NovelToon NovelToon
Bertaruh Cinta Di Atas Takdir

Bertaruh Cinta Di Atas Takdir

Status: tamat
Genre:Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Tamat
Popularitas:171.4k
Nilai: 4.9
Nama Author: najwa aini

Rasanya, tidak akan pernah cukup, kendati selalu kupinta dirimu dalam setiap sujud.

Dan rasanya tidak akan pernah cukup, kendati selalu kulangitkan namamu dalam setiap tahajjud.

karena di atas segala daya dan upayaku dalam setiap doa untuk meminta, sudah lebih dahulu ditetapkan takdir atas diri kita.


Aku hanya mampu bertaruh cinta di atas Takdir, berharap Allah Ridho.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16 Galau Ketemu Risau

Penanda waktu sudah mengarah ke angka sembilan tepat. Davina pun mulai diserang rasa kantuk yang semakin kuat. Ia menoleh ke arah Madina yang duduk tak jauh di sampingnya. Terlihat gadis ayu itu masih sibuk dengan buku-buku yang sejak tadi sudah dipelajarinya.

"Ma'afin aku ya Din," ucap Davina lirih.

"Maaf untuk apa?" Madina jadi mengalihkan sejenak perhatian dari buku-buku yang ia baca, untuk melihat pada sahabatnya itu.

"Aku telah banyak menyusahkanmu, Gara-gara aku opname."

"Gak usah ngomong gitu, Vina. Aku gak ngerasa disusahkan," jawab Madina.

"Iya, aku percaya. Kamu memang sungguh baik. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan," harap Madina dalam doa.

"Aminn." Madina tersenyum dan kembali ingin lanjut membaca, namun.

"Oya, Davina, tadi Ra Fattan meneleponku. Dan beliau titip salam untukmu," kata Madina.

"Oya?" Davina nampak terlonjak.

"Iya, semoga cepat sembuh, dawuhnya."

"Aminn." Davina nampak tersenyum senang. Bahkan sekian persen dari rasa kantuk yang sudah menyerang, seakan mulai hilang. "Kamu cerita ya, tentang aku?"

"Iya," sahut Madina singkat.

"Terus beliau bilang apa lagi?" tanya Davina dengan antusias. Bahkan dari tatapannya terlihat penuh berharap bakal ada cerita lagi dari Madina tentang pemuda yang tengah ada di Mesir sana.

"Ee, kamu harus hati-hati, biar gak kena tabrak lagi," kata Madina Shafa. Dan itu adalah ucapannya sendiri, bukan ucapan dari Ra Fattan untuk Davina. Karena memang pemuda tampan itu tak mengucap apa-apa lagi selain mendoakan Davina agar cepat sembuh. Namun, gadis ayu itu tak sampai hati untuk mengungkapkannya, karena dilihatnya tatap mata sang sahabat yang penuh akan harap.

Kanza Davina tersenyum dengan ucapan itu, hal mana membuatnya mengingat kembali peristiwa di mana tabrakan itu terjadi.

Davina melangkah tanpa konsentrasi. Ia kehilangan dirinya setelah adanya peristiwa yang menimpa hati. Hingga ia tak mendengar suara deru motor yang sedang melaju ke arahnya dari lajur kiri.

Setali tiga uang dengan sang pengendara motor--Irfan Arafka Wafdan--pikirannya juga sedang mengembara, hingga seakan tak menemukan muara. Membuatnya tak memerhatikan lagi laju motor yang bakal dilaluinya.

Davina yang sedang galau, bertemu dengan Arafka yang lagi risau, jadinya, miracle. Tubuh Davina terpental dan menderita luka yang cukup banyak di badan.

Gadis manis itu mendesah, teringat peritiwa dua hari yang lalu itu.

"Kok malah melamun?" Tegur Madina.

"Ah, gak. Gak papa." Davina tersenyum. "Tidurlah Din, udah malam," ujarnya kemudian.

"Kau saja yang tidur lebih dulu. Masih ada tugas yang harus kuselesaikan," sahut Madina.

