Setelah dikhianti oleh pria yang dicintainya, Vani tidak ingin lagi jatuh cinta, tetapi takdir justru mempertemukan Vani dengan Arjuna.
Seorang CEO yang dikenal dengan rumor sebagai pria gay.
Karena suatu alasan, Vani setuju saat Juna melamarnya, karena berpikir Juna seoarang gay dan tidak mungkin menyentuhnya. Namun siapa sangka jika rumor tentang gay itu salah. Juna adalah sosok suami yang begitu memuja Vani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bukan Kekasihmu
Vani merasa ada yang tidak beres, dan benar saja dugaannya. Vani mematung di tempat setelah masuk kedalam apartemen itu
"Apa aku salah tempat? Tapi bagaimana mungkin aku bisa salah, bukankah tadi pria yang datang mengundangku itu keluar dari sini? Namun, jika aku tidak salah, lalu dimana tamu undangan yang lainnya? Apa aku datang terlalu cepat?" Berbagai pertanyaan berputar di kepala Vani saat melihat tak ada satu orang pun di sana. Hanya ada dia dan meja makan yang tersedia makanan dan juga sudah di hias dengan hal-hal yang patut dikatakan makan malam pasangan.
Vani memperhatikan keadaan di sana. Meski tak banyak perabot, tetapi furniture yang ada di sana semua adalah barang-barang berkelas. Tidak begitu besar tetapi tetap terlihat mewah karena penataan yang rapi dan barang-barang mahal.
"Selamat datang calon istriku," ucap seseorang yang jelas sudah Vani kenali suara dan kalimatnya.
"Sial. Dia menjebakku. Lagi-lagi ini ulahnya. Ya Tuhan, apa sebenarnya mau pria ini?" ucap Vani dalam hati.
"Stevani Lakeswara," ucap Arjuna lagi mengulang kata-katanya berbisik di telinga Vani yang dengan cepat memutar kepalanya hingga tanpa sengaja kedua bibir mereka bertemu.
"Akui saja jika kamu juga menyukaiku," Arjuna tersenyum meledek berusaha tenang dengan berpura pura tersenyum untuk menutupi perasaan gugup ditambah lagi debaran jantungnya yang memompa sangat cepat.
"Dimana-mana ada kamu," cibir Vani menatap sinis pada Arjuna, setelah dia menjauh dari pria itu.
"Tentu saja aku akan berada dimana kamu berada, karena kita pasangan yang tidak bisa terpisahkan."
Vani hanya bisa menggelengkan kepalanya merasa jengah mendengar setiap ucapan Arjuna yang tidak dapat Vani anggap serius, bagaimana mungkin semua itu serius saat mereka baru mengenal, terlebih lagi Arjuna terkenal gay.
Vani memilih untuk melangkah menuju pintu, berpikir untuk keluar dari sana, tetapi pintu itu justru terkunci dan Vani tidak bisa membukanya, sebab Arjuna sudah mengganti jenis keamanan di pintu itu.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum menemaniku makan, aku sudah menyiapkan semua ini untuk kita," ucap Arjuna kembali mendekati Vani.
Meskipun sangat kesal, Vani mencoba untuk tenang. Karena jika ia semakin keras, maka Arjuna akan semakin mempersulitnya untuk pergi.
Vani menarik napas panjang lalu membuangnya, kemudian perlahan memutar tubuhnya menatap Arjuna.
Vani baru menyadari jika penampilan pria itu terlihat sangat rapi, tampan, benar-benar akan membuat wanita manapun terkagum melihatnya.
Detak jantung keduanya seakan berlomba saat tatapan mereka bertemu, apalagi dengan posisi mereka saat ini yang sangat dekat. Bahkan Vani dapat merasakan hembusan napas Arjuna mengembus wajahnya.
Ada apa denganku? Kenapa aku merasa sepertinya jantungku akhir-akhir ini bermasalah. Apa aku harus memeriksanya setelah ini? batin Arjuna.
Arjuna mundur beberapa langkah karena merasa perlu memberi jarak antara mereka, agar Vani tidak dapat mendengar detak jantung nya yang terus berdetak kencang.
Tak hanya Arjuna, Vani juga terlihat gugup dengan wajah merona.
"Kenapa kamu selalu mengangguku? Tolong berhentilah!" pinta Vani menunduk tanpa menatap Arjuna yang menjadi kesal melihatnya. Karena tidak pernah sekali pun ada yang berani bersikap tidak sopan kepadanya selama ini.
