NovelToon NovelToon
PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Iblis
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: TriZa Cancer

"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..

𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...

Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.

Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.

karya Triza cancer.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BANYAK KEJUTAN

Di dalam ruang VIP, suasananya kental dengan aroma asap rokok dan parfum mahal yang samar. Lampu temaram memantul di meja kaca hitam, di mana dua sosok duduk berhadapan, Athar, dengan ekspresi datar khasnya, dan Tuan Joko, pria paruh baya dengan jas abu tua dan senyum yang licin.

Asap rokok mengepul di antara mereka, membentuk kabut tipis yang menambah ketegangan.

“Apa ini pesanan saya?”

tanya Tuan Joko, matanya menyipit ke arah tas hitam di atas meja sambil mengepulkan asap perlahan.

Athar menatap tanpa banyak gerak, hanya mengangguk singkat membenarkan.

Begitu tangan Joko terulur hendak menarik tas itu, Athar bergerak cepat, secepat kilat. Ia menarik tas menjauh dan menyodorkan selembar kertas ke meja dengan tatapan tajam.

“Tanda tangan.”

Ucapnya datar, nada suaranya tenang namun tegas.

Joko menatapnya beberapa detik, lalu tertawa kecil.“Apa Anda tidak percaya pada saya, Tuan Athar?” katanya sinis, menatap tulisan di kertas yang ternyata surat perjanjian transaksi senjata ilegal.

Athar tetap tak bergeming. Ia hanya duduk tegap, kedua tangan di atas lutut, pandangan lurus menembus mata Joko.

Diamnya terasa menekan, seolah jawaban sudah jelas, Athar tak percaya siapa pun.

“Hahaha... kalian Golden Blood rupanya benar-benar berhati-hati.”

Joko membuka koper yang sejak tadi di sampingnya dan meletakkannya di atas meja.

Kilau tumpukan uang dolar terlihat rapi, jumlahnya besar. Ia menepuk koper itu ringan dengan nada mengejek.“Uang sudah saya siapkan. Silakan cek dan hitung kalau tidak percaya.”

Athar tidak langsung bereaksi. Ia hanya menatap koper itu sebentar… lalu sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring.

Senyum yang bukan karena puas tapi karena instingnya benar.

Ia bersandar sedikit, matanya beralih ke arah ventilasi di pojok ruangan yang nyaris tak terlihat. Udara terasa aneh. Ada getaran kecil, samar, seperti dengung mesin atau perangkat elektronik aktif.

Dalam hati, Athar bergumam pelan.“Benar dugaanku… ini jebakan.”

Tangannya yang santai di pangkuan perlahan berpindah ke sisi jaket, menyentuh gagang pistol tersembunyi di balik kain.

Di luar ruangan, Raka dan Doni mendengar suara samar lewat alat sadap, lalu terdengar bunyi klik pelan dari mikrofon kecil, seperti tombol ditekan dari jarak jauh.

Raka langsung siaga, menatap Doni serius.

“Dia nemuin sesuatu… siap-siap. Ini gak beres.”

Sementara itu, di lantai bawah, Thalia yang sudah lama menunggu akhirnya beranjak.

Dengan langkah elegan namun mematikan, Thalia meninggalkan bar menuju tangga menuju lantai dua, arah ruang VIP tempat

Athar dan Joko kini bersiap memasuki badai.

Ledakan kecil dari alat jebakan Joko terdengar seperti letupan gas yang disertai kilatan cahaya merah dari setiap sudut langit-langit ruangan VIP. Suasana yang awalnya hening berubah jadi kacau dalam hitungan detik.

“Bos! Jebakan aktif!”

teriak Raka, mendorong pintu VIP hingga terhempas terbuka keras. Bersamaan dengan itu, Rafi, Dion, dan Doni langsung masuk sambil mengarahkan senjata.

Tapi mereka terlambat, Joko sudah berdiri sambil menodongkan pistol milik Athar yang ia ambil dari tas. Di sisi lain, koper berisi uang sudah ia pegang lagi, senyum liciknya tak lepas dari wajahnya.

“Hahaha! Kalian pikir bisa menipuku?”

teriaknya dengan nada puas.

