Dilarang boom like dan plagiat !!!
Silvia Maharani, seorang wanita yang sudah menyandang status seorang istri, bahkan juga ibu harus menelan pil pahit pengkhianatan dari suami yang sangat dia cintai.
kebahagiaan dan cinta yang setiap hari dia rasakan, ternyata hanya bualan semata. Suaminya ternyata sedang bermain api dengan wanita lain.
Hancur, itu sudah pasti. Kecewa, jangan ditanya lagi. Setelah dia menata hati dan menemukan arah hidup, Silvia memilih untuk melepaskan sang suami.
Tapi, lagi-lagi takdir tidak berpihak padanya. Masalah demi masalah terus membelitnya hingga tidak bisa melepaskan diri.
Bagaimana kisah Silvia selanjutnya?
Bisakah dia melepaskan diri dari sang suami?
Yuk, ikuti kisah mereka yang penuh dengan air mata!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 16. Ditampar Kenyataan.
Saat ini, Via dan Mama Camelia sudah berada di salah satu ruang perawatan yang ada di rumah sakit Ayah Bunda. Terlihat seorang laki-laki paruh baya sedang terbaring lemah di atas ranjang, dengan selang infus yang menancap dipunggung tangannya.
Via dan Mama Camelia tampak berbincang dengan istri dari laki-laki paruh baya itu, mereka menanyakan bagaimana kondisinya saat ini.
"semoga sakit yang Paman rasakan bisa menggugurkan segala dosa-dosanya!"
"Aamiin!" Mama Camelia dan wanita paruh baya yang ada di sampingnya mengaminkan ucapan Via.
"Kau beruntung sekali punya menantu yang baik dan shaleha seperti Via, Mel!"
Via yang mendengar ucapan wanita paruh baya itu tersipu malu, sementara Mama Camelia melirik ke arah menantunya itu lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
"Em ... ya, menantuku memang sangat baik!" Dia juga mengakui bahwa Via adalah wanita yang baik, tapi entah kenapa dia malah memilih untuk menjaga jarak dari wanita itu.
Terkadang Mama Camelia merasa insecure dengan ketaatan Via, tetapi di sisi lain kadang dia sebal karna menantunya itu tidak bisa diajak bersenang-senang dengan teman-teman arisannya.
Bukan karna Via tidak mau, tetapi Mama Camelia sendiri yang tidak pernah mengajaknya. Bukan tanpa alasan dia melakukannya, itu semua karna teman-temannya suka bergosip tentang orang lain atau berondong-berondong yang mereka sewa untuk menghabiskan malam panas bersama.
Tentu saja Mama Camelia tidak pernah melakukannya, dia hanya sekedar gabung dan menikmati keseruan cerita mereka saja.
"Mama, Yala mau pipis!"
Tiba-tiba obrolan mereka terhenti saat mendengar suara Yara. "Ayo, Yara pipis sama Oma aja ya!" Mama Camelia yang sudah akan bangkit dari kursi ditahan oleh Via.
"Mama duduk aja, biar Via yang mengantar Yara!"
Mama Camelia menganggukkan kepalanya, kemudian dia melihat Via membawa Yara ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.
"apa hubunganmu dan Via tidak baik, Mel?" tanya wanita bernama Sur itu.
"hah? Tidak kok, kami baik-baik saja!" jawabnya.
"tapi, kenapa kau terlihat menjaga jarak? Padahal Via berusaha untuk selalu mendekatimu,"
"Benarkah?"
Wanita bernama Sur itu menganggukkan kepalanya. "Iyalah, makanya aku nanyak!"
Mama Camelia mendessah pelan. "Aku bukannya menjaga jarak, hanya saja aku takut dia tidak nyaman!"
"Dia yang tidak nyaman, atau kau?"
Mama Camelia tersenyum lebar. "Entalah, Sur! Aku merasa tidak cocok dengannya, mungkin karna aku banyak dosa!"
"Hahaha!" Mereka berdua tertawa bersama sampai Via yang ada di dalam mandi mendengarnya.
"dasar kau ini, memangnya siapa yang tidak punya dosa? Semua orang pasti melakukan dosa, termasuk menantumu itu!" cibir Sur. "Tapi, suatu saat nanti kau pasti akan menyesal karna tidak dekat dengannya, Mel! Dia sudah 5 tahun loh jadi menantumu, sudah pasti dia tau semua sifatmu itu. Lagi pula Via orang yang terbuka kok, dia asyik-asyik saja diajak bicara!"
