : Egois, keras kepala, kejam, licik, jahat. Keduanya memiliki kesamaan wajah. Hanya iris matanya di dunia moderen bewarna hitam sedangkan di zaman kerajaan kuno bewarna Kuning.
``````````````
☆☆Putri Amalia : Baik, sopan, murah senyum, penyayang, sedikit egois, mudah tersinggung. Wajah Putri Amalia sama dengan wajah Inaya didunia moderen. Kekasih Putra Mahkota Manjaya.
●●●●●●●●●
¤Menolong Orang Tak Dikenal¤
Inaya Wijayanti, seorang putri kedua dari Taharuddin dan Nurmin. Dia memiliki 1 Kakak dan 2 Adik. Sang Kakak meninggal 40 hari yang lalu, akibat penyakit yang dideritanya.
Hari ini ialah hari senin, seperti biasa, Inayah bangun pagi-pagi untuk membersihkan rumah. Setelah itu, Ia mengantar Andin ke sekolah. Lalu, Ia mengantar Aldi kesekolah. Setelah Aldi sampai di sekolah TK dan masuk kedalam kelas. Inaya mulai melajukan motornya pulang. Namun tiba-tiba seseorang berdiri tepat di depan motornya. Seorang Nenek berpakaian kebaya dan menggunakan tongkat untuk berjalan. Rambutnya tersanggul dengan tusuk kondek menjulang ke atas.
"Criiiiiiitttt (Merem motor).....Nek, kenapa Nenek berdiri disitu? Tolong Nenek minggir ya, aku mau pulang," Ucap Inaya. Ia membatin, 'Aku harus cepat pulang, nanti Mama marah lagi padaku. Mama mau ke pasar jualan pakaian. Dan rumah belum bisa ditinggal sendiri. Harus ada yang berada didalam rumah. Mitos setempat mengatakan setelah hari ke empat puluh orang meninggal, maka pemilik rumah tidak boleh pergi jauh. Rumah tidak boleh kosong.'
"Cuk, boleh antar Nenek pulang?" Tanya Nenek yang berdiri di depan motor Inaya.
"Maaf Nek, aku harus pulang," Ucap Inaya.
"Tolong Cucuk, antar Nenek. Rumah Nenek berada dalam kebun dan jarak dari sini ke kebun sangat jauh. Nenek tidak sanggup berjalan. Disini tidak ada kendaraan yang lewat. Cucuk mau antar Nenek kan?" Ucap Nenek.
"Kendaraan ada kok, Nek. Itu...." Ucapan Inaya terhenti saat menengok sekeliling dan tidak melihat kendaraan apapun. Ia kemudian membatin, 'Lah, bukannya tadi banyak kendaraan yang lewat? Kok tiba-tiba jalanan jadi sepi gini?'
"Cucuk, kamu mau antar nenek?" Tanya Nenek itu lagi.
'Kasian juga nenek ini. Apa aku antar dulu saja kalik ya? Tapi kalau Mama marah gimana? Biarlah dia marah, aku mau menolong nenek ini dulu. Aku enggak masalah kalau dia marah atau bahkan sampai memukul ku sekalipun. Aku sudah terbiasa dengan itu semua,' Batin Inaya.
"Kalau Cucuk tidak mau, Nenek akan pulang sendiri," Ucap Nenek sembari melangkah pergi menggunakan tongkatnya.
"Tunggu Nek, biar aku antar Nenek pulang. Ayo Nek, naik," Ucap Inaya.
Nenek menaiki motor, Inaya mulai melajukan motor menyisiri tiap jalan.
'Kok aneh bener ya? Kenapa tidak ada kendaraan yang lewat sama sekali? Kenapa juga rumah-rumah warga pintunya tertutup semua? Biasanya rumah-rumah warga pada terbuka. Apa mereka lagi keluar kota atau kesuatu tempat kalik ya? Bisa jadi sih...tapi kenapa pintu-pintu rumah warga semuanya tertutup ya. Gak mungkin kan kalau mereka janjian pergi bersama,' Batin Inaya.
