seorang gadis yang berniat kabur dari rencana perjodohan yang dilakukan oleh ibu dan ayah tirinya, berniat ingin meninggalkan negaranya, namun saat di bandara ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang begitu tampan, pendiam dan berwibawa, berjalan dengan wajah dinginnya keluar dari bandara,
"jangan kan di dunia, ke akhirat pun akan aku kejar " ucap seorang gadis yang begitu terpesona pada pandangan pertama.
Assalamualaikum.wr.wb
Yuh, author datang lagi, kali ini bertema di desa aja ya, .... cari udara segar.
selamat menikmati, jangan lupa tinggalkan jejak.
terimakasih...
wassalamualaikum,wr.wb.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kedatangan Ayudia
Yusuf memarkir motornya di area parkir yang tidak terlalu jauh dari gerbang masuk tempat wisata, tempat yang juga ramai pengunjung. Saat Zora turun dari motor dengan langkah canggung dan jilbab yang sudah dirapikan dengan sempurna, sebuah mobil sedan hitam mengkilap berhenti tak jauh dari mereka.
Dari mobil itu, turunlah Ayudia.
Ayudia mengenakan gamis yang sederhana namun elegan, jilbab panjang yang menutupi dada dengan sempurna, dan adab yang tak tercela. Setiap gerakannya tenang, anggun, dan memancarkan kesalehan yang alami, benar-benar seperti yang Zora bayangkan sebagai calon istri ustadz ideal dan sempurna.
Di sampingnya, tentu saja, ada Bibi lasmi, bibi sinis yang tadi mengawasi mereka, kini tersenyum tipis penuh kemenangan.
Bibi lasmi segera berjalan mendekat, sementara Ayudia menatap Yusuf dengan senyum hormat. Bibi lasmi memastikan suaranya cukup keras agar Zora mendengarnya.
"Ya Allah, Yusuf! Kebetulan sekali kami bertemu di sini! Aku baru saja menjemput Ayudia di pintu masuk gerbang desa Purbasari. Kami tidak menyangka kamu ada di sini." ucapnya dengan tersenyum ramah yang di buat-buat.
Yusuf jelas terkejut dengan pertemuan yang disengaja ini.
"Assalamualaikum, Bibi lasmi. Ayudia. Iya, saya mengantar dek Zora ke sini. Dia ingin berendam sebentar."
Bibi lasmi melirik Zora dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan meremehkan, lalu segera menarik Ayudia ke dekat Yusuf.... Sontak Yusuf bergeser sedikit agar tidak terlalu dekat dengan Ayudia.
"Ayudia, kenalkan. Ini Nak Zora. Dia sedang menumpang di rumah Bu Suci" ucap bi Lasmi pada keponakannya. Lalu beralih menatap zora. "Nak Zora, ini Ayudia, keponakan Bibi. Sebentar lagi, dia akan menjadi bagian resmi dari keluarga besar Pesantren."
Kata-kata Bibi Sarah seperti panah yang menusuk Zora, menegaskan status Ayudia sebagai pemilik sah di mata keluarga.
Ayudia tersenyum tulus kepada Zora, membungkukkan badan sedikit sebagai tanda hormat. Ayudia sama sekali tidak sinis, ia hanya sempurna dan bersahaja. "Assalamualaikum, Zora. Senang bertemu denganmu." ucapnya lembut, suaranya terdengar sangat teduh.
Zora langsung merasa terintimidasi. Ia melihat Ayudia yang begitu tenang, sempurna, dan tampak benar di samping Ustadz Yusuf. Rasa malunya memuncak. Ia tahu Ayudia adalah saingan yang mustahil dikalahkan. Ia hanya bisa membalas salam Ayudia dengan suara yang tercekat.
"Dia nyata. Dia sempurna. Dan dia tahu cara memakai jilbab dengan benar. Aku tidak punya peluang apa-apa."gumamnya dalam hati merasa insecure.
Zora merasa bodoh dan canggung di hadapan kesalehan Ayudia yang elegan.
kecantikannya, keseksiannya, kecerdasannya,dan kekuasaan nya tidak ada apa-apanya setelah berhadapan dengan perempuan di depannya yang penghafal Al-Quran.
Mendengar kata-kata Bibi lasmi yang menusuk, dan melihat kesempurnaan Ayudia yang tak tertandingi, Zora merasakan perasaan asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, kekalahan. Di dunia lamanya, uang bisa membeli segalanya, termasuk kekuasaan. Di sini, kesalehan dan adab adalah mata uangnya, dan Zora bangkrut total....
Alih-alih menangis atau melarikan diri, Zora menegakkan punggungnya. Ia kembali menggunakan perisai kebanggaan dan sikap cueknya, mengalihkan fokus dari hati yang panas ke air yang panas.
Zora mengabaikan Bibi Lasmi, bahkan tidak membalas pandangan Ayudia yang penuh keanggunan , cantik dan teduh. Ia menatap Yusuf dengan tatapan yang terlalu berani dan sedikit tajam.
