Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 16
Malam itu, langit di atas Maladewa bertabur bintang, menciptakan kanvas alam yang menakjubkan. Rania berdiri di balkon kamarnya, membiarkan angin laut yang sejuk membelai wajahnya. Di kejauhan, pantai memancarkan cahaya biru berkilauan, fenomena alam yang dikenal sebagai "Lautan Bintang," di mana fitoplankton bioluminesensi menghasilkan cahaya saat terganggu oleh ombak.
Saat Rania tenggelam dalam keindahan malam, tiba-tiba sepasang lengan kuat melingkari pinggangnya dari belakang. la terkejut, napasnya tertahan sejenak. Aroma maskulin yang khas segera memberitahunya siapa pemilik pelukan itu.
"Adrasta," bisiknya, suaranya bergetar. Adrasta mempererat pelukannya, mendekatkan bibirnya ke telinga Rania. "Apakah kau menikmati pemandangan ini?" tanyanya lembut, namun ada nada kepemilikan dalam suaranya.
Rania berusaha melepaskan diri, tangannya mencoba mendorong lengan Adrasta. "Lepaskan aku," pintanya tegas. Namun, Adrasta tidak mengendurkan genggamannya.
"Kenapa kau selalu menjauh dariku, Rania? Kita ini suami istri," ujarnya, suaranya rendah namun penuh tekanan. Rania merasakan ketegangan meningkat.
"Kita menikah berdasarkan kontrak, Adrasta. Kau tahu itu," jawabnya, mencoba menjaga ketenangan.
Adrasta memutar Rania hingga mereka saling berhadapan. Mata gelapnya menatap dalam ke mata Rania. "Aku ingin lebih dari sekadar pernikahan kontrak. Aku ingin pernikahan yang sesungguhnya denganmu," katanya, suaranya penuh tekad.
Rania terkejut mendengar pernyataan itu. la menggelengkan kepala, mundur selangkah. "Itu tidak mungkin. Kita sudah sepakat, pernikahan ini hanya berlangsung satu tahun," katanya dengan nada marah. Adrasta mendekat lagi, menatap Rania dengan intens.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai," ucapnya dengan suara rendah namun mengancam.
Rania merasa ketakutan, namun ia mencoba mempertahankan keberaniannya. "Aku tidak akan pernah menyukaimu atau menerima kamu sebagai suamiku," katanya tegas. Adrasta tersenyum tipis, namun matanya tetap dingin.
"Kau ingat janjimu? Kau berjanji akan menuruti semua permintaanku jika aku mengampuni hidup Rey," katanya, mengingatkan Rania pada kesepakatan mereka sebelumnya.
Rania terdiam, menyadari posisi sulitnya. la menundukkan kepala, merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkannya. Adrasta mengangkat dagu Rania dengan lembut, memaksanya menatapnya. "Aku ingin kita menjalani malam pertama kita sebagai suami istri malam ini," bisiknya, suaranya lembut namun penuh otoritas.
Rania merasa jantungnya berdegup kencang. la ingin menolak, namun bayangan tentang keselamatan Rey membuatnya ragu. Air mata mulai menggenang di matanya, mencerminkan pergulatan batinnya.
Adrasta menatapnya dengan tajam, menunggu jawaban. Rania tahu bahwa apapun keputusannya malam ini akan membawa konsekuensi besar. Di kejauhan, cahaya biru dari "Lautan Bintang" terus berkilauan, seolah menjadi saksi bisu dari drama yang tengah berlangsung di balkon itu.
Malam telah larut, dan keheningan menyelimuti vila mewah di pulau pribadi Maladewa yang kini menjadi tempat tinggal Adrasta dan Rania. Suara deburan ombak yang menenangkan berpadu dengan semilir angin laut yang menyusup melalui jendela balkon, menciptakan suasana yang damai namun sarat ketegangan di antara keduanya.
Adrasta masih berdiri di balkon kamar Rania, matanya menatap tajam ke arah wanita yang kini menjadi istrinya. Rania, berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk, merasakan kehadiran Adrasta yang begitu mendominasi. la tahu bahwa percakapan ini tak terelakkan.
"Rania," suara Adrasta memecah keheningan, dalam dan penuh tekanan. "Aku butuh jawabanmu sekarang. Apakah kau akan memenuhi kewajibanmu sebagai istriku malam ini, atau kau lebih memilih melihat Rey kehilangan nyawanya di Jakarta?"
Kira kira apa jawaban Rania ya? Apakah ia akan mau mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan hidup Rey atau ia akan menolak permintaan Adrasta?