Mama Camelia terdiam mendengar ucapan panjang dari wanita itu, bukannya dia memusuhi Via. Hanya saja tidak bisa akrab, dia merasa kalau sifatnya dan sang menantu bertolak belakang.
"Tapi baiklah, aku akan mencoba untuk dekat dengan Via!" Dia sudah berniat untuk mendekatkan diri dengan menantunya itu.
Tidak berselang lama, Via dan Yara sudah kembali bergabung dengan mereka. "Ma, aku mau keluar sebentar ya, Yara lapar katanya!"
"Kalau gitu mama ikut juga deh!"
Akhirnya mereka memutuskan untuk pamit pulang, sekalian mengisi kampung tengah karna hari sudah mulai gelap.
"Papa!"
Langkah Via dan Mama Camelia terhenti saat mendengar ucapan Yara. "Ada apa, Sayang?" Via mengusap puncak kepala putrinya itu.
"Mama, itu Papa!" Yara menunjuk ke arah samping kanan mereka, sontak Via dan Mama Camelia segara memalingkan wajah dan melihat ke arah yang gadis kecil itu tunjukkan.
Deg. Mata Via membulat sempurna saat melihat Mahen ada di tempat itu, terlebih lagi saat ini suaminya sedang bersama dengan Clara.
Tidak ubahnya dengan Via, Mama Camelia menatap tajam ke arah putranya yang sedang mengobrol ria dengan seorang wanita. Bahkan tangan wanita itu melingkar mesra dilengan Mahen, membuat kedua tangannya terkepal.
"Mama mau ke mana?" Via menahan tangan mertuanya yang sudah maju selangkah ke arah Mahen.
"Memanggil suamimu, Via! Lalu apa lagi?" Mama Camelia tampak kesal saat ini.
Via langsung menggelengkan kepalanya walaupun dadanya sudah bergemuruh. "Bi-biarkan saja, Ma! Aku tidak mau membuat keributan di rumah sakit!"
"Apa maksudmu? Dan siapa wanita itu? Kenapa dia mesra sekali dengan Mahen?"
Via terdian mendengar pertanyaan Mertuanya itu, dia bingung harus mengatakan apa saat ini.
"Sepertinya kau sedang menyembunyikan sesuatu, ya? Baik, biar Mama cari tau sendiri!"
Mama Camelia segera berbalik dan langsung mengikuti langkah Mahen yang sudah keluar dari rumah sakit, tentu semua itu membuat Via panik dan bergegas mengikutinya.
"Ma-"
"Lihat Mahen, fotonya lucu sekali kan!"
Mama Camelia yang akan memanggil anaknya tidak jadi mengeluarkan suaranya, karna mendengar ucapan wanita yang ada di samping Mahen. Dia lalu memilih mencuri dengar apa yang sedang mereka bicarakan dari balik mobil.
"Mas, kira-kira anak kita laki-laki atau perempuan ya?"
Deg. Jantung Mama Camelia terasa ingin melompat keluar dari rongga dadanya saat mendengar ucapan wanita itu, begitu juga dengan Via yang langsung kaku seperti sebuah patung.
"Apapun itu, aku harap nanti dia bisa bermain bersama dengan Yara!"
Kedua wanita beda generasi itu semakin merasa sesak karna ucapan Mahen, terlebih-lebih Via yang saat ini sedang menyandarkan tubuhnya ke sebuah mobil.
Yara yang saat itu ada di belakang Mamanya langsung berlari ke arah Mahen dengan merentangkan kedua tangannya. "Papa!"
Deg. Langkah Mahen terhenti saat mendengar suara panggilan seseorang, dan tubuhnya langsung kaku melihat Yara sudah memeluk kedua kakinya saat ini.
"Ya-Yara?"
Tidak jauh berbeda dari Mahen, Clara juga merasa terkejut dan langsung memutar tubuhnya untuk melihat ke arah belakang.
"Vi-Via?"
•
•
•
Tbc.
vano kenapa kamu gk wa sj via utk jgn telp dl krn msh rapat klo sdh selesai di hub.lg....klo spt itu pasti via tdk mikir kemana- mana