Nenek langsung menepuk bahu Nur dan berkata, "Cucuk, semua warga saat ini sedang berkampanye di depan kantor kepala desa," Ucap Nenek.
'Deg...kenepa Nenek ini bisa tau?' Batin Inaya mulai takut.
"Kamu tidak usah takut sama Nenek. Nenek tau dari beberapa warga setempat yang kebetulan berpapasan waktu Nenek jalan kaki tadi," Ucap Nenek.
"Oooo, gitu," Ucap Inaya yang nasih sedikit heran.
Tak lama kemudian, Inaya melajukan motornya memasuki daerah kebun.
"Rumah Nenek yang mana?" Tanya Inaya menghentikan motornya. Ia melihat beberapa rumah di daerah kebun.
"Bukan daerah sini Cucuk, rumah Nenek masih jauh dari sini. Ada didalam hutan, Cucuk tinggal lurus-lurus," Ucap Nenek.
Inaya mengangguk dan mulai melajukan motor mengikuti arahan Nenek.
"Belok kiri, lalu lurus. Di pertigaan jalan kamu ambil jalan kiri, lalu lurus," Ucap Nenek.
'Banyak amat beloknya, aku jadi sedikit pusing. Sabar Ina, sabar, jangan ngeluh. Menolong orang itu harus ikhlas,' Batin Inaya.
Satu jam kemudian, akhirnya Inaya sampai di depan rumah Nenek.
"Terimah kasih Cucuk, kamu memang anak yang sangat baik," Ucap Nenek menuruni motor Inaya. Lalu kemudian dia mengelus kepala Inaya yang tertutup hijab.
"Sama-sama Nek, aku pamit pulang ya Nek," Ucap Inaya.
"Tunggu sebentar, Cucuk. Ini ada hadiah buat kamu," Ucap Nenek menyerahkan sebuah gelang karet usang ke Inaya.
"Maaf Nek, aku enggak bisa terima. Aku ikhlas antar Nenek pulang," Tolak Inaya.
"Jangan menolaknya, Cuk. Anggap ini hadiah kasih sayang Nenek padamu," Ucap Nenek menaruh gelang di telapak tangan Inaya.
'Melihat ketulusan Nenek, aku jadi teringat dengan Nek Ranti,' Batin Inaya dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Nenek pasangkan gelang ini untukmu ya, Cucuk. Tolong kamu jaga gelang ini baik-baik," Ucap Nenek mengambil gelang di telapak tangan Inaya, lalu memasangkannya ke pergelangan tangan Inaya.
"Makasih Nek, aku janji bakal menjaga gelang ini baik-baik," Ucap Inaya tersenyum senang.
"Sama-sama, Cucuk," Ucap Nenek.
"Kalau begitu, aku pulang Nek," Ucap Inaya menyalim tangan Nenek.
Inaya menstater motor dan perlahan melajukan motornya.
'Astaga, aku belum ucap salam,' Batin Inaya.
Saat Ia menoleh kebelakang, Ia terkejut saat tidak melihat Nenek maupun rumah Nenek dibelakang.
"Lah, kok Nenek dan rumahnya tiba-tiba hilang? Bukankah tadi ada disini? Kenapa sekarang berubah jadi pohon besar gini? Apa jangan-jangan yang tadi aku antar bukan manusia..." Gumam Inaya bertanya-tanya.
Tiba-tiba bahunya di tepuk dari belakang.
"SETAANN," Teriak Inaya refleks.
"Mbak, saya bukan setan. Mbak mau apa disini? Disini tempat keramat, Mbak. Jangan memasuki daerah sini, bahaya," Ucap Ibu paruh baya.
