Diana, dia adalah seorang ibu muda beranak satu. Istri yang sangat patuh pada suaminya dan juga memiliki cinta yang besar pada keluarga kecilnya. Tak pernah terbayangkan olehnya, jika sang suami yang terkesan pendiam dan hanya mau berinteraksi pada orang yang telah di kenal bahkan mampu menduakan cintanya.
Diana seorang yatim piyatu, dan hanya memiliki seorang kakak perempuan. Disitulah kesulitan yang akan ia hadapi sendiri, tak ada tempat pengaduan ketika ada luka di hatinya.
Akan kah kisah cintanya dalam berumah tangga bisa bertahan setelah di duakan? Tentu, karena Diana hidup mempunyai prinsip dan juga kepercayaan. Wanita pintar tidak akan kalah pada wanita penggoda.
Dan cerita ini asli karangan author semata, hanya saja sudah sering terjadi di linkungan hidup sekitar kita. Mari simak cerita manarik ini, yang mampu membuat hati tersentuh di setiap pembacanya.
No penjiplakan dan copy paste ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sellamanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Senin yang di tunggu Oleh Risah pun tiba. Ia mengemas barang apa saja yang akan di bawa, termasuk CDnya.
Nampak sekali ia terlalu sibuk sejak subuh.
"Nduk, kamu pergi berapa hari emangnya?"
Ibunya bertanya.
"Belum tau Bu, biasa ya cuma 1 atau 2 hari. Tapi kali ini belum ada kabar berapa lama. Kalau lebih lama dari perkiraan aku bakal kabarin ibu kok."
Sekarang Risah bicara kepada ibunya lebih lembut dan sopan dari sebelumnya. Mungkin karena sudah merasa kehilangan penasehat jadi ia takut juga akan kehilangan seorang ibu yang membesarkannya seorang diri.
"Kamu hati-hati ya nduk. Jangan berbuat macam-macam."
Tegasnya lalu pergi meninggalkan Risah yang belum juga selesai dengan urusan barangnya.
...***...
"Yah, berapa lama? Cuma satu hari ajakan?"
"Belum tau, bentar ayah nelfon atasan dulu."
Ia segera mengambil HPnya dan menelfon atasannya.
"Hallo pak. Selamat pagi."
"(Iya pagi gas. Gimana udah ada teman untuk fartnermu disana?)."
"Udah pak. Udah saya kabarin sama kepala ruangan kok siapa yang pergi sama saya. Begini pak saya mau tanya."
"(Ya silahkan, karena memang saya menunggu kamu menghubungi saya kalau ada yang kurang jelas)."
"Saya disana satu hari, atau sampai beberapa hari?"
"(Jadi begini, karena kontaktor disana masih dalam kasus penanganan akibat ada beberapa dana yang selip, kemungkinan kamu disana bisa sampai satu Minggu. Kamu sementara saya tugaskan mengechek data disana, termasuk langsung terjun kelapangan. Kalau sudah selesai, pekan Minggu depan kamu Uda bisa balik ke sini)." Terangnya.
Bagas nampak kesal, pasalnya ia biasanya keluar kota paling lama dua hari, nah ini sampai satu Minggu. Bahkan bisa lebih.
"(Hallo. Gimana gas?)"
"Eh iyaya pak, saya mengerti. Terima kasih pak atas waktunya."
"(Iya, kamu jangan khawatir. Soal gaji, kalau udah selesai akan ada bonus untuk kamu yang lebih besar. Jadi bijaksana lah dalam bekerja)."
"Baik pak, siap."
...***...
Bagas nampak murung. Disisi lain ada sedikit rasa senang karena akan pergi bersama Risah.
Tapi dia juga pasti akan rindu bila tidak berjumpa dengan Diana sebegitu lamanya.
Lain hal dengan orang yang lain, bila pergi lebih lama dengan selirnya pasti akan happy saja. Tapi ini tidak, ia malah tampak malas.
"Kenapa yah? gimana, apa katanya?"
"Seminggu sayang, hhuu."
Diana langsung berubah ekspresi wajahnya menjadi kusut.
Bagas hanya memeluk Diana dengan kasih sayang dan mengelus puncak kepalanya.
Sebelum Bagas berangkat Diana memaksa Alif untuk bangun, karena jika tidak pasti ia akan menanyakan ayahnya terus-menerus.
Setelah berpamitan Diana merasakan firasat yang buruk.
Semoga kamu masih bisa kendalikan dirimu yah.
"Alif, ayah akan pergi bekerja, dan untuk sementara enggak pulang, biar bisa beliin Alif mainan yang banyak, Alif jaga bunda ya. Jangan rewel, harus nurut apa kata bunda."
"Iya yah." Dan mencium pipi ayahnya.
