Ditahun ketiga pernikahan, Laras baru tahu ternyata pria yang hidup bersamanya selama ini tidak pernah mencintainya. Semua kelembutan Hasbi untuk menutupi semua kebohongan pria itu. Laras yang teramat mencintai Hasbi sangat terpukul dengan apa yang diketahuinya..
Lantas apa yang memicu Laras balas dendam? Luka seperti apa yang Hasbi torehkan hingga membuat wanita sebaik Laras membalik perasaan cintanya menjadi benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menagih janji
Netra kelam Hasbi berpendar. Bias pandangannya kini samar. Menunduk kepala lelaki itu tatkala benak berkelana teringat akan janjinya.
"Nggak harus datang juga, Yah. Mas Hasbi pasti akan tepati janji." suara Hera memecah keheningan diantara mereka.
Benar. Tamu yang mengganggu lelap Hasbi dengan pelukan rindu pada bayang Laras adalah Prayoga, ayah mertuanya.
Nur tidak bersuara, sementara Hasbi hanya menyimak dalam diam. Pria itu tak memiliki kuasa atas Prayoga yang jika sudah menginginkan sesuatu, tak bisa dikendalikan.
"Kamu kan sudah mau cerai dari istri pertamamu, Has." Prayoga memulai pembicaraan. "Kapan adain resepsi untuk Hara? Yang sudah pergi ya sudah. Lagi pun ada Hera dan anak-anak yang jadi tanggung jawabmu. Sudah saatnya orang-orang tahu jika putriku sudah bersusah payah memberi keluargamu keturunan."
"Itu urusan saya, Yah. Ayah nggak perlu ikut campur Rumah tangga kami." sekian lama, akhirnya bisa juga lelaki itu berkata tegas. Hanya, sayangnya, keadaan sudah seperti ini. Laras sudah pergi.
"Kamu kayaknya nggak suka aku berkunjung?" nada Prayoga sedikit sengit, matanya memicing tajam kearah Hasbi.
Suasana pagi seketika berubah.
Beruntung ketegangan tak semakin besar, suara tangis terdengar bersautan. Naila dan Cantika terbangun dari tidurnya.
Sontak saja Hasbi berdiri, dia berjalan cepat menuju kamar putrinya di ikuti Nur dibelakangnya.
Hasbi membiarkan Hera menemani ayahnya, sementara dia mulai menenangkan ke-dua putrinya.
Hasbi mengurus kedua putrinya dengan telaten, dari mulai mandikan sampai menemani makan keduanya sampai selesai.Tak lama waktu berselang. Nur memberi tahu Hasbi jika Prayoga dan Hera sudah berada di ruang makan.
Hasbi masih bicara di telpon untuk urusan pekerjaan, akhirnya mengakhiri, dia masih cukup waras untuk mengabaikan Prayoga. Hasbi pergi ke dapur. Langkah laki-laki itu terhenti saat mendengar keluhan Hera dari ruang makan yang hanya berbatas dinding. Itu karena namanya disebut-sebut, mau tak mau Hasbi menguping.
"Ayah, jangan langsung menagih kayak gini, mau ditaruh mana muka aku?"
Terdengar tawa lirih Prayoga sebelum menjawab.
"Kamu pikir buat apa Ayah setuju kamu jadi istri kedua kalau posisi itu tidak bisa dimanfaatkan. Kita tidak lebih miskin daripada istri pertama Hasbi. Kamu bisa menikah dengan laki-laki manapun yang belum punya istri. Kamu pikir Ayah cuma mengharap hadiah-hadiah yang Hasbi janjikan. Ayah bisa beli sendiri. Tidak ada kata malu untuk urusan bisnis, Hasbi tahu itu, tidak ada keluarga yang mau rugi, termasuk ayah yang sudah membiarkan kamu jadi istri simpanan."
"Ayah!"
Hera memekik di dalam sana.
"Sudahlah, perempuan tahu apa urusan bisnis? Kalian tahunya menghabiskan uang saja."
Hasbi membatu di tempat. Laki-laki itu tiba-tiba tertampar kenyataan pahit bahwa tidak ada seorang pun yang mau anaknya di rugikan, termasuk Prayoga, bagaimana dengan Mario? Tentu beliau juga menginginkan kebahagiaan untuk Laras, Hasbi tiba-tiba merasa sangat malu.
Hasbi bergabung di meja makan dengan hening, dan langsung di sambut pertanyaan tanpa basa-basi oleh Prayoga.
"Jadi kapan mobil akan di kirim ke rumah?"
Hasbi dapat melihat tarikan di lengan Prayoga dari Hera, seakan menghalangi agar Prayoga tak buru-buru tapi.... Keserakahan manusia sungguh mengalahkan tingginya langit, kata pepatah.
Hasbi tak menyalahkan satu pihak, ia pun berkaca, semua bermula dari janji yang ia buat, resepsi besar, mobil pajero, juga kebahagiaan bagi Hera adalah kesepakatan yang dia buat untuk meminta izin menikahi Hera secara siri di hari dimana Hera mengandung anak kedua mereka. Saat itu dia sudah menikah dengan Laras satu setengah tahun, tapi nyatanya dia masih menginginkan kehangatan selain istrinya di rumah, dan tubuhnya dibagi dengan Hera, wanita yang Hasbi inginkan sebagai satu-satunya perempuan yang pantas mengandung darah dagingnya.
"Sore ini," jawaban ragu-ragu itu di sambut anggukan antusias oleh Prayoga. Paruh baya itu cukup puas dengan jawaban Hasbi.
"Kalau begitu aku tunggu di rumah." Prayoga berdiri, tangannya menepuk punggung Hasbi sebelum berjalan meninggalkan ruang makan.
Hera tersenyum, dia bahagia akhirnya bisa mengangkat wajah di depan ayahnya, dan sebentar lagi semua orang akan tahu, jika dia adalah wanita yang paling di cintai Hasbi.
"Aku masih ada urusan, hari ini jangan kemana-mana, jagain Naila dan Cantika."
"Bukannya ini hari libur?" Hera menarik tangan Hasbi.
"Aku mau cari Laras,"
"Untuk? Kamu tega ninggalin aku? Aku nggak mau kamu pergi, dari pada cari Laras mending kamu bawa aku ke dokter, sejak kemarin aku mual terus." Hasbi merasa sifat Hera terlalu pickme hari ini.
"Ada yang perlu ku bahas dengan Laras,"
"Aku nggak ngizinin!" marah Hera yang kali ini tak bisa Hasbi terima.
Hasbi berdiri, tangannya meraih tangan Hera agak kuat, tubuh perempuan itu terdorong, saat Hasbi akan bicara, bibirnya di bungkam oleh Hera dengan ciuman.