NovelToon NovelToon
Pernikahan Palsu Dadakan

Pernikahan Palsu Dadakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.

Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.

Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.

"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.

Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”


Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16. Tutupi

Suasana ruang makan malam itu tampak lebih tenang dari biasanya. Lampu gantung menyala hangat, memantulkan cahaya ke atas piring-piring porselen yang tertata rapi. Bi Nani bolak-balik menyajikan hidangan, dan aroma sop ayam serta ikan panggang memenuhi ruangan.

Adriella duduk di samping Alessia, sementara Zehan duduk di seberangnya. Bastian, seperti biasa, duduk di kursi kepala meja, membaca sekilas berita dari tabletnya. Rika duduk di samping suaminya, tampak lebih diam dari biasanya.

Baru beberapa menit makan dimulai, Bastian meletakkan garpunya dan menatap Adriella.

"Tentang kejadian pagi tadi di ruang rapat," ucapnya tenang. Semua gerakan di meja langsung melambat.

Adriella menoleh perlahan. "Ya, Om?"

"Saya sudah tahu bahwa dokumen dalam map yang kamu bawa bukan milikmu. Saya sudah menyelidikinya sendiri. Tapi saya tidak ingin kejadian itu diperpanjang. Mulai sekarang, lupakan saja. Jangan diungkit lagi."

Suasana menjadi hening sesaat.

Zehan dan Alessia saling pandang dengan bingung, lalu menatap Adriella bersamaan.

“Kejadian apa maksudnya?” tanya Zehan, nadanya lembut namun penuh tanya.

Adriella tersenyum tipis, menunduk. "Tidak penting, hanya sedikit masalah teknis saat presentasi."

Alessia menatapnya lekat. Ia tahu kakaknya terlalu sering menyembunyikan beban. Dan ini jelas bukan sekadar ‘masalah teknis’.

Namun Bastian sudah kembali menyantap makanannya, memberi tanda bahwa percakapan selesai. Rika di sampingnya menghela napas dalam-dalam, nyaris tak terdengar. Dari balik gelas jus yang ia angkat, matanya melirik suaminya diam-diam.

Ia lega. Sangat lega.

Bastian memilih untuk tidak mempermalukannya di meja makan, atau bahkan mengungkit perbuatannya. Tidak di depan orang lain, dan tidak malam ini.

Dan untuk sementara itu cukup.

Adriella melanjutkan makannya dengan tenang, tapi dalam hati ia tahu, seseorang yang menukar dokumennya pastilah orang yang penting bagi Om Bastian. Kalau tidak dia tidak akan melindunginya seperti ini.

🍁🍁🍁

Di kamar mereka yang diterangi cahaya lampu meja, Adriella tengah merapikan dokumen-dokumen yang tadi pagi sempat ia presentasikan ulang. Tangannya sibuk, tapi pikirannya jauh ke meja makan tadi dan tatapan penuh tanya dari Zehan dan Alessia.

Pintu kamar terbuka perlahan. Zehan masuk sambil menutupnya hati-hati, seakan tak ingin mengganggu, namun sorot matanya menunjukkan bahwa ia tak berniat membiarkan malam ini berlalu begitu saja.

"Kamu yakin nggak mau cerita apa sebenarnya yang terjadi?" tanyanya lembut.

Adriella menghentikan tangannya sejenak. Lalu meletakkan map birunya ke sisi meja.

"Aku nggak mau memperbesar masalah. Lagipula sudah selesai," jawabnya pelan.

Zehan mendekat dan duduk di pinggir ranjang. "Selesai buat siapa? Buat kamu? Buat Bastian? Atau buat orang yang nyaris menjatuhkan kamu di depan klien besar?"

Adriella menoleh menatapnya. “Aku hanya... lelah, Zehan. Rasanya setiap kali aku melangkah maju, selalu ada yang mencoba menghalangi.”

Zehan menatap mata istrinya itu lekat-lekat. “Kamu boleh lelah. Tapi kamu nggak harus menghadapi semuanya sendiri. Apalagi sampai menyembunyikan dari aku dan Alessia.”

Adriella menarik napas panjang. “Aku nggak ingin kalian khawatir. Dan aku juga nggak punya bukti kuat soal siapa pelakunya. Tapi, sepertinya Om Bastian sudah tahu.”

Zehan mengangguk perlahan. “Tadi di meja makan, aku lihat matanya. Dia tahu lebih dari yang dia ucapkan.”

Keheningan turun di antara mereka.

Zehan lalu mengambil tangan Adriella, menggenggamnya erat. “Kalau suatu hari kamu ingin cerita, aku akan dengar. Tapi jangan lupa, sekarang aku suami kamu yang sah dan nyata. Kamu bisa berbagi apa pun denganku.”