"Jangan lupa kabarin ya yah."
"Pasti sayang."
Mereka memeluk satu sama lain.
Bagas pergi menggunakan mobil kantor, tidak menggunakan mobil sendiri.
Dan di jemput supir yang sudah di siapkan oleh pihak perusahaan. Sehingga tidak takut akan ada kendala ngantuk, Bagas akan leluasa tidur di mobil.
Bagas berangkat dan menghampiri Risah yang sudah menunggu di depan gang rumahnya. Bagas melihat Risah membawa tas besar dan juga dandan nampak lebih seksi.
Begitu mobil berhenti sang supir turun untuk membantu Risah memasukan tas di jok mobil belakang.
Risah masuk dan memancarkan wajah yang berbinar.
Risah duduk langsung cemberut, karena ia kira Bagas akan duduk di belakang bersamanya. Berkhayal seperti sinetron yang duduk berdua di belakang bercumbu dan mesra-mesraan. Tapi ia salah, ternyata Bagas di depan, bahkan tidak ada menyapa atau sekedar melihat.
Bagas hanya fokus melihat ke arah depan.
Bukan tanpa alasan, sang supir juga curiga kenapa harus memilih perempuan menjadi teman untuk disana, sementara banyak lelaki yang lain di kantor.
Tapi juga ia tidak ada hak untuk bertanya. Takut di bilang enggak sopan.
Di dalam mobil mereka diam tidak ada yang berbicara, hanya sesekali Bagas bertanya udah sampai dimana, dan berapa lama lagi sampainya.
Risah cemberut dan hanya memainkan ponselnya, merasa kecewa tidak ada di respon sama sekali.
Dering di HP Risah berbunyi, tapi nampak ia ragu untuk mengangkat. Dan Bagas bisa melihat dari arah kaca kalau Risah nampak gelisah.
"Hp kamu hidup terus, kenapa enggak di angkat sah? Kamu bisa ganggu pak supir yang lagi nyetir, mana suaranya nyaring. Angkat saja berisik di dalam mobil begini." Omelnya.
Risah terdiam.
Dan sampai beberapa kali panggilan berulang, akhirnya Risah menjawab.
"Saya sibuk tuan."
Tuan? Batin Bagas.
"Nanti saja menelfonnya tuan."
"(Tuan? Kenapa manggil saya tuan? Kamu enggak salah? Ini aku Rendy sayang)."
"Oh iya aku lupa, maaf. Nanti aja nelfonnya ya, aku lagi kerja ini." Risah langsung memutuskan panggilan telfon dengan sepihak.
Mati aku kalau ketahuan. Memang sih enggak masalah, toh Bagas juga punya istri. Tapi kan kalau dia tau aku sama Rendy pasti akan menjauh lagi dari aku, aku tidak tahan dengan pesona Bagas di setiap harinya yang makin terlihat tampan saja. Seperti orang yang belum menikah dan memiliki anak. Risah.
Takut sekali dia sepertinya. Bagiku malah lebih baik dia punya pacar supaya ada alasanku untuk berhenti
dari hubungan yang salah ini. Bagas.
Mobil kembali hening.
...***...
Epilog.
di panggilan telfon.
"Mas, pergi sama aku ya?"
"(Jangan lah, nanti orang kantor malah tambah curiga sama kita, aku enggak mau istri aku tau)."
"Yaampun mas, aku habis berduka, biar lah aku ikut mas. Jadi enggak jenuh di kantor. Kamu tega banget sih mas liat aku terus-terusan terpuruk."
"(Masalahnya semua orang akan curiga sah, termasuk istri aku juga bakal tanya sama siapa aku akan pergi!!)"
"Enggak akan mas, nanti kalau orang kantor tanya aku akan bilang aku masih cuti. Kan yang tau kamu pergi sama aku hanya kepala bagian, enggak mungkin mereka berani nanya kamu pergi dengan siapa. Apalagi istri kamu, ya enggak mungkin lah."
"(Ya udah terserah kamu lah sah. Besok berangkat pagi!!")
...***...
Mereka sampai di kota X. Dan langsung menuju hotel untuk mereka menginap. Karena perjalanan memakan waktu satu hari, jadi mereka enggak langsung kerja. Kemungkinan besok baru mulai bekerja.
Kamar hotel mereka bersebalahan. Hanya saja dalam kamar ada pintu pembatas yang bisa kapan saja Risah atau Bagas bisa memasuki kamar satu sama lain, tanpa harus orang lain tau.
Dan ini tentu saja ide Risah, dengan alasan takut dan lainnya. Yang selalu membuat hati Bagas luluh.
Tau sendiri kan, Bagas orangnya paling malas banyak bicara. Jadi lebih baik mengalah dan berkata 'iya' 'yaudah'.