"Maaf, Bu. Saya kira tadi yang pegang bahuku itu setan. Maaf sudah salah sangka. Saya masuk ke daerah ini karena tadi saya baru mengantar seorang Nenek pulang kerumahnya. Saat saya hendak pulang, saya lupa mengucapkan salam. Dengan itu saya menoleh kebalakang. Pas menoleh, saya kaget karena tidak melihat Nenek itu dan bahkan rumahnya juga. Yang aku liat malah pohon beringin ini," Ucap Inaya.
"Ikut Ibu sekarang, kamu harus pulang. Tempat ini berbahaya," Ucap Ibu.
"Bahaya apa maksudnya, Bu?" Tanya Inaya.
"Sudah jangan banyak tanya, ikut Ibu sekarang," Ucap Ibu itu langsung menaiki motor Inaya.
'Ini ibu-ibu kenapa pula lagi? Main naik aja tanpa izin. Emang aku sopirnya, hingga dia main perintah seenaknya,' Batin Inaya mengeluh.
"Jalan cepat, keburu seseorang datang kemari. Dia sangat berbahaya," Ucap Ibu.
"Siapa yang akan datang, Bu?" Tanya Inaya.
"Jalan sekarang!" Ucap Ibu itu dengan intonasi dingin.
Inaya mengangguk dan mulai melajukan motornya keluar dari hutan. Ia mengikuti petunjuk arah jalan keluar dari kebun.
'Ibu ini aneh banget. Bahaya apa yang dia maksud? Dan siapa orang yang akan datang dan katanya berbahaya itu?' Batin Inaya bertanya-tanya.
Setelah Inaya sudah hampir melewati hutan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan.
"BERHENTI KAU MANUSIA LEMAH, SERAHKAN GELANG ITU PADAKU!" Teriak Seseorang dari kejauhan.
"Bu, ada suara orang berteriak," Ucap Inaya menghentikan laju motor.
"Tidak ada? Ibu tidak mendengar suara apapun," Ucap Ibu.
'Apa aku salah dengar?' Batin Inaya.
"BERHENTI KAU MANUSIA LEMAH, ATAU KAU AKAN TERIMA AKIBATNYA!" Teriak Seseorang dari kejauhan.
"Tuh, ada yang teriak lagi, Bu" Ucap Inaya menghentikan motornya lagi.
'Anak ini pasti mendengar suara dia,' Batin Ibu.
"Ayo Bu, kita liat," Ucap Inaya hendak turun dari motor.
"Jangan! Kita pulang sekarang, Ibumu pasti mencemaskanmu," Ucap Ibu.
'Oh iya ya, aku sampai lupa. Pasti Mama saat ini lagi nunggu aku dirumah dan dia pasti sangat-sangat marah padaku karena telat pulang,' Batin Inaya sedih.
Ia kembali menstater dan melajukan motor. Setelah sampai di jalanan besar. Ibu yang ada diatas motor memilih turun.
"Ibu turun disini. Kamu jangan pernah mamasuki daerah hutan itu lagi!" Peringatan Ibu itu.
"Kenapa, Bu?" Tanya Inaya.
"Dengerin apa kata saya. Jangan pernah memasuki hutan terlalu jauh. Disana bahaya, dia mengincarmu," Ucap Ibu.
"Dia siapa? Dari tadi Ibu bilang dia, aku nggak ngerti maksud Ibu," Tanya Inaya.
"Binatang buas," Ucap Ibu.
"Ooooo, baiklah. Aku gak akan kesana lagi," Ucap Inaya.
"Pulanglah, Ibumu pasti sedang menunggumu," Ucap Ibu itu.
"Ibu kenal sama Mama Saya?" Tanya Inaya.
"Iya, Ibumu teman sekolah Saya," Ucap Ibu.
"Bagaimana Ibu bisa tau, kalau aku anaknya?" Tanya Inaya.
"Wajahmu mirip dengan Ibu-mu. Sebaiknya kamu pulang sekarang!" Perintah Ibu itu.
"Owh, gitu. Aku pulang, Assalamu'alaikum," Ucap Nur sembari mulai melajukan motor.