Dan ketika Madina kembali mengalihkan perhatian pada buku-buku yang dibacanya, Davina pun berusaha merengkuh tidurnya dengan damai. Membawa setiap harap yang mungkin tak kan pernah bisa diungkapkan dalam mimpi. Mimpi yang akan mempertemukannya dengan sang bidadari. Di mana ia akan menitip salam, kepada segala pemilik kuasa atas diri. Tentang sebuah rasa yang sedang berusaha ia ikhlaskan, dan berusaha ia kembalikan.

Detik-detik berlalu dalam hening, membuat Madina semakin fokus pada buku-buku pelajaran. Sebagai bekalnya untuk mengikuti lomba prestasi beberapa hari mendatang. Tiba-tiba saja dari arah puntu terdengar suara ketukan.

"Iya, masuk," kata gadis itu.

Dan terlihat pintu dibuka dari luar. Seraut wajah tampan kini memenuhi pandangan.

"Assalamualaikum," sapanya ramah.

"Waalaikumsalam," jawab Madina.

Sejenak Arafka masih diam setelah mengucap salam. Dan Madina juga masih diam, seusai menjawab salam. Keduanya hanya sejenak saling memandang, lalu sama-sama dengan cepat membuang pandangan.

"Mbak Davina sudah tidur?" tanya Arafka kemudian.

"Iya, dia baru saja tidur."

"Tolong berikan ini kepadanya." Arafka maju beberapa langkah, dan menyerahkan sebuah bingkisan berbentuk persegi panjang.

"Ini apa?" tanya Madina setelah bingkisan itu kini berpindah tangan.

"Ponsel."

"Untuk Davina?"

"Iya, ponselnya hancur saat tabrakan. Tapi sim cardnya masih utuh, dan sudah saya letakkan dalam dus book ponsel itu."

Madina kini paham, kalau pemuda itu mengganti ponsel Davina yang rusak dengan ponsel baru. "Iya, nanti saya sampaikan," kata Madina.

"Terima kasih sebelumnya," ucap pemuda tampan itu, dan kemudian ia memutar tumitnya untuk segera keluar lagi. Namun, baru beberapa langkah, ia nampak berbalik badan dan menatap Madina.

"Sendirian?"

"Iya."

"Maaf ya, gara-gara saya, jadi merepotkan banyak orang," ucapnya canggung.

"Gak apa-apa, sudah kewajiban saya untuk menemani Davina," sahut Madina.

Arafka mengangguk dan kembali teruskan langkah. Sebelum tiba di pintu, ia sempat berkata, "sebaiknya, pintunya dikunci." Dan pemuda itu segera menghilang di balik pintu tanpa menunggu jawaban Madina. Gadis ayu itu pun kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat terjeda. Namun tak lupa untuk mengunci pintu ruangan lebih dulu, mengikuti saran dari Arafka.

Tak terasa waktu sudah masuk jam 00, saat Madina mulai terserang kantuk. Gadis ayu itupun memutuskan untuk tidur. Namun ia masih keluar ruangan untuk membuang beberapa bungkus camilan pada tempat sampah yang tersedia di depan.

Terlihat ada seseorang yang duduk di kursi depan ruangan. Ia menelungkupkan wajahnya ke atas meja. Ada tablet pintar yang dibiarkan terbengkalai di dekatnya, dan sebuah kunci motor yang juga tergeletak tak jauh darinya.

Madina maju dua langkah, dan memanggilnya. "Dik." Panggilan singkat itu tak mendapatkan respon apa-apa.

"Dik Rafka." Madina mengulangi panggilannya. Akan tetapi tubuh jangkung dan gagah itu tak menunjukkan reaksi apa-apa. Pahamlah kini Madina kalau pemuda itu pasti sedang berkelana ke alam mimpi.

Dengan terpaksa dan rasa tak nyaman juga, Madina menepuk pundak Arafka yang mengenakan kemeja lengan pendek itu sekali, seraya memanggil namanya. "Dik Rafka."

Barulah tubuh itu bergerak, dan terdongak. Madina shafa mundur dua langkah. Arafka menatap kaget ke arahnya.

"Jangan tidur di sini, Dik," kata Madina.