“Lihatlah sekeliling kalian! Semua yang di sini adalah pasukan elitku!”

Benar saja dari balik sofa, dari balik dinding kaca dua arah, puluhan pria bersenjata muncul serentak dengan pakaian serba hitam dan senjata otomatis teracung ke arah Athar dan timnya.

Athar tetap tenang di tengah kepungan. Matanya menyapu sekeliling, menghitung jumlah lawan, lalu menghela napas pendek.

“PENGECUT....”

Joko tertawa terbahak, suaranya keras menembus riuh langkah dan suara kokangan senjata.“Akhirnya aku bisa memusnahkan kalian, Golden Blood! Dunia bawah gak butuh kalian lagi!”

Namun tepat saat jarinya hendak menarik pelatuk.

“DOR!”

Satu tembakan tunggal menggema, tajam, bersih, dan tepat mengenai dahi Joko.

Tubuhnya terhuyung, lalu jatuh ke lantai sebelum sempat menembak.

Semua orang di ruangan itu terpaku.

Asap tipis mengepul di udara…

dan dari arah jendela besar yang baru saja pecah, melompat seorang wanita dengan gerakan lentur, gaun hitam pas badan, rambut terurai setengah, dan wajah dingin yang elegan.

Thalia.

Kecantikan dan aura mematikannya membuat seluruh ruangan seakan berhenti bernafas.

Bahkan pasukan elit Joko yang sudah mengepung mereka menatapnya dengan mata membulat.

Thalia berdiri tegap di tengah pecahan kaca, pistol perak di tangannya masih berasap.

Ia menatap senjatanya sebentar, lalu bergumam datar dengan suara dingin:

“Misi selesai.”

Ia mengeluarkan ponselnya, memotret Joko yang sudah tumbang, lalu menyimpan senjata dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.

Pasukan elit yang tersisa sontak panik, beberapa menodongkan senjata ke arahnya, namun Thalia sudah bergerak lebih cepat.

Dengan gerakan nyaris tak terlihat, ia mengeluarkan pisau tipis dari balik belahan gaunnya, melempar satu per satu dengan akurasi sempurna. Setiap pisau menancap di dada, bahu, atau tenggorokan targetnya.

Dalam hitungan detik, ruangan VIP berubah jadi ladang kekalahan.

Dari sudut lain, Doni yang masih bersembunyi sambil ngemil kacang bersama Raka, Rafi, dan Dion menatap tak percaya, lalu berbisik dengan wajah tegang.

“Itu… kan pistol perak khusus yang di pesan khusus dan cuma dipakai pembunuh bayaran nomor satu di dunia… ‘Tata’, kenapa ada di Thalia.”

Athar yang masih berdiri di sisi lainpun ikut menatap Arah tunjuk Doni.

Rafi menelan ludah, menatap ke arah Thalia yang kini berdiri di tengah ruangan penuh tubuh jatuh.“Lo bilang siapa?”

Doni menatap balik, setengah berteriak,

“Tata! Pembunuh bayaran nomor satu dunia! Apa jangan-jangan Thalia itu Tata?”

Mereka semua saling pandang, lalu spontan berteriak bersamaan karena kaget dan tak percaya.“TATAAA?!!”

Thalia sempat menatap mereka sekilas, wajahnya sempat kaget karena melihat Athar dan sahabatnya, namun tepat setelah itu, asap tebal mengepul dari lantai, menutupi pandangan. Ketika asap menghilang, Thalia ikut lenyap.

Hanya tersisa bau mesiu, pisau-pisau menancap, dan tubuh Joko yang tak bernyawa.

Athar berdiri diam di tempat, menatap bekas pecahan kaca tempat Thalia muncul tadi.

Matanya menyipit, bukan karena takut, tapi karena rasa kagum yang tak bisa ia sembunyikan.

Dalam hati, ia bergumam pelan.“Menarik.”

Tak lama pasukan Golden Blood berhamburan masuk ke ruangan VIP dengan napas terengah, pakaian mereka berlumur debu dan sisa asap.

“Bos! Maaf, kami terlambat! Pasukan elit yang mengepung bar terlalu banyak, kami harus melumpuhkan beberapa dulu,”

lapor salah satu anggota dengan nada menyesal.

