Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyukaimu, Menyakitkan!!!
Meski Jia telah menyiapkan hati untuk mendengar jawabannya, namun tetap saja, perasaannya seperti dihantam benda tumpul, meninggalkan luka lebam. Lalu, bagaimana bisa manusia sepertinya memungut perasaan yang sudah terlanjur membiru itu? Rasanya sungguh sakit.
Jia menatapnya tajam, sembari menahan air mata. “Bukankah sangat lucu jika percintaanmu diatur oleh kay!!”
Liel hanya diam, tidak ingin menjawab. Seketika Jia geram, dirinya ingin sekali memukul Liel, namun sayangnya, kesabaran Jia jauh lebih luas dibandingkan rasa marahnya.
“Ayolah Liel, bicaralah!! Apa ada perekat super di mulutmu sehingga sulit bersuara? Mengapa kamu tidak bisa menjauhinya? Kamu pasti tahu bahwa dia juga memiliki perasaan padamu?” Cecar Jia seraya menarik lengan baju Liel.
Liel merasa bahwa lidahnya kelu. Kemudian dia menghela napas panjang. “Sulit untuk aku dan kay saling menjauh, karena ayahku hanyalah bawahan ayahnya. Meski begitu, orang tua kami berada di circle yang sama, seperti mengikuti klub olahraga atau menghadiri pertemuan acara. Sekarang, aku hanya berharap dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.”
“Wah, apa kamu tidak tahu apa-apa? Dia mengulanginya Liel!!! Sekali lagi, MENGULANGINYA!! Ucap Jia kesal.
Liel mengernyitkan dahinya.
“Sial!! Kamu tahu Nata, teman masa kecilmu, dan juga Sanna? Mereka adalah korban dari perlakuan Kay.”
“Nata?? Haaa … kamu sudah tahu rupa—”
“Ya, Nata sudah menceritakan semuanya padaku. Bahkan alasan nata tidak ingin berteman denganmu karena dibawah ancaman kay.” Potong Jia seraya melepaskan kacamatanya.
Alis Liel bertautan. Ada rasa bersalah yang muncul di dadanya. “Maafkan aku Jia, aku tidak bermaksud menyembunyikannya.”
“Ya … jika dipikirkan kembali, kalian bertiga berperan hebat, seolah-olah tidak mengenal satu sama lain, aku sampai tidak menyadarinya.”
Liel serius, berharap Jia menjelaskan semuanya. “Maaf … bisakah kamu menceritakan padaku tentang Nata?”
Jia segera menceritakan kembali apa yang dilakukan Kay kepada Nata dan ibunya. Liel terkejut bukan main. Matanya menyipit tajam, penuh intensitas.
Dia tidak menyangka bahwa Kay akan menipu dirinya lagi, bahkan bertindak keji. Pada saat itu, yang Liel tahu hanyalah Nata tidak ingin berteman dengannya, sehingga Liel memutuskan untuk tidak mengenal Nata lagi.
“Ternyata dia tetap berulah tanpa sepengetahuanku!!” Ucap Liel seraya memukul pelan stir mobil.
Jia penasaran. “Apakah ada kasus serupa seperti ini Liel?”
Liel menghela napas panjang, kemudian dia mulai menceritakan masa lalunya. Dia mengatakan saat duduk bangku kelas tiga SMP, dia pernah menyukai seorang adik kelas.
Seiring berjalannya waktu, Kay yang mengetahui tentang itu, segera mengancam adik kelas tersebut agar tidak mendekati Liel. Liel yang mengetahui nya pun segera menemui Kay.
Mereka bertengkar hebat, namun saat Kay berlutut memohon untuk dimaafkan, Liel pun luluh, sehingga mereka berteman kembali seperti biasa.
Namun ironisnya, Liel tidak pernah lagi melihat adik kelas tersebut, kemungkinan dia telah pindah sekolah akibat perbuatan Kay.
“Jadi, bukankah saat ini kita memiliki banyak bukti? Kita hanya perlu mengumpulkan para korban.”
“Bagaimana jika para korban tidak ingin speak up? Sia-sia Jika melaporkan suatu kejahatan tanpa bukti yang jelas.”
“Jika membuplikasikan kasusnya ke media sosial? Apa akan berpengaruh? Dengan adanya kasus yang mencuat tentang dirinya, dia bisa saja kalah!”
