Khanza dan Roland, sepasang insan yang saling mencintai, Karena Fitnah, Roland menyakiti Khanza, saat Roland menyadari kesalahannya, dia sudah terlambat, Khanza telah pergi meninggalkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Agnis
Assalamualaikum
Lanjut ke part berikutnya
Terima kasih pada yang masih setia di sini bersamaku.
"Wajah manis tanpa dosa, lebih berbahaya dari pada musuh yang benar-benar nyata menginginkan kehancuran kita."
By Rajuk Rindu.
💖💖💖💖
Begitu sampai di apartement, Zila langsung masuk ke kamar. begitu juga dengan Khanza, Khanza langsung mandi, kemudian memakai baju tidur, saat sedang asik dia rebahan di tempat tidur, Roland masuk, tanpa mengetuk pintu, langsung masuk ke kamar mandi.
“Khanza! Handuk!” teriak Roland, seraya menjulurkan tangannya, Khanza beranjak, mengambil handuk dalam lemari, lalu meletakkan ke tangan Roland.
“Brukk.” Setelah mendapat handuk, Roland menutup pintu kamar mandi dengan kasar, membuat Khanza terkejut, dan melototkan mata kearah pintu.
“Dasar manusia aneh.” Gumam Khanza, lalu keluar kamar menemui Azura dan Zila yang berada di ruang tengah, sedang menikmati the hangat dan cake buatan Khanza.
“Kakak, cake buat kakak, enak sekali.”
“Biasa saja, sama kok rasa dengan cake yang di pasaran.”
“Nggak! Ini lebih renyah, iya kan, Mi.”
“Ho’oh.” Azura mengangguk, seraya mencomot sepotong cake dan memasukkan ke mulutnya, dia setuju dengan pendapat putrinya itu, kalau kue buatan Khanza memang lebih enak dari yang di jual dipasar.
Tiga wanita itu, asik bercengkrama, hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Zila yang merasa mengantuk masuk ke kamar, kemudian disusul oleh Azura, sementara Khanza masih duduk di ruang tengah sambil menonton televisi, tangannya berkali-kali memindahkan canel siaran televisi, namun, tak ada yang menarik.
Malam semakin larut. Khanza yang sudah di serang kantuk mondar-mandir, tapi dia tak berani masuk ke kamar, karena di sana Roland sudah tertidur pulas di tempat tidur.
Khanza merebahkan tubuhnya di sofa, matanya sudah tak bisa diajak melek, ngantuk banget, baru saja dia terlelap, tiba-tiba ada tangan seseorang menarik paksa dan membawa masuk ke kamar. Roland melemparkan bantal dan selimut padanya.
"Tidur di situ." Ujar Roland menunjuk ke lantai. Roland naik kembali ke temapat tidur, tarik selimut dan tidur.
Khanza membentangkan selimut dan merebahkan tubuhnya, rasa dingin dari lantai kramik menyusup masuk dari celah-celah selimut, Khanza merapatkan dekapan tangannya. Bererapa kali Khanza coba memejamkan mata, namun tidak juga mau terlelap.
Khanza bangun, ditatapnya wajah Roland yang sudah tidur pulas, lalu dia duduk di tepi ranjang, perlahan dia berbaring di samping Roland dengan posisi menghadap ke arah Roland, ditatapnya wajah lelaki yang amat dicintainya itu dengan jarak yang sangat dekat, hingga napas Roland terasa mencumbu pipi Khanza, Khanza menikamti hembusan napas Roland dengan memejamkan matanya, dan akhirnya dia tertidur.
Khanza terbangun, ketika merasa ada sesuatu yang menghimpit tubuhnya, mata Khanza membulat, tangan dan kaki Roland menghimpitnya, Khanza di dekap seperti bantal guling. Perlahan Khanza menjauhkan tangan Roland dan kakinya, begitu dia terbebas, cepat-cepat Khanza turun dari tempat tidur.
Setelah melaksanakan shalat subuh, Khanza ke dapur menemui Lastri yang sedang memasak.
“Bibik lagi masak nasi goreng?”
“Iya, Nya! Nasi goreng kesukaan nyonya besar.”
“Sini, aku aduk, bibik bisa siapkan yang lain.” Ujar Khanza mengambil alih pekerjaan Lastri.
“Nyonya tunggu di ruang tengah saja, biar bibik yang siapkan semua.” Ujar Lastri, dia merasa tidak enak dengan nyonya besar, jika nyonya muda ikut berjibaku di dapur.
“Nggak apa-apa, bibik nggak usah khawatir.”
“Tapi, Nyonya…”
“Sudah, bibik siapkan yang lain saja.”
“Baiklah.” Kata Lastri, lalu membuka kulkas mengambil beberapa sawi untuk membuat mie goreng kesukaan non Zila.
Menu sarapan sudah terhidang di meja makan, nasi goreng special kesukaan Azura, mie goreng pedas kesukaan Zila, roti panggang saus nenes kesukaan Roland dan empat gelas susu putih.
“Roland mana?” Tanya Azura begitu dia sudah berada di ruang makan.
“Tadi masih di kamar, Mi! biar Khanza panggil.” Ujar Khanza lalu beranjak masuk ke kamar.
“Mas! Ditunggu mami di ruang makan.” Seru Khanza dari balik pintu. Kemudian dia kembali kedapur.
Di meja makan sudah lengkap, tinggal menunggu Roland, Roland datang dan baru saja Roland mau mendudukkan bokongnya di kursi, sayup terdengar seseorang mengucap salam.
