Novel Noda Merah Pernikahan adalah webseries Novel Pertama yang tayang di Genflix dengan judul "Cinta Albirru" yang dibintangi oleh Michelle Joan dan Kiki Farel.
Zeya gadis yatim piatu yang terpaksa karena keadaan membuat dirinya terjun ke dunia hitam menjadi seorang wanita penghibur.
Suatu hari tanpa di duga ia bertemu dengan seorang pria yang bernama Albirru anak seorang ustad.
Tak lama berkenalan Albirru mengajak Zeya menikah, Zeya yang memang ingin bebas dari dunia hitam menerima tawaran Albirru untuk menikah dengannya walaupun hanya secara siri.
Belum genap setahun pernikahan mereka, Zeya harus menerima kenyataan jika suami yang ia harap dapat membimbingnya menjadi wanita yang lebih baik ternyata telah menikah lagi dengan jodoh dari kedua orang tuanya.
Apakah yang akan Zeya lakukan. Apakah ia bisa menerima pernikahan suaminya.
Siapkan sapu tangan dan tisu. Novel ini akan banyak menguras air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Maaf ... Aku Menyerah
Tiga bulan Kemudian
Tak terasa kehamilan Zahra telah memasuki bulan ketiga. Sejak Zahra hamil, Albirru tampak semakin jauh dari Zeya.
Cuaca malam ini sangat buruk, hujan turun disertai dengan petir yang bersahutan di langit.
Terkadang Albirru hanya sekali dalam seminggu menginap di rumah Zeya. Seperti hari ini, baru satu hari di rumah, malamnya ia kembali lagi ke rumah Zahra.
"Mas mau kemana?" ucap Zeya melihat Albirru kembali mengganti baju tidur yang telah ia pakai.
"Mas akan ke rumah Zahra."
"Baru satu malam mas di sini, kenapa sekarang kembali lagi ke rumah Zahra," ucap Zeya mulai tak senang.
"Zeya, aku harus ke sana. Zahra pasti takut hujan petir begini."
"Tapi mas, bahaya jika pergi dengan cuaca begini."
"Aku akan berhati-hati."
"Zahra bukan anak kecil lagi mas, dan juga ia ditemani bibi. Bahaya jika harus bepergian cuaca begini."
"Kamu jangan takut, mas pasti akan selamat. Maaf, mas harus pergi. Zahra sedikit manja sejak kehamilannya ini. Mas harap pengertian darimu."
"Mengapa selalu aku yang mas minta pengertiannya."
"Maksud kamu apa, Zeya."
"Apa selama ini aku kurang mengerti dengan apa yang mas lakukan. Sejak kehadiran Zahra dalam rumah tangga kita, aku sudah menjadi yang kedua. Ditambah kehamilannya Zahra, aku makin mas sisihkan. Apakah mas kira wanita hamil saja yang butuh perhatian. Mengapa mas tak pernah mencoba mengerti aku, hanya selalu meminta pengertian dariku."
"Zeya ... kamu sekarang sudah mulai menuntut. Kamu sudah merasa bagaimana sakitnya kehilangan buah hati. Seharusnya kamu bisa memahaminya."
"Aku memang tak pernah bisa memahami kamu mas. Setau aku, jika mas berani berpoligami seharusnya siap untuk membagi waktu dengan adil. Apakah selama ini mas telah berbuat adil. Aku selalu saja di nomor duakan dan dilupakan. Apakah selamanya aku harus mengalah, maaf mas aku capek. Aku menyerah, mas. Lebih baik aku yang pergi. Aku sudah tak sanggup untuk berbagi lagi."
"Zeya, kamu bicara apa. Kamu cemburu karena mas lebih sering bersama Zahra. Jika kamu hamil pastinya waktu mas juga akan lebih banyak bersamamu. Apa kamu lupa, saat pertama kita menikah kamu juga prioritas utama bagi mas. Untuk pulang ke rumah orang tua saja mas berpikir, karena tak ingin meninggalkan kamu sendiri. Dan saat ini jika mas lebih mengutamakan Zahra itu karena ia sedang mengandung."
"Pergilah mas. Tak ada gunanya berdebat. Mas tak akan pernah mengerti aku." Zeya keluar dari kamarnya dan masuk ke kamar tamu.
Tangisnya pecah, ia sudah tak bisa menahannya lagi. Sejak kemarin ia merasa kurang sehat. Ia berharap Albirru akan menemani. Tapi lagi-lagi yang ada dipikiran suaminya hanya Zahra.
"Zeya, buka pintunya. Kita belum selesai bicara." Albirru mengetuk pintu dengan keras.
"Zeya jangan seperti anak kecil. Buka pintunya."
Zeya menghapus air matanya dan membuka pintu kamar.
"Zeya, jika kamu tak mengizinkan mas ke rumah Zahra, baiklah mas akan turuti. Tapi jangan merajuk."
