Setelah sepuluh tahun menjanda setelah pernikahan kedua, Ratna dihadapkan oleh perilaku tak terduga dari anak tiri yang ia rawat. Setelah menikah dengan Dirli, Amora mengusir Ratna dari rumah peninggalan ayahnya (suami Ratna).
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pria tua memakai jaket ojek online. Pria bernama Robin itu melihat ketulusan Ratna yang menolong orang yang tak dikenal. Dengan lantang ia mengajak Ratna menikah.
Dalam pernikahan ketiga ini, ia baru sadar, banyak hal yang dirahasiakan oleh suami barunya, yang mengaku sebagai tukang ojek ini.
Rahasia apakah yang disembunyikan Robin? Apakah dalam Pernikahan yang Ketiga dalam usia lanjut ini, rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada konflik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Menanti Rezeki
...*Author ngemis Vote Senin Ceria*...
Ratna melangkah mendekat, langkahnya pelan tapi pasti, ia sedang menahan gejolak di dalam dada. Robin berdiri kaku, tubuhnya bergeming seolah lantai telah menahan telapak kakinya. Saat Ratna berdiri hanya beberapa jengkal darinya, Robin menunduk. Matanya menghindar, menatap sembarangan ke sudut ruangan, ke gagang pintu, ke lantai, ke mana pun, asal bukan mata istrinya.
"Bahkan, kamu tak mau menatapku dengan baik," ucap Ratna getir, dan tangannya bertopang pada meja.
Dari nada tersebut, Robin merasa ada yang tak beres pada istrinya. Akhirnya ia menatap tepat pada bola mata Ratna. "Kenapa kamu marah?" tanyanya lirih, nyaris seperti anak kecil yang ketakutan. "Apa terjadi sesuatu saat aku pergi?"
Ratna menggeleng lemas. Air mata menahan di sudut matanya, berkilau oleh cahaya sore yang menerobos masuk dari jendela.
“Tak ada yang terjadi,” suaranya pelan, nyaris berbisik. “Tak ada apa pun yang terjadi di sini…”
Ia menarik napas panjang, seperti hendak mencegah dirinya runtuh di depan suaminya. “Bahkan, tak satu pun yang datang ke tempat ini… setelah kamu pergi.”
Pundak Robin yang tadinya tegang, kini turun mengikuti helaan napas panjangnya. Sejenak, ia menatap Ratna yang terlihat letih dalam penantian yang tak kunjung usai. Robin segera duduk di bangku sebelah istrinya merangkul Ratna dari samping.
"Aku tahu ini nggak mudah," gumamnya. "Menatap bangku kosong, tetapi lampu tetap dinyalakan, berasa hanya kita sendirian di dunia ini."
“Tapi kamu nggak sendirian. Masa-masa seperti ini memang berat. Ekonomi kita sedang nggak baik-baik aja. Banyak orang yang lebih memilih masak sendiri di rumah karena uang belanja makin tipis. Bahkan, restoran besar pun banyak yang gulung tikar.”
Ia tersenyum kecil, mencoba menguatkan.
“Warung kecil seperti kita… memang terasa lebih dulu terpukul. Tapi justru karena kecil, kita bisa gesit. Kita bisa bertahan, asal kita sabar. Dan kamu, sudah hebat bertahan sejauh ini.”
Ratna menatap Robin dengan mata berkaca-kaca, tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena merasa dilihat. Dilihat bukan hanya sebagai pemilik warung yang kecewa, tapi sebagai istri yang telah mencoba, berjuang, dan kini diberi ruang untuk merasa lemah.
Robin mengusap pundaknya pelan, masih dengan senyuman lembut yang jarang-jarang ia tunjukkan.
“Rezeki nggak akan ke mana. Kadang ia cuma muter dulu, nyari waktu yang tepat untuk datang. Kita tinggal jaga pintunya tetap terbuka.”
Ratna langsung menjatuhkan diri ke dalam pelukan Robin. Ia sesegukan bersandar di pundak suaminya. "Tapi, kenapa Abang tinggalkan aku sendirian? Aku butuh kamu," tangisnya dalam suara serak.
Robin tersenyum mengusap kepala Ratna. "Ya, aku juga harus berusaha memberimu nafkah. Harga diri seorang suami terletak pada kemauannya untuk membahagiakan istrinya. Jadi, berapa pun itu, asalkan dari keringatku sebagai suamimu, kamu harus menerimanya," ucap Robin.
Perlahan, Ratna mengangguk dalam pelukannya. Tangannya terangkat pelan, satu tangan menepuk punggung Robin, tangan lainnya menengadah di samping. "Aku menyerah padamu aja, Bang."
Robin melihat tangan istrinya yang terbuka seperti anak kecil meminta permen. Ia nyaris tertawa, tapi ia hanya menahan senyum, menggigit bibir bawahnya agar tak pecah dalam tawa.
“Ini mau apa, sih?” godanya ringan.
Ratna mengangkat wajahnya, matanya masih sembap tapi senyumnya mulai muncul. “Uang ngojeknya … mana?”