Bagas berpikir akan memberi kabar istrinya. Karena masih sore dan tidak ada email yang masuk, jadi bisa leluasa menelfon istrinya.
"Hallo assalamualaikum sayang."
"(walaikumsalam salam, udah sampai yah?)"
"Udah ini udah di hotel, belum mulai kerja. Hanya nunggu email yang masuk aja dan harus di periksa, jadi masih santai."
"(Oh gitu, jangan lupa sholat dan telat makan disana ya yah)."
Bagas mengalihkan ke Videocall agar dapat melihat wajah istri dan anaknya.
"(Aayyyaahh!!!)"
Pekik Alif kegirangan.
Mereka mengobrol bak keluarga yang hangat.
Tapi tidak berlangsung lama karena Risah masuk tanpa mengetuk pintu. Bagas yang kaget langsung duduk.
"Mas aku tidur disini ya."
Ucapnya, dan Bagas langsung mematikan panggilan telfonnya.
"Kamu apa-apaan sih sah! Aku lagi komunikasi sama istri dan anakku, kalau mereka tau gimana? Bisa enggak lain kali kalau masuk ketuk pintu dulu!!!"
Bagas berbicara keras sampai terlihat urat lehernya.
"Jangan karena aku juga diam kamu terus seenaknya Risah!! Ingat hubungan kita ini udah salah, jadi jangan sampai orang tau! Apalagi istriku!! Kamu ngerti enggak sih sah!!"
Amarahnya meluap-luap.
Benar kan, orang yang nampak pendiam malah kalau marah bisa melebihi ketua mafia.
Risah menunduk dan tidak bergerak dari tempatnya. Ia menunduk dan meneteskan air matanya. Kali ini ia benar-benar takut, tidak ada lagi akting.
Ia hanya mampu berkata "Maaf." Lirih sampai hampir tidak bisa di dengar.
Bagas berdiri dan membuang muka.
Risah berbalik badan dan langsung berlari kembali ke kamarnya. Ia menutup wajahnya dengan selimut dan menangis.
Kenapa sebegitu ngerihnya aku ngeliat kamu marah mas. Bahkan kaki ku saja terasa lemas habis melihat wajah dan dengar suara bentakan mu. Begitu kamu ya kalau marah.
...***...
Di tempat lain.
Diana menggerutu karena Bagas tiba-tiba mematikan sambungan telfon. Tapi ia juga mendengar kalau ada suara perempuan yang memanggil.
Apa mungkin petugas hotel? Ah mana mungkin. Lagian enggak mungkin juga wanita duyung itukan? Bukannya dia masih sakit? Kalau iya nekat sekali dia ikut pergi kesana!
Diana akan kembali menelfon, ternyata Bagas lebih dulu mengirim pesan
"Sayang, Hpnya low bat. Ini ayah charger dulu ya. Sekalian ayah periksa email yang udah masuk ini, nanti malam ayah telfon lagiya sayang, emuah"
Diana menghela nafas lega.
Syukurlah, aku yakin kalau kamu masih bisa ngontrol diri kamu mas.
...***...
Dirumah Mita dan Anton lagi di sibukkan dengan terapi senam kehamilan, yang sudah di pimpin oleh ahlinya.
Anton mendatangkan guru senam untuk melatih Mita. Guna mempercepat proses kesuburan, dan juga tentunya sudah melalui anjuran dokter.
Mita nampak semangat melakukannya, begitu juga Anton yang melihat terus-menerus mengembangkan senyumnya.
Aku yakin kuasamu ya Allah. Engkau pasti akan memberi malaikat kecil yang selama ini kami nantikan.
Terlihat ada beberapa gerakan yang menyulitkan Mita untuk melakukannya. Seperti duduk menekuk dua kaki dan badan tegak dengan tangan menekuk kebelakang.
Wajahnya bahkan terlihat memerah karena berusaha menekan tangannya.
"Ayo tahan sampai 30 detik ya mbak."
"Haa?" Mita kaget. Pasalnya hanya 5 detik saja ia sudah terlihat akan tersungkur.
"Iya tahan ya mbak, supaya otot rahim melunak." Ucap guru senam itu dan tersenyum.
"Lakukan saja sayang, semangat."
Anton memberi semangat dan tangannya di angkat ke atas.
"Perkiraan saya tahun ini, jika kalian terus melakukan usaha dan doa, saya yakin akan hadir sebuah keinginan kalian." Ucap pelatih itu tulus.
Mereka mengaminkan doa nya.
Bersambung..
fight dong tp dgn elegan
suami dah celup msh ditrima
ah sungguh egois lelaki
Rama tersirat ada kejahatan dibalik kebaikannya selama ini
cari masalah aja sih