"Wa'alaikumusalam. Semoga kamu tidak menginjakkan kakimu di hutan itu lagi. Disana sangat bahaya, dia akan mencelakaimu jika kamu sampai masuk kesana," Gumam Ibu.
Sesampainya dirumah, Inaya memakirkan motor dihalaman. Lalu turun dan memasuki rumah dengan langkah pelan.
'*Mama pasti sangat marah padaku. Aku sebenarnya takut, tapi aku harus berani. Aku nggak mau di pukul lagi. Aku sudah dewasa, tidak sepantasnya aku dipukul seperti saat aku masih kecil dulu. Aku harus melawan jika dia sampai memukulku lagi*,' Batin Inaya.
"Wa'alaikumusalam," Ucap Mama Nurmin dengan berbicara seakan-akan mengejek.
"Assalamu'alaikum," Ucap Inaya.
"Kamu dari mana saja, hah. Ini sudah jam sembilan dan kamu baru sampai sekarang. Keluyuran kemana kamu, hah! Mama sampai telat kepasar buat jualan, itu semua gara-gara kamu!" Bentak Mama Nurmin.
"Aku...," Ucapan Inaya terpotong.
"KAMU KELUAR JALAN-JALAN TANPA IZIN, BUANG-BUANG BENSIN. KAMU PIKIR BELI BENSIN ITU MURAH, HAH. KAMU ITU BENAR-BENAR ANAK YANG TIDAK YAU DIUNTUNG. PANTAS TIDAK ADA YANG MELAMARMU SAMPAI SEKARANG, MUKA JELEK DAN BAJU KUMEL KAYAK GITU MANA ADA YANG MAU. WAJAHMU ITU SUDAH SEPERTI NENEK-NENEK. MAMA SUDAH BILANG BERKALI-KALI AGAR KAMU PERAWATAN, BIAR ADA PRIA YANG MAU MENIKAHIMU," Bentak Mama Nurmin.
'*Selalu itu yang dia katakan. Apa dia sangat ingin mengusirku dari rumah ini. Hingga dia terus bicara nikah-nikah. Apa dia sudah muak melihat ku berada disini, hiks. Kalau saja aku bisa menghasilkan uang dari Noveltoon hasil menulisku, mungkin sudah lama aku pindah dari rumah ini dan membeli rumah baru. Kenyataannya itu gak mungkin, tulisanku saja banyak typo dan tidak ada yang menyukai novel karyaku. Hiks, hiks, aku lelah dengan semua ini. Aku ingin menjadi anak berguna bagi keluarga, dengan itu aku memilih jadi penulis dan berharap bisa mendapatkan penghasilan dari menulis novel*,' Batin Inaya.
"Mama enggak bakal kembalikan ponsel kamu untuk selama-lamanya. Itu hukuman karena kamu selalu membuatku marah," Ucap Mama Nurmin.
"Jangan Ma, kalau ponselku disita lagi. Aku enggak bisa nulis dan bisa-bisa aku kehilangan kesempatan untuk mendapat penghasilan dari Noveltoon. Sudah dua hari aku bolos nulis, itu karena Mama sita ponselku. Aku nggak mau bolos nulis lagi, nanti aku gagal daily," Ucap Inaya.
"HALAH, ITU PALINGAN CUMAN PENIPU. MANA ADA ORANG MENULIS BISA DAPAT UANG," Ucap Mama Nurmin dengan suara sedikit meninggi.
"Kalau aplikasinya penipu, mana mau aku jadi penulis. Aplikasi novel ini bukan penipu, buktinya ada yang sudah mendapat penghasilan dari hasil menulis," Bantah Inaya.
