Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana putraku, sialan!!
“Sayang, kamu tidur duluan, mama tunggu papa pulang ya...” di sebuah ruangan yang cukup besar, wanita paruh baya itu sedang berbicara seorang diri. Boneka yang ada di atas ranjang, dia selimuti penuh kasih sayang. Dia mengusap lembut rambut berwarna cokelat dari boneka itu.
“Ara mau dengarin dongeng? Jangan malam ini ya sayang..”
Puk, puk, puk....
Dia merapikan rambutnya yang terlihat kusut, mencepolnya sembarang dengan gelang karet yang ada di tangannya.
Dia ikut naik ke ranjang, membaringkan tubuhnya di samping boneka spesial itu. Tidak tertidur, tangannya bergerak gelisah, mencari sesuatu yang ada di nakas itu.
“arghhhhhhhhhh kamu tega mas, kamu tega sama aku, hikssss..” dia mendudukkan tubuhnya, meraup kepalanya frustasi kemudian menangis sesenggukan.
“Bu, Bu Delina tolong tenang ya..” seorang suster khusus yang menjaganya kini mendekat.
“Awasssss, jangan menghentikanku, lepas!!” dia terus berontak dalam dekapan Suster yang hendak menenangkannya.
Brughhhh
Saking kuat tenaganya, suster tersebut sampai terhuyung ke belakang.
“Kamu jalang itu, hahhh? Dimana putraku sialan, dimana kamu membawanya!!!” dia berjalan mendekat, senyum sinis dia tampilkan membuat suster Erma mundur perlahan karena ketakutan.
Suster Erma, suster kesekian yang bertugas menjaga mama Delina. Sudah cukup banyak yang selama ini menanganinya, dan rata rata mereka tidak sanggup jika di jadikan sebagai suster khusus untuk mengurus wanita gila yang tingkat kegilaannya melebihi batas.
Untuk suster Erma sendiri, dia baru satu minggu ini menyanggupi hal itu. Dan hari ini, pertama kalinya dia melihat dan percaya apa yang di rumorkan. Ternyata benar adanya, mengurus wanita di depannya butuh kekuatan dan ekstra sabar.
Suster Erma terus mundur, hingga tubuhnya yang terlihat bergetar menahan takut kini mepet ke tembok.
Lihatlah, di tangan wanita gila itu sudah ada gelas kaca, gelas yang biasa untuk dia minum. Salah suster Erma sendiri, dia belum sempat meringkus semua itu tadi.
“Dimana kamu membawa putraku? Dimanaaaaaa!!!”
Brughhhhh
“Akhhhhhhh” suster Erma berteriak lantang, dia memegang kepalanya. Dan benar saja, gelas itu pecah di kepala sang Suster, menyisakan darah dan luka yang cukup dalam.
“Hahahahhah, harusnya kamu mati! Harusnya kamu mati, jalang... hiksss, hikssss..” dia berlutut, tangannya bergerak untuk menyentuh leher suster Erma, mencekiknya perlahan sembari tertawa ria
“To..tolong....”
Ceklek~~
“Mama...” Ellara berlari mendekat, dia menjauhkan tubuh mamanya dari suster Erma. Di belakang Ellara, ada seorang dokter wanita dan Arkana. Dokter itu segera menghampiri suster Erma, menuntunnya keluar dari dalam ruangan berbahaya itu.
“Hahahahhha, masih berani kamu menampakkan wajahmu ini, hah??”
“Aku bukan orang bodoh, aku selalu melihatmu duduk berdua dengan suami aku, kamu pelakor, bisa bisanya wajah jelek itu tampil di depan saya!!” seolah tidak kenal dengan rupa manusia, mama Delina beralih. Dia kini menjambak Ellara, mengeluarkan makian yang terus saja terdengar.
Menjambak dan membentur tubuh kecil Ellara ke tembok, gadis itu tidak berbuat banyak, dia bahkan tidak menghentikan aksi mamanya.
“Sweetie..” Arkana menatap nyalang kala tangan Ellara mengisyaratkan untuk tidak menganggu. Pria itu berpaling, wajahnya tampak cemas menyaksikan Ellara yang terus terusan di sakiti seperti itu.
Setelah cukup puas, aksinya berhenti. Dia menatap lurus dengan tatapan kosong. Air matanya keluar begitu saja.
“Mama...” lirih Ellara. Wanita di depannya tidak berkutik, tapi tangannya menyempil anak rambut Ellara yang terlihat sangat berantakan akibat ulahnya.
.
.
“Tidak, kamu wanita itu!! Aku sering melihat wajah ini, kamu yang menghancurkanku...”
Plakkkkk
Dia menampar keras pipi mulus Ellara, menyisakan rasa perih dan kemerahan di kulit gadis itu.
“Mama, aku bukan wanita itu ma...”
“Diam!!!”
“AKU BUKAN PELAKOR MA!!!! AKU ELLARA, AKU ELLARA MA!!!!” siapa yang tidak merasa sakit jika orang yang dulunya selalu ada untuk kita sekarang menatap asing penuh permusuhan.
Dia bahkan mengotorkan tangannya karena salah mengira. sakit, sangat sakit yang Ellara rasakan sekarang.
Bukan lagi sakit fisik, tapi hati gadis itu sangat rapuh menghadapi hal ini. Dia menangis pilu di dalam ruangan itu, tangisan yang menggambarkan bagaimana kondisinya saat ini.
“Berhenti menangis di sini!!!! Keluar, keluar sekarang pelakor nggak tahu diri, keluar!!!!!” teriak mama Delina begitu memekakan telinga. Dia menyeret tangan Ellara, menghempaskan tubuh gadis itu ke luar pintu.
“aku bukan pelakor ma...” suaranya terdengar lirih dan pelan.
“AKU BUKAN WANITA ITU MAHHHH, AKU ELLARA, TOLONG MA... AKU ELLARA, HIKSSSS, HIKSSS..” di depan ruangan, Ellara masih menangis pilu.
“non, nona, tenangkan diri nona dulu” dua orang perawat menghampirinya. Mereka menatap kasian pada gadis tersebut.
“Aku Ellara ma...” suaranya kian kecil, tubuhnya bersandar pada tembok.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.