"Apa aku perlu mengajari calon istriku ini, jika berbicara dengan orang sangat tidak sopan jika tidak menatap lawan bicara kita. Ayo tatap aku!" sindir Arjuna tanpa menyadari jika dirinya sendiri sering kali bersikap seperti itu
"Baiklah, maaf. Sebelumnya tolong jangan sebut aku sebagai calon istrimu. Aku bukan pasanganmu, bukan calon Istrimu," ucap Vani berusaha tenang menatap Arjuna meskipun detak jantungnya terus saja berlari kencang.
"Aku akan selalu memaafkanmu, sayang," ucap Arjuna membuat Vani tersipu malu mendengarnya.
Ada apa sebenarnya denganku? Batin Vani mulai merasa bingung pada dirinya sendiri.
"Tapi baiklah. Aku tidak akan memanggilmu calon istriku lagi. Aku akan memanggilmu dengan panggilan sayang, atau Vaniku," ucap Arjuna lagi terdengar kaku saat mengucapkan kata Vaniku.
"Hah? Ya ampun. Bagaimana mungkin kamu bisa bersikap sangat tidak tahu malu seperti ini?" kesal Vani menatap tajam Arjuna, yang dibalas Arjuna dengan tatapan memujanya membuat semburat kemerahan di wajah Vani semakin terlihat.
"Buka pintunya. Aku mau pulang!" Pinta Vani kembali memutar tubuhnya membelakangi Arjuna.
"Kamu lupa apa alasanmu datang kemari?" tanya Arjuna dengan berani menempelkan kedua tanganya di pinggang Vani.
"Tolong jaga sikapmu!" tepis Vani marah.
"Maaf, aku membuatmu terkejut," ucap Arjuna merasa bersalah saat melihat tatapan Vani yang benar-benar tajam padanya.
"Aku minta maaf, sayang. Maaf jika sikapku keterlaluan," ucap Arjuna lagi terdengar lebih lembut.
"Aku bukan kekasihmu!" bantah Vani.
"Bagiku kamu wanitaku dan akan selalu seperti itu. Percaya padaku, kamu tidak akan menyesal menjadi wanitaku," ucap Arjuna tetap saja mengklaim Vani sebagai miliknya.
Huhh....
Vani mengembus nafas berat. "Pria tadi bilang ada acara makan malam, kenapa hanya ada aku? Di mana yang lainnya?" tanya Vani mencari cara agar segera menyelesaikan urusan di sana.
"Kamu sudah berada disini. Jadi aku tidak perlu menunggu siapapun lagi. Apa Dika mengatakan jika aku memintanya mengundang semua penghuni gedung ini? Aku rasa tidak," ucap Arjuna santai tapi menekankan kata semua pada Vani yang semakin kesal mendengarnya
Jadi dia sengaja menjebakku. Luar biasa pria ini. Apa dia benar-benar menyukaiku? Tidak mungkin dia hanya iseng melakukan semua ini. Batin Vani yang merasa sangat bingung dengan sikap Arjuna.
"Baiklah, lupakan mereka. Apa kita bisa makan sekarang? Ini sudah malam," tanya Vani.
Lebih baik mengalah agar aku bisa segera keluar dari tempat pria gila ini. Batinnya.
"Itu baru wanitaku." Arjuna sengaja mencolek dagu Vani lalu melangkah mendekati meja makan.
Dia benar-benar membuat ini semua untukku. Dia benar-benar menganggapku pasangannya.
"Duduklah!" Arjuna dengan lembut menggeserkan kursi untuk Vani yang dengan terpaksa akhirnya duduk. Setelah memastikan Vani duduk dengan tenang, Arjuna juga duduk di kursinya.
Vani memperhatikan makanan yang ada di atas meja. Semua itu adalah makanan favoritnya, memikirkan jika Arjuna sengaja mencari tahu semua itu, membuat Vani merasakan perasaan yang sulit untuk dijelaskan.
Arjuna mulai mengisi piring Vani. "Sayang, kamu mau yang mana?" tanyanya dengan sangat lembut, membuat Vani merasa tersentuh dengan semua sikapnya meski juga membingungkan untuk Vani.
Karena Vani tidak menjawab, Arjuna mengisi piring Vani dengan salah satu menu yang ada. "Aku tidak tahu kamu mau yang mana, semua ini makanan favoritmu, tapi sepertinya ini yang paling kamu suka. Semoga aku benar," ucap Arjuna meletakan piring tersebut di depan Vani yang tanpa sadar memberikan senyum untuk Arjuna.
"Terima kasih," ucap Vani menatap Arjuna.
"Semua untukmu, sayang," balas Arjuna justru mendaratkan satu kecupan di dahi Vani.
"Jangan bicara saat makan!" ucapnya lagi sebelum Vani protes akan sikapnya.