NovelToon NovelToon
Rahim Untuk Balas Budi

Rahim Untuk Balas Budi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Sea

Satu janji, satu rahim, dan sebuah pengorbanan yang tak pernah ia bayangkan.
Nayara menjadi ibu pengganti demi menyelamatkan nyawa adiknya—tapi hati dan perasaan tak bisa diatur.
Semakin bayi itu tumbuh, semakin rumit rahasia, cinta terlarang, dan utang budi yang harus dibayar.
Siapa yang benar-benar menang, ketika janji itu menuntut segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Sea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16 – Keputusan Diam-diam

Nayara terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang masih terasa asing. Cahaya matahari pagi dari jendela rumah sakit Singapura masuk pelan, tidak terlalu terang, tetapi cukup membuatnya menyipit. Di pelukannya, Aru masih tertidur, napasnya kecil, teratur, seolah ia mengerti dunia di sekelilingnya belum aman.

Perawat Icha masuk pelan, membawa catatan kecil.

“Bagaimana kondisi ibu?” suaranya lembut, seakan takut membangunkan bayi.

Nayara mengangguk lemah. “Lebih baik. Cuma… rasanya ingin pulang. Saya ingin pulih di rumah.”

Icha sempat ragu. “Pulang? Dengan kondisi ibu yang masih—”

“Secepatnya,” potong Nayara. Suaranya tidak tegas, tapi penuh urgensi.

Ia tidak bisa berada di sini terlalu lama. Terlalu dekat. Terlalu berbahaya.

Perawat itu tidak bertanya lagi. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Nayara, tapi ia tidak diberi hak untuk menggali. “Nanti saya sampaikan ke dokter Ardi.”

Nayara menarik napas pelan. Nama itu saja sudah membuat dadanya mengencang.

Sekitar satu jam kemudian, dr. Ardi masuk ke ruangan. Langkahnya selalu kalem, wajahnya selalu terlihat ramah, tapi ada sesuatu yang berbeda hari itu. Matanya lebih gelap, seperti sedang menimbang keputusan besar.

“Kamu yakin ingin pulang cepat?” tanyanya sembari memeriksa kondisi Nayara.

Nayara mengangguk. “Saya tidak bisa lama-lama di sini, Dok. Saya… saya ingin membawa adik saya pulang. Nadim juga sendirian di hotel. Saya takut dia kebingungan.”

Alasan itu benar. Tapi bukan satu-satunya.

Dr. Ardi menatapnya dalam, seakan mencari jawaban di balik ketakutannya. “Kalau begitu, kita atur. Tapi harus diam-diam.”

Nayara menelan ludah. “Rendra… Karina… mereka tahu?”

“Saya akan beri mereka versi singkat,” jawab dr. Ardi. “Kamu pulang untuk pemulihan. Tidak ada yang aneh.”

Suara Nayara lirih. “Dan Aru?”

Dokter itu terdiam beberapa detik, lalu menutup pintu ruangan sepenuhnya. Tatapannya berubah—bukan menakutkan, tapi seperti menyimpan kebenaran yang tidak boleh didengar siapa pun.

“Bayi itu tetap bersama kamu,” katanya pelan. “Setidaknya untuk sekarang.”

Nayara menunduk, menyembunyikan gemetar ringan di bibirnya. “Terima kasih, Dok.”

“Jangan berterima kasih dulu,” jawabnya. “Saya hanya… menjalankan apa yang seharusnya.”

Kalimat itu aneh. Mengandung sesuatu yang Nayara tidak bisa uraikan.

Tapi ia terlalu lelah untuk bertanya.

Siang itu, Karina datang untuk berpamitan sebentar. Ia tampak bahagia, membawa Aruna di pelukannya, wajahnya bercahaya seolah tidak ada masalah di dunia ini.

“Nayara, kamu istirahat yang banyak ya,” katanya sambil duduk di samping kasur. “Kalau kamu butuh sesuatu, tinggal bilang saja. Aku dan Rendra akan urus semua biaya setelah kamu di Indonesia.”

Nayara tersenyum sopan. Wajahnya pucat, tapi cukup kuat untuk mengangguk. “Terima kasih, Bu Karina.”

Aruna meringis kecil dalam pelukan Karina, dan wanita itu tersenyum lebar. “Dia manja… persis ayahnya.”

Nayara hanya mengangguk. Tidak ada kata lain yang bisa ia ucapkan tanpa meruntuhkan dirinya sendiri.

Rendra masuk setelah itu, membawa tas kecil berisi makanan. Tatapannya bertemu dengan mata Nayara beberapa detik. Ada sesuatu di sana—bukan curiga, bukan marah—tapi seperti sedang mencari sesuatu yang hilang.

“Kamu sudah pasti pulang?” tanyanya.

Nayara mengiyakan. Ia takut suaranya pecah. “Saya… ingin dekat dengan Nadim.”

Rendra mengangguk, meski jelas ada yang mengganjal. “Kalau begitu, hati-hati.”

Hanya itu. Tidak ada curiga. Tidak ada tanya lebih jauh.

Karena fokus mereka kini hanya pada Aruna.

Nayara menunduk, menahan napas.

Bisa jadi ini pertama dan terakhir kalinya Rendra melihat dirinya dalam jarak sedekat ini tanpa tahu apa yang ia sembunyikan.