“Biar bibik saja yang bukakan pintu. Nyonya!” kata Lastri saat melihat Khanza ingin beranjak dari duduknya.
Lastri ke luar dan kembali lagi dengan seorang wanita cantik dan seksi, mengenakan gaun atasan, ketat berwarna merah maron dan rok mini berwarna hitam, sehingga seluruh lekuk tubuhnya terlihat jelas, tubuh yanga sangat sempurna, ideal dan menggiurkan bagi lelaki hidung belang.
“Kak Agnis!” seru Zila, Agnis sudah berkali-kali bertemu Zila, karena Agnis sudah sering berkunjung ke Thailand.
“Apa kabar cantik.” Ujar Agnis lalu cipika, cipiki.
“Tante.” Sapa Agnis, kemudian menyalami dan mencium punggung tangan Azura.
“Ayok sekalian sarapan.” Ajak Azura, meminta Agnis duduk di sampingnya.
“Sayang, kok nasinya cuman diliatin, di makan dong.” Tiba-tiba Roland menyenggol tangan Khanza yang dari tadi hanya mengaduk nasinya.
“Kayaknya aku tertarik dengan roti panggang yang ada ditangan mas.” Ujar Khanza, dia mulai mengikuti permainan Roland.
“Baiklah.” Roland mendekati Khanza, lalu menyuapi roti panggang ke mulut Khanza.
“Sudah! Udah kenyang, mas.” Ujar Khanza, kemudian mengarahkan tangan Roland yang memegang potongan roti ke mulut Roland.
“Baiklah, kalau begitu, mas yang habiskan.” Ucap Roland sambil menyuap sisa terakhir potongan roti.
Roland kemudian menyodorkan gelas susu ke mulut Khanza, sekilas Khanza menatapnya sambil tersenyum, walaupun sebenarnya Khanza tahu, apa yang dilakukan Roland hanya sebuah kepura-puraan.
“Ah, biarlah, paling tidak selama mami dan Zila ada di sini, dia baik padaku.” Batin Khanza dalam hati.
Sisa susu di dalam gelas, sudah tandas diminum Khanza, sekarang giliran dia mengambil jus jeruk hangat Roland, dan menyodorkan ke mulut Roland.
“Ayok sayang, habiskan.” Ujar Khanza seraya bergelayut manja di tangan Roland.
“His! andai saja tidak ada mami, sudah ku maki nih perempuan.” Umpat Roland dalam hati, dia menatap tangan Khanza yang bergelayut dilengannya.
Melihat kemesraan yang ditontonkan Roland dan Khanza, membuat Agnis muak, rasanya ingin dia menumpahkan susu yang ada di depannya ke wajah Khanza, karena terbakar rasa cemburu.
“Heru membohongiku, mereka malah semakin mesra saja.” Batin Agnis kesal.
“Kak, kok nasinya cuman diaduk.” Kata Zila, menyadarkan Agnis dari pikirannya.
“Eh, i-iya.” Ujar Agnis, lalu menyuap nasi beberapa sendok ke mulutnya.
“Roland, apa kamu sudah menyampaikan pesan saya pada Khanza?” Tanya Agnis, setelah menyelesaikan makannya.
“Uhukkk.” Roland tersedak, saat mendengar pertanyaan Agnis.
“Agnis mengajakmu bergabung di butiknya, apa kamu mau sayang?”
“Aku mau sayang, jika mas mengijinkan." Jawab Khanza cepat, kali ini dia harus dapat ijin dari Roland.
“Mami setuju kalau Khanza berkarir lagi, paling tidak , bisa menghilangkan suntuk seharian di rumah.”
“Betul mi. apa lagi kalau mas Roland di kantor, aku hanya tiduran saja di rumah.” ucap Khanza, dia berharap Azura bisa memberikan penguatan.
“Mas, ijin aku gabung dengan Agnis ya.” Rayu Khanza semakin bergelayut manja di lengan Roland.
"Ijinkan saja istrimu berkarir lagi." ujar Azura seraya menatap putranya.
“Iya, Mi!"
"Iya! mas ijinkan.” ucap Roland seraya memandang Khanza dengan tajam, namun, Khanza pura-pura tak melihatnya.
“Cup, makasih ya sayang.” Ujar Khanza sembari mengecup pipi Roland. Roland kaget mendapat kecupan yang tak di duganya.
“Kalau begitu, kamu bisa langsung ke kantorku hari ini.” Kata Agnis senang.
“Serius, aku mau, kamu tunggu aku ganti baju dulu ya.” Kata Khanza, kemudian berlalu masuk ke kamar.
“Khannnn…” belum selesai Roland berbicara, Khanza sudah menghilang di balik pintu kamar. Dan ke luar lagi dengan pakian yang sudah berganti.
“Okay Tante, saya bawa dulu menantunya.” Kata Agnis menggapit lengan Khanza.
“Khanza ikut mobil mas.” Ucap Roland.
“Tapi, mas!” Khanza ingin protes, tapi Roland keburu meraih tangannya dan menggeng erat. Hingga Khanza bergeming.
“Pamit mi.” ujar Roland, setelah pamit pada mami dan Zila, dia pun berangkat ke kantor bersamaan dengan Agnis, hanya beda mobil. Dia dan Khanza dalam mobil yang sama.
Apakah Roland akan mengantar Khanza ke butik Agnis? ikuti Part berikutnya.
💖💖💖💖
Para readers kece, jangan lupa dukung Author dengan tekan like, kasih komen, hadiah dan votenya ya
Terima kasi🙏🙏🙏
hiks... hiks...
terimakasih thor, sukses selalu