He'S Obsessed

Ailen berdiri di depan cermin berukuran cukup besar, menatap penampilan nya malam ini dengan gaun yang arsen berikan. Tampak cantik, dia memuji dirinya sendiri. Di rasa semuanya selesai ailen berjalan menuju kebawah.

Beberapa saat yang lalu arsen menghubungi nya dan mengatakan dia menunggu nya di bawah. Ailen pun buru buru bergegas menemui sang kekasih yang sudah dia rindukan.

"Bunda, aku mau makan malam sama paman arsen" ailen memekik pada bundanya yang tengah menonton tv serial kesukaannya.

Bunda naya hanya mengacungkan tangan tanda setuju. Membuatnya segera keluar dan menghampiri kekasih hatinya.

"Paman!"

Arsen yang sedang santai bersandar pada badan mobilnya segera menoleh, tersenyum lalu dia sambut pelukan sang kekasih.

"Aku merindukanmu" ailen memejamkan matanya, menikmati aroma maskulin dari pria yang dia rindukan beberapa hari ini.

"Aku juga" arsen balas.

Dia bukakan pintu mobilnya untuk sang kekasih dan dia pegang tangannya dengan lembut. Tertutup, dia segera masuk ke sebelah lagi untuk segera mengemudi.

Mobil itu melaju menuju sebuah hotel berbintang. Telah dia rencanakan dan di pesankan beberapa hari yang lalu. Tak mungkin pula dia melupakan hari ulang tahun kekasihnya.

Dinner romantis telah di siapkan pihak hotel, dan ailen puas dengan hasilnya.

"Kau suka?" Tanya arsen. Di genggam tangan Kekasih nya dan dia tatap begitu teduh.

Gadis nya mengangguk, matanya melengkung tersenyum. "Aku menyukainya" jawab ailen.

Berkali kali gadis itu mengucapkan dia menyukai semuanya. Karena harapannya saat mengharapkan kehadiran kekasih nya ternyata tak sia sia.

Tiba tiba arsen mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna hijau tua. Tampak mewah, lalu menyodorkan nya pada ailen.

Gadis itu meraihnya, wajahnya berbinar penuh kegembiraan. Sebelum membukanya, dia tersenyum pada arsen yang sedari tadi memperhatikan nya. Terambil dia buka kotak beludru itu, dapat di lihatnya sebuah kalung dengan liontin berlian putih dengan ukuran cukup besar.

Matanya berkaca kaca, memburam dan arsen segera menghapusnya. Telaten jempol tangannya menghapus jejak air mata.

Dia bangkit, berdiri di samping nya dan dia ambil kalung itu. "Aku pakaikan" ujar nya.

Ailen mengangguk, menyatukan rambutnya dan dia angkat. Supaya arsen lebih mudah memasangkannya di leher. Segera setelah terpasang, dia turunkan kembali rambutnya sampai terurai. Arsen pula membenarkannya agar rapih kembali.

"Terima kasih" ailen berucap kecil, di angguki kekasihnya.

"Aku pikir kamu lupa dengan ulang tahunku karena kau tak datang. Tapi ternyata aku salah, kamu memberiku kejutan tak terduga" tambahnya. Sempat matanya sayu tetapi kembali melengkung tersenyum.

Arsen merunduk, dia kecup kening gadisnya dan dia berbisik pelan. "Tidak akan aku lupakan hari spesial kekasihku" ucapnya dengan tulus.

Ailen tersenyum mendengar nya, pipi nya memerah bagai buah peach. Segera dia menarik sedikit tengkuk kekasihnya yang masih merunduk dan dia hadiahi ciuman singkat.

"Kita makan lebih dahulu". Arsen segera kembali duduk ke kursinya.

Sembari berbincang pelan dan romantis, mereka tertawa dengan sering. Saling menyuapi satu sama lain, seperti di mabuk asmara. Alunan musik yang pelan menambah kesan romantis nya, tak begitu kuat tetapi begitu enak di dengar.

Begitu selesai makan, keduanya berdansa romantis di sampingnya. Maju mundur dan tangan mereka membelit di tubuh masing masing. Arsen berikan bisikan bisikan cintanya sampai ailen terbuai di buatnya.

" aku mencintaimu sungguh" berbisik kembali pria itu.

Ailen memejamkan matanya, mengangguk dan dia tatap bahu kanan sang kekasih. "Aku lebih mencintaimu" ucapnya membalas. Mendongak lalu tersenyum.

Tubuh keduanya berayun, ke depan ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Saling melempar senyum, angin malam pun tak berani mengganggu kuat kemesraan mereka.

Dalam satu tarikan arsen berhasil membopong tubuh ringkih itu. Ailen mengalungkan dua tangannya pada leher si pria. Di bawa berjalan menuju kamar yang telah di siapkan.

Arsen baringkan tubuh itu di atas ranjang yang sudah di hias. Kemudian dia bangkit, dan menatap sayu pun teduh matanya. "Tidurlah. Ini sudah malam" ucapnya. Jelas dia mempermainkan.

Sorot matanya penuh kekecewaan, tak dapat ailen mengukir senyum nya. "Bukan kah kamu menginginkan aku? Kenapa menyuruhku tidur?" Dia bertanya dengan parau.

Lelaki itu menarik napasnya, seraya menyugar rambutnya. Dia buang dan dia kembali tatap si tuan putri. "Aku tak tega" jujurnya.

"Aku tak ingin melihatmu kesakitan sampai menangis. Aku tak ingin menyakitimu" ucapnya menambahkan. Begitu lembut dan menyentuh.

"Tapi aku tak papa. Aku kuat, paman tidak perlu merasa begitu. Aku sudah menunggu hari hari ini" jujur dis berkata, sayu nan penuh harapan.

Arsen tersenyum simpul, menahan tawanya saat melihat wajah sayu bergairah kekasihnya. "Maafkan aku" ucapnya lalu merunduk dan mulai dia cium bibirnya.