Sore hari, semua persiapan selesai.

Perawat Icha menunggu di lorong, sementara dr. Ardi mendorong kursi roda kecil untuk Nayara, Aru diselimuti kain hangat di pelukannya.

“Dokumen sudah saya siapkan,” ujar dr. Ardi, menyerahkan map cokelat tipis. “Tolong dijaga baik-baik.”

Nayara mengangguk. Tidak tahu perlu mengatakan apa.

Mereka berjalan melewati lorong rumah sakit yang sepi. Pintu-pintu kamarnya tertutup rapat, lampu lorong menyala redup. Rasanya seperti melangkah di antara dua dunia—yang satu terang, penuh senyum Karina dan Aruna, dan yang satu gelap, penuh rahasia yang disembunyikan Nayara dan dr. Ardi.

Ketika sampai di pintu belakang rumah sakit, Icha menunduk hormat. “Semoga ibu cepat sehat.”

“Terima kasih,” balas Nayara pelan.

Dr. Ardi mengantar hingga mobil sewaan tiba. Nadim sudah duduk di dalam, wajahnya lelah tapi lega ketika melihat kakaknya turun dari kursi roda.

“Kak!” Nadim memeluknya erat. Pelukan anak sepuluh tahun yang ketakutan kehilangan satu-satunya keluarganya.

Nayara hampir menangis. “Maaf ya, kamu sendirian…”

“Ga apa-apa… Nadim nunggu kakak terus,” jawabnya polos. Ia melihat kain putih di pelukan Nayara. “Itu… bayi?”

Nayara mengusap kepala adiknya. “Nanti Kakak jelasin.”

Dr. Ardi menutup pintu mobil perlahan.

“Nayara.”

Nayara menatapnya.

“Kalau ada apa-apa… jangan kembali ke rumah sakit. Hubungi saya langsung.”

Nada suaranya rendah, serius, seperti peringatan yang disampaikan terlalu terlambat.

Nayara mengangguk. “Saya mengerti.”

“Dan satu hal lagi…” dr. Ardi mencondongkan tubuh sedikit, suaranya turun menjadi bisikan.

“Jangan biarkan siapa pun menyentuh dokumen itu. Termasuk keluarga mereka.”

Jantung Nayara menegang. “Kenapa?”

“Karena… itu lebih aman kalau kamu belum tahu.”

Lalu ia memberi senyum tipis—senyum yang bukan menenangkan, tapi seperti kode bahwa ia baru saja menyelamatkan Nayara dari sesuatu yang lebih besar.

Perjalanan ke bandara berlangsung tenang, tetapi hati Nayara tidak tenang sama sekali. Nadim terus menatap kain selimut kecil di pangkuannya.

“Kak… bayi ini kecil banget…” bisik Nadim. “Dia kenapa?”

Nayara menghela napas, memilih kata-kata yang tidak akan menakuti adiknya. “Dia harus dijaga baik-baik. Dan sementara, cuma kita yang bisa.”

“Jadi… dia punya kita?”

Nayara terdiam lama.

Aru menggeliat kecil, seolah mengerti pertanyaan itu.

“Kita jaga dia dulu,” jawab Nayara akhirnya. “Sampai semuanya aman.”

Nadim mengangguk serius. “Nadim bantu jaga. Janji.”

Hampir saja Nayara menangis lagi.

Malam itu, mereka terbang pulang ke Indonesia. Pesawat tidak penuh, suasana tenang, lampu kabin redup. Nadim tertidur bersandar di bahunya. Aru digendong erat, tubuhnya hangat, napasnya kecil.

Nayara membuka map cokelat yang diberikan dr. Ardi.

Ada tiga lembar dokumen.

Dua tampak seperti dokumen medis biasa.

Tapi lembar ketiga…

Wajah Nayara mendadak pucat.

Hanya beberapa baris tulisan.

Tanggal.

Kode pasien.

Dan sebuah catatan tangan kecil di bagian bawah—tulisan dr. Ardi yang ia kenal.

“Ini bukan kesalahan. Simpan baik-baik.

— A.”

Jantung Nayara berdegup kencang.

Apa maksudnya?

Apa yang “bukan kesalahan”?

Kenapa dr. Ardi menuliskannya dengan tangan?

Apa yang ia tahu… yang orang lain tidak boleh tahu?

Aru tiba-tiba bergerak di pelukannya, menangis pelan seolah merasakan ketakutannya.

“Shh… tidak apa-apa… tidak apa-apa, Nak…”

Nayara memeluknya.

1
strawberry
Karina takut Rendra berpaling darinya karena Aru mirip Rendra, Nayara takut Aru diambil Rendra dan takut akan perasaannya. Rendra takut perasaannya jatuh hati pada Nayara dan pada Aru yg mirip dengannya.
Mommy Sea: pada takut semua mereka
total 1 replies
strawberry
Dalam rahim ibu kita...
Titiez Larasaty
ikatan batin anak kembar dan ayah
strawberry
mulai ada rasa cemburu...
Titiez Larasaty
semoga rendra gak tega ambil aru dia cm mengobati rasa penasaran selama ini kasihan nayara harus semenyakitkan seperti itukah balas budi😓😓😓
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Muhammad Fatih
Bikin nangis dan senyum sekaligus.
blue lock
Kagum banget! 😍
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Romantisnya bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!