"Aku tak apa. Pergilah ... Aku akan lebih belajar lagi memahami sikapmu. Semua mungkin salahku," ucap Zeya sambil menunduk.
"Jangan pernah sekali lagi kamu mengatakan ingin pergi dan berpisah. Mas tak suka."
"Aku mengantuk, jika mas akan pergi ... cepatlah."
"Kamu mengusir, mas."
"Aku tak akan pernah berani mengusir mas. Aku hanya ingin istirahat."
"Pagi -pagi mas akan kembali. Ini juga karena hujan, mas tak mau Zahra ketakutan. Besok kita akan bicara lagi. Jangan pernah berpikir jika mas lebih menyayangi Zahra atau lebih perhatian padanya." Albirru mengecup daho Zeya sebelum pergi meningalkan rumah.
Zeya yang memang sedang tak enak badan langsung berbaring ketika Albirru pergi.
..............
Pagi harinya Zeya merasa seluruh tubuhnya pegal dan ia juga merasakan mual. Zeya masuk ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.
Zeya teringat jika bulan ini ia belum menstruasi. ia mengambil kalender dan melihatnya. Ia biasanya akan menandai awal dan akhir menstruasi. Bulan ini belum ada tanggal yang ia tandai.
Apakah aku hamil. Seharusnya seminggu yang lalu aku telah datang bulan. Sebaiknya aku membeli tespek dan mengujinya , aku tak mau nanti setelah aku beri tau mas Al ternyata aku tak hamil.
Zeya membasuh wajahnya dan mengganti pakaiannya. Ia akan membeli tespek ke apotik.
Ketika Zeya menunggu taksi di tepi jalan dekat rumahnya, sebuah mobil berhenti tepat dihadapannya.
"Mau kemana, mbak. Bisa saya bantu."
Zeya memperhatikan wajah pria itu. Ia teringat dengan pria yang pernah mendatangi rumahnya.
"Kamu pria yang waktu itu mencariku."
"Maaf mbak, jika itu menggangu."
"Dari mana kamu tau namaku. Apakah kita pernah kenalan."
"Ya, dan mungkin mbak telah lupa."
"Jika memang kita pernah kenalan, ada perlu apa kamu mencariku."
"Tidak ada, aku hanya ingin tau keadaanmu."
"Kamu sudah lihat aku, kan. Aku baik-baik saja. Maaf ya , aku mau ke apotik."
"Biar aku antar."
"Terima kasih, lebih baik aku gunakan taksi. Aku tak mau nanti orang yang melihat kita jalan berdua menjadi salah paham."
Zeya menghentikan taksi yang lewat. Ia minta di antar ke apotik.
.................
Zeya sudah melakukan pengujian dengan tespek dan hasilnya ia positif hamil. Ia ingin memberikan kejutan pada Albirru.
Zeya menunggu kepulangan Albirru. Ia kemarin janji akan pulang pagi. Hingga sore hari Zeya menunggu barulah Albirru pulang.
"Mas mau makan .... "
"Aku mandi dulu," ucap Albirru dan masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah berpakaian ia menuju meja makan. Dengan hati riang, Zeya menyediakan makan malam buat Albirru.
Zeya bermaksud akan memberi kejutan akan kehamilannya.
"Makanlah mas .... "
"Kamu nggak marah lagi," ujar Albirru.
"Maaf mas. Kemarin aku terbawa emosi."
"Lain kali jika ingin mengucapkan sesuatu itu harus kamu pikirkan."
"Iya, mas. Mas aku ada kabar baik .... " Ucapan Zeya terhenti karena ponsel suaminya berdering.
Albirru mengambil ponsel dari saku celananya dan melihat nama Zahra tertera. Albirru berdiri dan mengangkat ponselnya.
Setelah itu Albirru tampak tergesa mengambil kunci mobil.
"Maaf Zeya, mas harus ke rumah Zahra. Ia tadi terjatuh di kamar mandi." Albirru langsung berjalan tanpa mempedulikan Zeya.
Zeya memegang dadanya yang terasa sesak. Ia membanting pintu dan masuk ke kamarnya.
Sepasang mata di seberang rumahnya memperhatikan semua yang terjadi. Orang suruhan Azril melihat Zeya yang membanting pintu setelah kepergian Albirru.
Di dalam kamarnya Zeya mengambil koper dan memasukan bajunya. Ia telah memutuskan akan pergi dan mengalah. Ia ikhlas melepaskan Albirru hanya untuk Zahra.
Albirru, terima kasih telah mengajarkanku arti dari memperjuangkan, lalu mengikhlaskan
Ada saatnya berharap, ada saatnya berhenti berharap. Ada saatnya memperjuangkan, ada saatnya mengikhlaskan. Sudah, tak perlu dipaksakan. Aku menyerah dan pergi.
...................
Bersambung
*****************
Berjuang sendiri itu memang melelahkan, dan pada akhirnya Zeya menyerah. Nantikan terus kelanjutan novel ini, besok ya.
Terima kasih