Adriella menunduk, senyumnya perlahan tumbuh, tipis namun hangat. Tangannya membalas genggaman Zehan.

Dan untuk pertama kalinya sejak semua tekanan itu menumpuk, Adriella merasa sedikit lebih ringan.

Bukan karena masalahnya hilang, tapi karena akhirnya ia benar-benar tidak lagi sendirian. Ada seseorang yang sekarang menjadi tempatnya bersandar.

🍁🍁🍁

Dua hari setelah presentasi besar itu, email dengan kop surat Velveta masuk ke kotak masuk Bastian dan juga sekretaris umum perusahaan. Judulnya jelas: "Draft Kerja Sama dan Pertemuan Lanjutan."

Bastian membacanya dalam diam, lalu menekan tombol interkom ke ruangan luar.

“Panggil Adriella ke ruang saya.”

Beberapa menit kemudian, Adriella masuk dengan raut tenang. Ia mengenakan blouse abu-abu muda dan celana panjang hitam, wajahnya masih menyisakan ketegangan dari kesibukan dua hari terakhir.

Bastian menunjuk layar monitornya. "Velveta menyetujui kelanjutan kerja sama. Mereka minta satu tim khusus untuk proyek ini dan ingin ada pertemuan lanjutan lusa."

Adriella mengangguk pelan. “Itu kabar bagus, Pak.”

“Dan kamu akan memimpin tim itu,” lanjut Bastian tanpa basa-basi.

Adriella terdiam sejenak. “Saya... akan melakukan yang terbaik.”

“Pastikan begitu. Aku tidak ingin klien sekelas Velveta kecewa. Kamu akan bertanggung jawab langsung ke aku. Tapi tetap koordinasikan dengan bagian pemasaran dan produksi.”

Adriella mengerti apa maksudnya: bagian pemasaran berarti Tante Rika.

🍁

Sore menjelang malam, Rika duduk di ruang santai pribadinya yang terletak di lantai atas rumah keluarga. Di depannya, secangkir teh melati yang mulai dingin, tak tersentuh sejak disajikan. Wajahnya menegang sejak rapat sore tadi.

Adriella, gadis yang selama ini hanya ia anggap beban dari masa lalu suaminya, kini duduk di kursi pemimpin proyek terbesar perusahaan dalam lima tahun terakhir. Lebih buruk lagi, dia mendapatkan pengakuan langsung dari Bastian di depan semua orang.

Langkah kaki terdengar dari arah lorong. Rika menoleh cepat.

“Ma,” suara itu familiar. Bara muncul di ambang pintu, koper kecil masih di tangannya, dasi sedikit longgar.

“Bara...” Rika segera berdiri dan menghampirinya. “Kamu sudah pulang.”

“Baru sampai dari bandara. Lihat wajah Mama di video call kemarin bikin aku pengin langsung pulang.”

Mereka duduk berhadapan di sofa. Bara meletakkan koper di samping, lalu bersandar, memperhatikan ibunya.

“Ada perkembangan?” tanyanya.

Rika mengangguk, suaranya pelan. “Papa menunjuk Adriella sebagai kepala proyek Velveta.”

“Langsung dia?” Bara mengernyit. “Bukan tim gabungan?”

“Langsung. Dan dia dapat dukungan penuh. Bahkan aku... aku harus koordinasi dengannya.”

Bara mendesah panjang. “Mama tahu ini artinya, kan? Papa sudah mulai percaya sama dia. Sekali Adriella dapat proyek ini dan berhasil, posisinya akan lebih kuat dari siapa pun di rumah ini.”

“Makanya Mama nggak tenang. Selama ini aku masih bisa tahan karena Papa selalu memandang rendah dia. Tapi sekarang dia bahkan diberi kepercayaan langsung.”

Bara mengangguk, lalu bersandar ke depan, menyatukan jemari.

“Jadi sekarang Mama mau apa?”

Rika terdiam sejenak, lalu berkata, “Kamu bantu Mama perhatikan setiap langkahnya di kantor. Kalau ada celah, kita gunakan. Tapi untuk sekarang, kita diam. Aku sudah jera karena aksi terburu-buru.”

Bara menatap ibunya dengan tenang. “Mama mulai belajar. Itu bagus. Tapi jangan lengah. Orang seperti Adriella bisa menang bukan karena dukungan, tapi karena ketahanan.”

Rika mengangguk pelan. Tapi dalam hatinya, bara ketidaksukaan tetap menyala.

Diam bukan berarti menyerah.

Hanya menunggu waktu yang tepat untuk kembali mengatur langkah.

1
Mar lina
coba orang tua Zehan
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
emak sama anak
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
ya ampun bara...
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
Mar lina
semoga Bastian
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!