"Oh Ya Allah." Arafka mengusap wajahnya. Ia baru sadar kalau telah ketiduran di kursi. Sebenarnya niatnya tadi, usai menyerahkan ponsel itu, ia akan segera pergi dari rumah sakit dan menemui pengasuh besar Al-Hasyimi, terkait masalah yang sedang menimpanya. Besok adalah waktu yang ditentukan oleh kyai Fadholi untuknya mengajukan bukti. Dan sampai saat ini, pemuda itu belum mendapatkan bukti apa-apa.

Niatnya ingin menyampaikan semuanya pada Syaikhona. Dan berserah atas apa yang bakal ia terima nantinya.

Akan tetapi Arafka merasa tidak enak hati untuk pergi dari rumah sakit, setelah melihat Madina sendirian menjaga Davina. Ia merasa tak tega untuk pergi dari sana. Pemuda itu pun duduk di kursi depan ruangan sambil membuka tablet pintarnya. Namun, baru sesaat, rasa kantuk sudah menyerang, setelah dua malam ini ia hampir tak bisa memejamkan mata, karena berat beban pikir yang melanda. Akhirnya ia pun terlelap jua dengan posisi kepala menelungkup ke atas meja.

"Dik Rafka pulang saja. Ini sudah jam 12," kata Madina.

"Tapi, gak papa, Mbak sendirian di sini?" tanya Arafka dengan tatapan kawatir.

"Gak apa-apa," sahut Madina sambil menampilkan senyum, untuk meyakinkan.

Arafka mengangguk, segera ia raih tablet dan kunci motornya. Dan sebelum pemuda itu melangkah. "Apa mbak Davina jadi pulang besok ke Al-Hasyimi?"

"Iya, kata perawat tadi sekitar jam 10 pagi, setelah pemeriksaan dokter."

"Iya besok saya akan datang." Karena memang sesuai ksepakatan awal, semua biaya perawatan Davina ditanggung sepenuhnya oleh Arafka. Pemuda tampan itu pun berlalu setelah menitipkan ucapan salam lebih dulu.

1
Malik
terlalu banyak pemeran jadi bingung
Hadyan Ghauzan
Luar biasa
Ahmad Kafika
wah ..udah ketinggalan lama nih aku...
aku mampir ya thor...🥰
Isti Qomah
kak, mohon untuk crita ini agar di lanjut kn,, 🙏🙏
Deuis Lina
karya kakak semuanya udah aku baca v ada karya kakak ceritanya ngegantung sampe sekarang dan saya sangat menunggu kelanjutannya kakak nazwa,,,,
kurnia rahayu
👍👍👍❤❤❤
Satti Iyem
sebenarnya saya masih penasaran dengan cerita ini kenapa nggak di sambung lagi sich ceritanya kak ini sangat bagus menurut saya Terima kasih yaa kak author 👍🙏💜💜
Isti Qomah
crita nya nggantung si,,
Indarsih Sudarno
nggk puas dg hanya membaca "bertaruh cinta diatas takdir" satu kali.. saya sampek ulang membaca 2kali.. 💝💝💝
Najwa Aini: Alhamdulillahh..
matur nuwwun sanget kakak
total 1 replies
Ayuwidia
seperti seseorang ya, Kak
Ayuwidia
sakalangkong itu terjemahannya apa, Kak?
Malik: terimakasih
total 1 replies
Ayuwidia
andai semua suami di dunia ini sperti Rafka, pastinya para istri akan teramat sangat bahagia
Ayuwidia
bener banget
Ayuwidia
Rafka suami idaman 😍
Malika Ayu
lanjut dong Thor selalu menanti
Ummul Ammar
lanjut lg doong up nya double2 ya..🤭🤭 berasa dikit banget apa bacanya yg kecepatan 🤔🤔
Alieta Hariyantie
susah ya ning punya misua paket komplit
banyak yang mengidolakan 😌
Ayuwidia
napa sih kalian so sweet banget? bikin nganan tau'
Najwa Aini: nganan aja. tapi awas tikungan lhoo
total 1 replies
Ayuwidia
aaaaaaa, meleleh hati adek, Bang
Najwa Aini: Kayak es krim yang dipanaskan ya..
lumer dongg
total 1 replies
Ummul Ammar
udah ku kasih vote sm bunga biar tambah LG up nya .. soalnya masih kangen banget lama ga nongol..😊😊
Najwa Aini: Alhamdulillah..syukron kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!