"Ustadz. Tujuan saya ke sini adalah berendam. Saya tidak punya waktu untuk hal-hal lain. Permisi." ucap Zora dingin,
Zora langsung berbalik, tanpa menunggu persetujuan Yusuf, dan berjalan cepat menuju loket masuk area pemandian. Langkahnya terlihat kaku dan tergesa-gesa, seolah ia sedang berjalan di atas bara api bukan karena terburu-buru berendam, melainkan karena ingin segera menjauh dari pandangan Ayudia yang sempurna dan Bibi Lasmi yang pandangannya sinis .
Bibi Lasmi menyeringai puas. "Lihatlah, Yusuf. Gadis itu tidak tahu sopan santun. Langsung pergi begitu saja? Tidak cocok dengan lingkungan pesantren kita."
ayudia , yang sopan, justru merasa tidak enak hati . "Bibi, jangan begitu. Mungkin Zora sedang ada masalah."
Yusuf hanya menggelengkan kepala. Ia melihat jelas bahwa sikap Zora yang terburu-buru itu adalah reaksi normal karena ia merasa terancam. Ia tahu Zora tidak benar-benar cuek, Zora sedang berjuang menghadapi emosinya.
Zora langsung melompat ke kolam air panas, berharap air belerang itu bisa menenangkan emosinya.
"Aku tidak kalah. Aku hanya menyerahkan pertempuran ini. Aku hanya di sini untuk berendam. Aku tidak peduli pada siapapun, termasuk Yusuf dan calon istrinya yang sempurna itu."
Namun, ironisnya, air panas Guci yang seharusnya membuatnya rileks justru terasa terlalu panas dan membakar kulitnya, sama panasnya dengan rasa cemburu dan kekalahan yang ia rasakan di hatinya. Ia terpaksa hanya berendam di tepian, merenungi bahwa bahkan air penyembuh alami pun terasa seperti hukuman.
Yusuf, yang melihat Ayudia dan BI Lasmi menyadari Zora bertindak di luar nalar. Ia tahu Zora tidak membawa tas berisi perlengkapan mandi atau baju ganti yang layak.
Tanpa basa-basi atau mencari alasan, Yusuf meminta izin Ayudia dan Bibi Lasmi, untuk masuk, apalagi sedari tadi penjaga loket melihat dirinya, mungkin menunggu salah satu dari tiga orang tersebut membayar karcis, sementara salah satu rombongan tadi langsung masuk begitu saja.
Yusuf segera mendekat dan membayar karcis masuk untuk dua orang, dia tidak memperdulikan dua orang itu yang ia tahu, Ayudia tidak pernah masuk ke tempat wisata yang banyak digunakan para turis lokal untuk berendam,
ia mengajak Zora kesini tujuannya ke air mandi tertutup,jadi tidak Masalah kalau Zora tidak membawa baju ganti, tapi lihatlah sekarang, Zora langsung masuk begitu saja pada kolam yang sudah mulai terisi orang-orang yang bercampur lawan jenis.
Setelah masuk , Yusuf lalu segera berjalan cepat menuju deretan toko suvenir dan kebutuhan mandi di dekat area kolam.
Yusuf tahu Zora tidak bisa pulang dengan pakaian basah. Ia membeli satu set pakaian ganti yang paling sopan yang ia temukan, celana training panjang, sweater, hijab instan dan, yang paling sensitif, ia membeli pakaian dalam baru dari toko di sana.... Tak lupa handuk untuk mengeringkan tubuhnya.
Tindakannya sangat praktis dan bertanggung jawab, mengatasi keteledoran Zora.
dari kejauhan tepatnya di depan pintu masuk, Ayudia dan bibi Lasmi menyaksikan seluruh adegan itu dari jauh, mulai dari Zora yang masuk ke kolam seperti anak kecil yang merajuk, hingga Yusuf yang kembali dengan kantong plastik berisi pakaian Zora.
"Lihat, Ayudia! Yusuf harus mengurusnya seperti anak kecil. Dia bahkan harus membelikan semuanya untuk gadis manja itu. Sungguh memalukan!"
ayudia meskipun dikenal alim, hanyalah seorang wanita muda yang hatinya mencintai Yusuf. Pemandangan Yusuf membeli baju dalam untuk wanita lain, sebuah tindakan yang sangat intim dan pribadi, begitu menusuk hatinya sedalam-dalamnya.
"Mengapa Yusuf begitu peduli padanya? Dia bukan tanggung jawab Yusuf. Aku calon istrinya, seharusnya Yusuf fokus padaku!" gumamnya dalam hati.
Ayudia segera memejamkan mata sesaat, menarik napas dalam-dalam, dan melafalkan istighfar pelan di dalam hati. Ia berusaha keras menghilangkan bisikan setan , rasa cemburu yang mengancam keikhlasannya, yang menghasutnya untuk marah, cemberut, atau menarik Yusuf pergi. Ia berjuang untuk tetap khusnudzon atau berprasangka baik, meyakinkan dirinya bahwa Yusuf hanya menunaikan kewajiban kemanusiaan.
eh Thor semoga itu Zorra bisa mengatasi fitnahan dan bisa membongkar dan membalikkan fakta kasihan yang lg berhijrah di fitnah....
lanjut trimakasih Thor 👍 semangat 💪 salam