Athar hanya mengangguk tanpa ekspresi. Pandangannya lurus ke depan, pada ruangan yang kini porak-poranda, bekas baku tembak, tubuh Joko yang tergeletak, dan jejak peluru di dinding. Ia tak banyak bicara, hanya menghela napas panjang.

Sementara itu, di balik sofa, empat sahabatnya Raka, Rafi, Doni, dan Dion masih santai duduk sambil mengunyah cemilan yang entah dari mana mereka dapat.

"Crack… cruncc… "bunyi renyah makanan mereka memecah kesunyian.

Athar menatap mereka datar, kemudian berkata pelan,“Cabut.”

Tanpa protes, mereka semua berdiri, membenarkan jaket masing-masing dan berjalan keluar ruangan.

Begitu mereka pergi, anggota lain yang baru datang saling berbisik pelan.

“Sahabat bos mah unik ya… keadaan genting malah sembunyi di balik sofa sambil makan cemilan.”

“Heh, jangan remehkan. Katanya sih, meskipun santai, kalau udah beraksi, mereka bisa jadi iblis beneran.”

Mereka hanya bisa bergidik membayangkan. Ketika anggota inti Golden Blood itu beraksi.

Di koridor menuju arah keluar bar, kelima anggota inti Golden Blood melangkah santai, cahaya neon dari bar memantul di jaket hitam mereka.

Doni menoleh ke teman-temannya dengan wajah masih kaget.“Gue masih gak percaya sama apa yang gue lihat tadi.”

Dion mengangguk cepat, menimpali,

“Thalia. Dan yang paling bikin gue syok, dia nembak orang dari luar jendela, tapi… tepat di dahi, bro. Kayak…sniper profesional.”

Raka menambahkan dengan nada serius,

“Dan jangan lupa, pistol yang dia pake itu senjata khusus. Jenis yang cuma dipesan sama pembunuh bayaran nomor satu di dunia "Tata". Jadi… apa mungkin Thalia itu Tata?”

Rafi, yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya, ikut nimbrung,“Daripada nebak, mending gue retas aja datanya. Biar jelas.”

Mereka berhenti sejenak di parkiran belakang bar. Rafi membuka laptop kecilnya, jari-jarinya menari cepat di atas keyboard, menembus jaringan, menyusuri data base milik Thalia.

Layar hitam menampilkan baris kode, angka, lalu..

klik!...

Mereka menyangka akan muncul tulisan SUCSESS..

Tapi layar tiba-tiba berubah hitam kembali dan foto Thalia muncul, gambar Thalia menjulurkan lidah dengan ekspresi usil, di bawahnya tertulis.

“Kepo ya?”

Seketika, keempatnya terdiam. Lalu serentak tertawa keras hingga menarik perhatian penjaga bar di luar.

“Datanya gak bisa di tembus bro...!”

“Gila… ini cewek bukan kaleng-kaleng!”

Mereka semua saling pandang, tertawa sambil menggeleng, namun pandangan akhirnya beralih pada Athar yang berjalan paling depan.“Menurut lo gimana, Bos?”

tanya Raka pelan.

Athar tidak langsung menjawab.

Ia hanya berhenti di depan motor sport hitamnya, memakai helm, dan menatap ke arah langit malam.

Di pikirannya, bayangan Thalia melompat dari jendela, wajahnya dingin tapi menawan, dan tembakan mautnya yang presisi seperti mesin.

Beberapa detik hening sebelum akhirnya ia berkata pelan, nyaris seperti bergumam pada diri sendiri“Terlalu banyak kejutan"

Ia menyalakan mesin motornya, suara knalpot meraung memecah malam.“Dan gue gak tahu… kejutan apalagi yang bakal dia tunjukan”batinnya dalam hati.

Dan Athar kini melajukan motornya, melesat cepat meninggalkan bar, diikuti para sahabatnya.

1
Nagisa Furukawa
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
TriZa Cancer: siap kak di tunggu ya😍
total 1 replies
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
TriZa Cancer: makasih kak sudah mampir di tunggu ya😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!