Robin mengusap wajahnya sendiri seolah baru ingat. “Aduh … rusletingnya tadi nyangkut, bentar ya.”
Ia meraba saku jaket lusuhnya, mencoba membuka resleting yang agak seret. Ratna menatapnya sambil mengusap sisa air mata di pipi.
"Permisiiii," ucap seseorang muncul dari pintu.
Ratna langsung bangkit dan mengusap wajahnya dengan lengan baju. "Selamat datang, mau pesan apa, Mas?" sambutnya dengan senyum ramah mengembang di bibirnya.
Namun, tak sampai di situ saja. Ada beberapa orang lagi yang menyusul masuk ke dalam warung tersebut. Tidak sampai di situ, gelombang pengunjung terus berdatangan membuat Ratna memberi kode mata kepada suaminya untuk bersiap menjadi pramusaji kembali.
Robin pura-pura memijit kepala menggelengkan kepala membuat Ratna tertawa.
Beberapa waktu kemudian, langit telah berubah warna. Ratna telah menurunkan rolling dor dan menguncinya dengan senyuman tak berhenti menghiasi bibirnya.
"Syukur lah, roti yang tadi kubuat, ludes gak bersisa."
Sementara itu, Robin tampak melakukan peregangan menghalau rasa pegal atas pekerjaannya hari ini. "Roti buatanmu enak banget lho? Bisa produksi lebih banyak lagi, bisa menarik pangsa pasar lebih banyak," ucapnya sembari melakukan peregangan.
"Pangsa pasar? Lagakmu kayak pelaku ekonomi tingkat tinggi aja?" canda Ratna mendekati suaminya.
"Aku kan—"
"Nah, itu mereka." Penjelasan Robin terhenti karena kedatangan seseorang.
Kepala Ratna pun turut berputar ke arah sumber suara. Di sana ia menemukan Amora tergopoh berjalan dengan cepat diikuti oleh Dirli yang terlihat mencoba menahan langkah sang istri.
"Heh, kamu!" ucap Amora berdiri di hadapan mereka.
Robin tampak sedikit jengah memilih melipat kedua tangan menatap si anak tiri barunya.
Tangan Amora menengadah tepat di depan Ratna. "Mana?"
Dahi Ratna mengernyit tak memahami apa yang diminta oleh putri tirinya ini. Bergantian ia menatap tangan dan wajah Amora.
"Berlaga bego lagi? Cepat serahkan yang kemarin kalian bawa!" ucap Amora dengan lantang.
"Apa maksudmu?" tanya Ratna kebingungan.
"Jam! Jam tangan buat kado mertuaku! Kemarin kalian bawa kan?" ucap Amora sedikit tak sabar dengan membelalakan matanya.
Robin sedikit tersentak dan tertawa sinis. Masih jelas dalam ingatannya saat Amora melempar bingkisan yang mereka bawa. Namun, ia memilih diam dan memperhatikan.
"Mama nggak bawa," ucap Ratna.
Netra Amora berpindah ke tangan Robin yang terlipat di dada. Dengan lantang ia menunjuk ke arah Robin.
"Itu! Itu dia!" ucap Amora dengan tidak sopan.
Robin mengangkat tangannya. "Maksudmu ini? Bukan kah ini benda tak berharga? Ngapain kau tanya lagi?"
"Ini bukan buatku. Ini buat mertuaku." Amora dengan impulsif mencoba merebut jam yang melekat di tangan Robin.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Dirli melihat kiri, kanan, depan, belakang. Ia takut ada mata-mata dari kantor melihat kejadian ini. Tentu saja akhirnya akan membuatnya repot. Sedangkan hukumannya saja belum selesai ia kerjakan. Ia berusaha menahan tangan Amora.
"Mas, ini aku lakukan demi pernikahan kita. Kalau aku tak membawakan ini, aku takut kamu meninggalkan aku," ucapnya dengan nada memohon.
Ia kembali mencoba merebut jam tangan yang melekat di pergelangan Robin.
"Apa yang kamu lakukan, Amora? Jaga sikapmu!" Ratna mencoba menghentikan Amora, tetapi ia didorong kasar membuat tubuh tuanya limbung dan hampir terjatuh. Beruntung, Robin masih sempat menangkap istrinya.
Akhirnya, tangan Amora disibak kasar membuat Amora terjatuh tanpa sempat ditangkap oleh Dirli.
"Sudah saya katakan, saya tak akan diam lagi jika kau masih menyakiti Ratna. Tak peduli kau laki-laki atau perempuan."
Mampir yuk cerita teman aku
Judul: Mendadak Papa
Author: REALRF
...****************...
Boleh ya, authornya mode ngemis VOTE 😅 Ratna menanti rezeki di warung kopi, aku menanti rezeki lewat tangan baik kakak-kakak semua.
Bantu semangatkan authornya dengan berikan taburan bunga, vote, atau iklan juga boleh. Itu bagi authornya sudah cukup untuk membangkitkan semangat menulis hingga selesai. 🙏🥰