NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: tamat
Genre:Dunia Lain / Tamat
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~Pertempuran Di Gerbang Utara~

Tiga hari setelah serangan di kamp musuh, Ironford berada dalam ketegangan. Mata-mata melaporkan bahwa pasukan pemberontak yang lebih besar bergerak ke utara, langsung menuju gerbang utama benteng. Tidak ada waktu untuk memperbaiki seluruh pertahanan, tetapi Darius menolak untuk menyerah.

Di ruang strategi, peta besar terbentang di atas meja kayu. Lilin-lilin kecil menandai posisi patroli dan jalur suplai. Kapten Rowan mengetuk peta dengan jarinya. “Mereka bergerak cepat. Jika mereka tiba sebelum kita siap, kita akan kewalahan.”

Edrick berdiri di sampingnya, pedang Ashenlight tergantung di pinggang. “Kita gunakan gerbang utara sebagai titik jebakan. Kita buat mereka berpikir kita mundur, lalu serang dari sisi kiri dan kanan.”

Mira menyilangkan tangan. “Itu berisiko. Jika mereka menyadari jebakan itu, kita bisa terkepung di gerbang.”

Darius menggeleng. “Itu pilihan terbaik. Kita tidak punya waktu membangun benteng baru. Kita gunakan apa yang ada.”

Rolf masuk membawa laporan. “Pasukan kita yang tersisa hanya tujuh puluh orang. Beberapa penduduk desa siap membantu, tapi mereka bukan prajurit terlatih.”

Selene, yang berdiri di sudut ruangan, menatap peta dengan tatapan kosong. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita harus menggunakan medan. Jalur kiri dan kanan gerbang berbatu licin. Jika kita bisa memancing mereka masuk ke jalur itu, kita bisa menjatuhkan bebatuan.”

Rowan menatap Selene. “Ide bagus. Kita persiapkan perangkap batu di kedua sisi. Rolf, urus itu.”

Rolf segera keluar bersama dua prajurit lain.

Edrick memandang Darius. “Aku akan memimpin tim kecil di luar gerbang. Aku akan memancing mereka masuk sejauh mungkin.”

Darius menatapnya lekat-lekat. “Kau tahu itu bunuh diri kalau mereka menutup jalur mundurmu.”

Edrick menepuk bahu Darius. “Aku percaya padamu untuk membuka jalan kalau itu terjadi.”

Darius menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Baik. Tapi jangan mati di luar sana.”

Ketika malam turun, pasukan Ironford bergerak ke posisi. Obor-obor kecil menyala di sepanjang dinding benteng. Penduduk desa membawa batu dan tombak seadanya, wajah mereka tegang namun penuh tekad.

Suara drum perang mulai terdengar dari kejauhan. Dari atas dinding, Selene melihat bayangan pasukan pemberontak muncul di ujung hutan. Obor-obor mereka bergerak seperti ular raksasa.

“Dia datang…” gumam Mira.

Darius berdiri di atas gerbang, matanya tajam menatap ke arah musuh. “Semua orang, bersiap!”

Di luar, Edrick dan lima prajuritnya sudah menunggu di tanah lapang, siap memancing musuh. Ashenlight berkilau redup di genggamannya. Ia tahu sekali kesalahan kecil bisa mengakhiri hidupnya malam itu. Namun ia juga tahu bahwa keberanian adalah satu-satunya hal yang bisa menjaga Averland tetap berdiri.

Suara terompet perang menggema di dataran terbuka. Pasukan pemberontak muncul sepenuhnya dari balik pepohonan, membawa panji-panji hitam dengan simbol naga terbelah. Jumlah mereka sedikitnya tiga kali lipat pasukan Ironford. Barisan tombak bergerak serempak, langkah kaki mereka mengguncang tanah.

Edrick mengangkat Ashenlight tinggi-tinggi agar cahaya obor menyinari bilahnya. Kilau itu menangkap perhatian pasukan musuh, tepat seperti yang ia rencanakan. “Ayo!” teriaknya kepada tim kecilnya. Mereka bergerak maju, pura-pura menantang musuh meski jumlah mereka jauh lebih sedikit.

Panglima musuh, seorang pria bertubuh besar bernama Halmar, tertawa mengejek. “Itu dia si pembawa pedang bintang! Tangkap dia hidup-hidup!”

Pasukan pemberontak mulai mengejar Edrick. Ia dan timnya memutar ke arah jalur sempit di sisi kiri, berpura-pura panik dan melarikan diri. Beberapa musuh terpancing, termasuk barisan depan yang dipimpin Halmar sendiri.

Di atas dinding Ironford, Darius memberi isyarat ke Selene. “Sekarang.”

Selene mengangguk, lalu memberi tanda pada Rolf yang mengawasi jebakan batu. Ketika musuh memasuki jalur licin berbatu, Rolf dan timnya mendorong pengganjal kayu. Bebatuan besar berguling turun dengan kecepatan mematikan.

Teriakan panik terdengar ketika bebatuan menghantam barisan musuh. Beberapa tertimpa langsung, yang lain terpeleset dan saling bertabrakan. Jalur sempit itu berubah menjadi kekacauan.

Edrick berbalik, mengangkat Ashenlight, dan menyerang balik barisan depan musuh yang kebingungan. Pedang bintang itu memotong tombak dan perisai seolah-olah kayu rapuh.

Halmar berhasil menghindari batu-batu itu, tetapi wajahnya merah karena marah. “Kau pikir jebakan bodoh ini bisa menghentikanku?” ia meraung, mengayunkan kapak raksasanya.

