Di dunia yang dikuasai oleh kekuatan, Xiao Tian menolak tunduk pada takdir. Berasal dari alam bawah, ia bertekad menembus batas eksistensi dan mencapai Primordial, puncak kekuatan yang bahkan para dewa tak mampu menggapai.
Namun, jalannya dipenuhi pertempuran, rahasia kuno, dan konspirasi antara alam bawah, alam atas, dan jurang kematian. Dengan musuh di setiap langkah dan sahabat yang berubah menjadi lawan, mampukah Xiao Tian melawan takdir dan melampaui segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tian Xuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Pulau Terlarang dan Tujuh Tetua
Cahaya matahari menyusup melalui dedaunan raksasa, menciptakan pancaran keemasan yang jatuh ke tanah yang tertutupi rumput hijau lembut. Di langit, awan-awan putih bergumpal seakan lukisan para dewa. Udara di pulau ini terasa murni, seolah tidak pernah tersentuh oleh peradaban luar.
Xiao Tian melangkah pelan, menikmati keindahan yang tak ia duga sebelumnya. Dari luar, pulau ini tampak menakutkan, penuh dengan aura kematian. Namun, begitu masuk ke dalamnya, ia seolah masuk ke dunia yang berbeda—penuh kedamaian, kehidupan, dan keindahan yang luar biasa.
Sungai berkilauan mengalir perlahan, memantulkan cahaya seperti serpihan bintang. Pepohonan tinggi menjulang, beberapa di antaranya memiliki daun yang berpendar dalam kegelapan. Aroma bunga yang aneh namun menenangkan memenuhi udara, membuat setiap tarikan napas terasa seperti obat penenang bagi jiwa yang lelah.
Xiao Tian berhenti di dekat tepi sungai, menatap aliran air yang berpendar seperti perak cair. Dalam hatinya, ada dorongan aneh yang muncul—keinginan untuk mengabadikan pemandangan ini.
Ia berjongkok, mengambil sehelai daun besar, lalu mencelupkan jarinya ke air yang bercahaya. Dengan gerakan halus, ia mulai melukis. Setiap sapuan jari menghasilkan garis yang jernih, membentuk bayangan pepohonan, aliran sungai, dan langit yang luas.
Namun, saat ia mulai terhanyut dalam lukisannya—
BRAK!
Sebuah tubuh kecil menabraknya dari belakang, membuat tangannya gemetar dan hampir merusak gambar yang sedang ia buat. Xiao Tian menghela napas, lalu menoleh ke belakang dengan ekspresi datar.
Seorang bocah laki-laki berdiri di belakangnya, napasnya terengah-engah. Wajahnya dipenuhi keringat dan ketakutan. Pakaian lusuhnya sobek di beberapa bagian, menandakan bahwa ia telah berlari dalam waktu yang cukup lama.
"Oi, kau tidak punya mata?" kata Xiao Tian dengan nada malas.
Bocah itu tidak menjawab, matanya malah melebar ketakutan.
Xiao Tian mengernyit. "Apa kau tidak bisa bicara?"
Sebelum bocah itu sempat membuka mulutnya, suara menggelegar tiba-tiba mengguncang tanah di belakang mereka.
"GROOOAARRR!!"
Dari balik pepohonan, seekor gorila raksasa muncul. Tubuhnya sebesar rumah, otot-ototnya tampak seperti baja yang ditempa. Matanya merah menyala, penuh dengan amarah dan haus darah.
Bocah itu menjerit dan bersembunyi di belakang Xiao Tian, tubuhnya gemetar ketakutan.
Xiao Tian, di sisi lain, hanya menatap gorila itu dengan ekspresi malas.
Tanpa tergesa-gesa, ia kembali melanjutkan lukisannya.
Gorila itu meraung, lalu mengangkat lengannya yang sebesar pilar raksasa. Ia mengayunkan tinjunya, berniat menghancurkan Xiao Tian dan bocah itu dalam satu serangan.
Namun—
BZZT!
Sebuah cahaya keemasan tiba-tiba muncul, membentuk formasi pelindung di sekitar Xiao Tian dan bocah itu.
Tinju gorila itu menghantam formasi tersebut, namun langsung terhenti, seolah-olah membentur dinding tak terlihat.
Xiao Tian menghela napas, masih tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun terhadap situasi itu.
"Apa kau selesai?" tanyanya datar, tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisannya.
Gorila itu meraung lebih keras, bersiap untuk menyerang lagi—
Namun sebelum ia bisa bergerak, tujuh sosok tiba-tiba muncul dari udara tipis.
Udara di sekitar mereka langsung dipenuhi tekanan yang luar biasa.
Enam pria tua dan satu wanita berdiri dengan aura yang begitu kuat hingga hewan-hewan di sekitar langsung berlari ketakutan.
Rambut mereka putih seperti salju, namun wajah mereka masih penuh dengan kehidupan. Pakaian mereka dihiasi dengan simbol-simbol kuno yang berpendar samar di bawah cahaya matahari.
Wanita di antara mereka maju selangkah, menatap Xiao Tian dengan penuh minat.
"Menarik... seorang anak muda yang bisa memicu formasi suci di pulau ini?" suaranya lembut, namun penuh dengan kekuatan.
Salah satu pria tua mendengus dan melirik gorila itu.
"Makhluk bodoh ini seharusnya tahu lebih baik daripada menyerang di dekat formasi."
Tanpa gerakan yang mencolok, ia hanya melambaikan tangannya sedikit—dan tiba-tiba, gorila raksasa itu terlempar jauh ke langit seperti daun kering yang tertiup angin.
Bocah di belakang Xiao Tian menatap kejadian itu dengan mulut ternganga.
"Wow... para Tetua benar-benar kuat!"
Xiao Tian akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap ketujuh orang itu dengan mata menyipit.
Wanita itu melangkah lebih dekat, menatapnya dengan tatapan tajam.
"Siapa namamu, anak muda?"
Xiao Tian tidak menjawab langsung. Ia menilai mereka satu per satu sebelum akhirnya berkata, "Xiao Tian."
Salah satu pria tua mengelus janggutnya sambil mengangguk pelan.
"Hmm... kau berbeda dari kebanyakan orang yang datang ke sini."
Xiao Tian tetap diam, ekspresinya tetap datar.
"Apa kalian orang-orang yang menjaga pulau ini?" tanyanya akhirnya.
Wanita itu tersenyum tipis. "Bisa dibilang begitu. Kami adalah Tetua Pulau Terlarang."
"Tetua Pulau Terlarang?"
Salah satu dari mereka mengangguk. "Kami adalah penjaga warisan yang telah terkunci selama ribuan tahun."
Mereka semua memandang Xiao Tian dengan tatapan penuh makna, seakan melihat sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya.
Wanita itu melangkah lebih dekat lagi, menatap matanya dalam-dalam.
"Dan kau, anak muda... tampaknya ditakdirkan untuk sesuatu yang lebih besar."
Xiao Tian tetap diam, tetapi dalam hatinya, ia tahu—
Pulau ini bukan sekadar pulau biasa.
Dan pertemuannya dengan mereka, bukanlah kebetulan.