“Bisa saja, namun berhati-hatilah dengan pasal pencemaran nama baik yang menimpamu, terlebih lagi ayahnya dekat dengan para petinggi kepolisian dan awak media, jadi lebih baik, simpan saja dulu niat baikmu sampai kamu memiliki bukti fisik yang kuat.”
Seketika Jia diam membisu bak patung. Dia seperti tersesat di sebuah labirin tanpa tahu jalan keluar. Kay bagai benteng yang kokoh, tanpa memiliki kelemahan apapun.
Jia memegang dahinya, lalu mengurutnya dengan pelan. Kepalanya terasa sakit, karena memikirkan masalah yang tidak ada ujungnya.
“Jangan putus asa Jia. Kedepannya, biar aku yang pikirkan solusi yang terbaik untuk melawannya. Saat ini, mari kita makan siang dulu.”
“Bagaimana bisa dia mengajakku makan siang pada situasi seperti ini?” batinnya dalam hati.
Jia dengan tegas menolak ajakannya. Tanpa membantah dan berusaha mengajaknya lagi, Liel segera mengantarnya pulang.
“Kamu tidak berusaha mengajak ku lagi?”
Liel memicingkan matanya. “Ada apa lagi?? Bukankah kamu ingin pulang?”
“Tidak, ayo temani aku makan es krim.”
“Kata aneh itu cuma cocok untukmu.” ucap Liel datar.
Meski begitu, Liel tetap menuruti permintaan Jia. Baginya, Jia adalah wanita pertama yang rumit, namun menarik, setelah ibunya.
...****************...
Mereka telah tiba di “Sweet Tooth”, toko es krim langganan Jia. Terik matahari yang menyengat, membuat Jia ingin segera memakan es krim.
Setelah selesai memesan es krim dan makan siangnya, fokus Jia beralih kepada “photobox” yang ada di sebelah meja kasir. Jia dengan ide nya yang brilian itu segera menyenggol lengan Liel.
“Ada apa lagi?” tanyanya.
“Ayo kita berfoto??” Ajak Jia seraya menunjuk “photobox”.
Liel mengalihkan pandangannya ke arah “photobox”. “Apa? Berfoto?? Tidak! Aku tidak mau, kamu saja!”
“Oh, begitu ya!! Tetapi, jika berfoto dengan Doris dan Den, kamu mau!!” Sahut Jia dengan wajah cemberutnya.
“Apa?? Sejak kapan … Ah sial, pasti Doris yang menunjukkan foto itu padamu! Baiklah, mari kita lakukan.”
Mereka berdua pun segera berfoto. Jia berfoto dengan berbagai gaya yang ekspresif, dan dari keempat foto tersebut, hanya satu foto Liel yang tersenyum tipis dan kaku.
“Apa kamu akan mati Jika tersenyum lebar? Ayo kita ulangi sekali lagi!”
Liel menahan tangan Jia untuk menekan tombol kamera. “Cukup Jia. Kita sudah berfoto terlalu banyak.”
“Heii, tetapi—”
Pembicaraan Jia harus terpotong saat Liel menempelkan dahinya ke dahi Jia, meninggalkan aroma manis, bercampur dengan wangi musky yang khas.
“Sekarang kamu pasti akan berhenti! Ayo keluar dari sini, pesanan es krim kita pasti sudah selesai dibuat.” Ucap Liel dengan telinga yang memerah.
DUAR!!!
Begitulah isi hati Jia saat ini, meledak tanpa peringatan. Dia menutup wajahnya. Dia terlalu malu untuk keluar dari bilik foto. Wajahnya memerah bak udang rebus. Liel yang mengetahui hal itu, tersenyum penuh arti.
“Ayo pulang, jika tidak, aku akan habiskan es krim beserta makan siangmu ini!”
Jia tidak menjawab Liel. Dia hanya terdiam selama Liel mengantarnya. Hatinya berkecamuk di antara rasa senang dan sedih.
“Hei, kita sudah tiba di depan rumahmu, mengapa diam? Apa aku melakukan kesalahan?”
“Tidak … tidak sama sekali, Liel. Terima kasih sudah mengantarku.” Ucapnya tersenyum.
Bahkan setelah Liel pergi pun, Jia masih tidak beranjak dari tempatnya berdiri, di depan rumahnya. Namun, ada yang sirna, yaitu senyuman Jia.
Jia ingin lebih lama bersama Liel. Akan tetapi, saat tahu bahwa mereka saling menyukai, namun sulit untuk bersama, membuatnya tidak ingin merasa bahagia dan memilih untuk menyendiri. 🥲
,, suka deh puny sahabat macam Nata