Pertarungan sengit pun terjadi. Edrick menangkis serangan Halmar, percikan logam beterbangan. Darius, yang kini turun bersama prajurit lain, memimpin serangan dari sisi kanan, memotong pasukan musuh yang terpisah dari barisan utama.

Mira dan para penduduk desa menembakkan panah dari atas dinding. Panah-panah itu menghantam musuh yang mencoba menembus gerbang. Beberapa dari mereka mundur, bingung menghadapi serangan dari dua sisi.

Namun jumlah musuh masih banyak. Setelah gelombang pertama kacau karena jebakan, gelombang kedua mulai maju lebih teratur. Gerbang Ironford berguncang ketika mereka menabraknya dengan battering ram.

Darius berteriak, “Bertahan! Jangan biarkan mereka masuk!”

Rolf mengangkat tombaknya, menghalau dua musuh yang mencoba memanjat dinding dengan kait. Selene menembak jatuh seorang pemanah musuh sebelum ia sempat membidik ke arah Edrick.

Di tanah lapang, Edrick dan Halmar terus bertarung. Setiap pukulan kapak Halmar hampir mematahkan lengannya, tetapi ia bertahan, menunggu momen tepat. Saat Halmar mengangkat kapaknya terlalu tinggi, Edrick memutar tubuhnya dan menebas kaki lawannya. Halmar tersungkur, mengerang kesakitan.

Edrick menatapnya tanpa belas kasihan. “Kau seharusnya tak datang ke Ironford.”

Halmar mendesis marah, tetapi sebelum ia sempat menjawab, Darius memanggil Edrick. “Mundur sekarang! Gelombang berikutnya sudah dekat!”

Edrick menarik napas berat dan mundur bersama prajuritnya, meninggalkan Halmar yang terluka di tanah. Mereka bergerak cepat menuju gerbang sementara Darius dan Rolf menahan gelombang kedua pemberontak. Selene terus menembakkan panah, menjaga jarak musuh agar tidak mendekat terlalu cepat.

Ketika Edrick mencapai gerbang, Mira dan beberapa penduduk desa menariknya ke balik dinding. “Gerbang hampir jebol,” kata Mira dengan napas terengah. “Mereka pakai battering ram yang lebih besar.”

Darius muncul, wajahnya penuh debu. “Kita tidak bisa bertahan lama. Kita butuh sesuatu untuk mengganggu mereka.”

Edrick menatap Ashenlight. “Kita gunakan pedang ini. Jika legenda itu benar, mungkin bisa memberi kita waktu.”

Ia melangkah ke depan, naik ke atas gerbang. Dari atas, ia mengangkat Ashenlight setinggi-tingginya. Cahaya biru samar mulai keluar dari bilah pedang itu, perlahan tetapi jelas. Suara sorakan bingung terdengar dari pasukan pemberontak di bawah.

“Apa itu?” salah satu dari mereka berteriak.

Cahaya Ashenlight bertambah terang, memantul di dinding besi gerbang dan memancarkan kilau aneh ke seluruh medan perang. Beberapa musuh ragu, langkah mereka goyah. Battering ram berhenti menghantam ketika para pengusungnya saling pandang.

Darius berbisik pada Edrick. “Apa yang kau lakukan?”

“Aku tidak tahu,” jawab Edrick jujur. “Pedang ini… bereaksi sendiri.”

Cahaya itu memudar setelah beberapa detik, tetapi efeknya sudah terasa. Pemberontak yang ragu memberi Ironford waktu yang cukup. Selene dan Mira memanfaatkan momen itu untuk menembak jatuh pengusung battering ram. Rolf memimpin serangan kecil keluar gerbang, menghancurkan battering ram yang tersisa dengan minyak dan api.

Musuh yang kehilangan momentum mulai mundur. Halmar, yang kini diseret oleh dua anak buahnya, berteriak marah. “Kita belum selesai! Ini belum berakhir!”

Sorakan kecil terdengar dari atas dinding ketika pasukan pemberontak benar-benar mundur. Beberapa penduduk desa jatuh berlutut, menangis lega. Darius menatap Edrick, matanya penuh keheranan. “Apa sebenarnya kekuatan pedang itu?”

Edrick menatap Ashenlight, bilahnya kini tampak tenang seolah tak terjadi apa-apa. “Aku tidak tahu. Tapi yang jelas… mereka takut padanya.”

Kapten Rowan muncul, wajahnya lelah tetapi tersenyum tipis. “Kalian sudah memberi Ironford satu malam lagi untuk bertahan. Tapi kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan dan legenda saja. Kita harus mempersiapkan langkah selanjutnya.”

Mira memandang ke medan perang yang kini sepi, hanya menyisakan asap dan puing. “Mereka akan kembali dengan jumlah lebih besar.”

Selene menambahkan, “Dan kali ini, mereka tidak akan ragu. Mereka akan datang untuk pedang itu.”

Edrick menurunkan Ashenlight dan menggenggamnya erat. “Kalau begitu, kita harus menemukan alasan sebenarnya pedang ini diciptakan. Averland tidak akan selamat hanya dengan menahan gerbang. Kita perlu jawaban.”

Darius mengangguk. “Kita mulai dengan Vornek. Dia tahu sesuatu. Malam ini, kita bicara dengannya.”

Sorakan kecil kembali terdengar dari para penjaga di atas tembok.

1
Siti Khalimah
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!