"KALAU BENAR KAMU BISA DAPAT UANG, HARUSNYA SEKARANG SUDAH ADA. TAPI MANA HASILNYA, TIDAK ADA. BUANG-BUANG WAKTU SAJA. KAMU JADI KURUS BEGINI ITU SEMUA GARA-GARA PONSEL TIDAK ADA GUNAYA ITU. LIAT TENRI, BADANNYA GEMUK. TIDAK KAYAK KAMU YANG KURUS KAYAK SATE TUSUK. DIA ITU TIDAK MAIN PONSEL TERUS, TIDAK KAYAK KAMU YANG MAIN PONSEL DARI PAGI HINGGA TENGAH MALAM. LIAT WAJAHMU SEKARANG, SUDAH TUA, GARA-GARA BEGADANG TERUS," Teriak Mama Nurmin marah.
'*Sebenarnya aku tidak menginginkan atau berharap mendapatkan penghasilan dari menulis. Tapi semua orang sudah tau kalau aku mulai menulis novel dan terlanjur mengatakan kalau itu menghasilkan uang. Dulu aku tidak ingin mengatakan itu, tapi aku enggak punya pilihan lain. Dan aku memilih menggunakan nomor rekening bank milik Mama, karena kartu bank punyaku sudah tidak aktif. Dan untuk membuat rekening baru, harus punya uang seratus ribu buat di simpan di rekening baru itu. Aku tidak punya uang saat itu dan terpaksa aku memakai rekening Mama. Sekarang aku mencoba berusaha untuk menyelesaikan tulisanku. Aku harus bisa menghasilkan uang dari hasil menulis, biar mereka tidak meremehkanku terus menerus. Walau menjadi penulis itu tidak semudah yang dibayangkan. Kadang bisa membuatku down karena tidak ada yang baca novelku. Apalagi persyaratannya itu lumayan berat, semakin tinggi level baru bisa dapat penghasilan yang lumayan banyak, tapi itu semua rasanya sangat musthil untuk mendapatkannya*,' Batin Inaya.
"Kenapa melamun? Mama benarkan?" Ejek Mama Nurmin.
"Ma, tolong kembalikan ponselku. Aku mau selesaikan tulisanku," Ucap Inaya.
"Jangan harap, Mama tidak bakal kembalikan ponselmu," Ucap Mama Nurmin.
"MA, KEMBALIKAN PONSELKU. MAMA TIDAK ADA HAK MENYITA PONSELKU. AKU SENDIRI YANG MEMBELI PONSEL ITU DENGAN HASIL KERJAKU. MAMA TIDAK BERHAK MENYEMBUNYIKAN PONSELKU," Ucap Inaya mulai emosi.
"PLAK," Mama Nurmin menampar Inaya.
"DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI. KALAU BUKAN MAMA YANG MENAMBAHAKAN UANGMU YANG KURANG. KAMU TIDAK BAKAL PUNYA PONSEL SAMPAI SEKARANG," Bentak Mama Nurmin.
'*Iya, menambahkan untuk membeli silikon ponselku. Harga silikon juga murah saat itu. Dia malah bilang seakan-akan setengah uangnya yang kupakai beli ponsel*,' Batin Inaya kesal.
"BAHKAN SETENGAH DARI PEMBELIAN PONSELMU ITU, AKU YANG BAYAR. KAMU SEMAKIN HARI SEMAKIN MELUNJAK. BAGIMANA NANTI KALAU KAMU SUDAH PUNYA BANYAK UANG, MUNGKIN SUDAH KAMU TENDANG-TENDANG MAMA," Lanjut Mama Nurmin.
'*Astaga...kenapa Mama berpikiran seperti itu. Aku tidak mungkin melakukan hal jahat seperti yang dia pikirkan. Sebanyak apapun dia memukulku, aku enggak bakal membalas perbuatannya. Bagaimana pun dia yang sudah melahirkanku kedunia ini, aku gak bakal menyiksanya walau aku sekalipun. Kenapa dia selalu berpikir buruk tentangku, hiks*,' Batin Inaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Alizeee
hi inaya!
2024-04-05
0
Vernon
aku tinggalin jejak kakk 😊
2023-11-21
0
IbuNaGara
ank tiri kali y
2023-11-21
0