Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan yang berat
Tidak terasa, waktu pun begitu cepat. Dipagi hari, Afna masih duduk termenung didepan cermin. Ditatapnya dengan lekat wajahnya sendiri, Afna masih tidak menyangka jika dirinya akan segera menikah.
"Benarkah aku akan segera menikah? aku merasa semua ini seperti mimpi." Gerutunya sambil melihat bayangannya di cermin.
Tidak lama kemudian, Afna merasa bosan di dalam kamar. Ingin rasanya pergi jalan jalan keluar untuk menghilangkan kepenatannya yang dirasakan oleh Afna.
"Selamat pagi, Nona?" sapa Vella dan tersenyum mengambang.
"Selamat pagi juga, Vella."
"Apakah nona sudah siap?" tanya Vella dengan sedikit senyum.
"Siap? memang mau kemana?" tanya Afna balik dengan penasaran.
"Hari ini Nona akan melakukan perawatan, bukankah besok adalah hari pernikahan Nona?" jawabnya.
"Aku tidak mau melakukan perawatan, untuk apa." Ucap Afna yang tiba tiba berubah menjadi ketus, entah kenapa sikap Afna mulai berubah jika menyangkut pernikahan.
"Untuk terlihat cantik dan nyaman saat melakukan ucapan sakral." Jawab Vella meyakinkan.
"Aku tidak butuh semua itu, mau cantik atau tidaknya aku tetaplah wanita cacat." Ucapnya dengan tatapan kesal.
"Sayang.... ada apa, nak?" tanya sang ibu yang tiba tiba mengagetkan putrinya. Afna masih bercermin dengan tatapannya yang penuh kekesalan.
"Tidak ada apa apa, ma. Afna hanya sendirian, Afna tidak ingin diganggu." Jawabnya dengan memperlihatkan wajahnya yang terlihat murung.
"Kalau begitu, saya permisi nyonya.. Nona.. maafkan saya yang sudah membuat suasana tidak nyaman." Ucap Vella sedikit tidak enak hati.
"Tidak apa apa, Vella. Mungkin hari ini sedang mendung, kamu bisa keluar sebentar. Biarkan Afna bersamaku, kamu tidak perlu merasa tidak enak hati. Kamu mengerti?" jawab nyonya Nessa memberi isyarat.
"Baik, Nyonya." Ucap Vella sambil mengangguk.
Vella pun segera keluar dari kamar Afna, sedangkan Afna sendiri masih berdiam diri didepan cermin. Sang ibu merasa sedih, dihari bahagianya harus diawali dengan air mata.
Afna benar benar tidak menyangka, pernikahannya yang seharusnya bersama Seyn harus dibatalkan. Afna benar benar merasa kecewa dan sakit hati atas pengihatan dari Seyn. Ditambah lagi harus menikah dengan sang adik yang tidak pernah dikenalnya, rasanya ingin menolak dan lebih baik menahan rasa malu. Tetapi Afna tidak kuasa untuk menggoreskan luka di hati sang ayah. Apapun pilihan dari orang tuanya, Afna tetap menerimanya. Meski kenyataannya sangat berat untuk menerimanya.
Sang ibu pun mendekati putrinya untuk menenangkan pikiran buruk yang sedang menghantui putrinya.
"Afna, bagaimana pagimu hari ini?" tanya sang ibu dengan lembut.
"Sama seperti yang sudah sudah, Ma. Apakah besok benar benar hari pernikahan Afna?" jawabnya dan bertanya balik.
"Benar, sayang. Besok adalah hari pernikahan kamu, dan kamu seharusnya bahagia. Kenapa kamu bersedih?" jawab sang ibu berusaha menyemangati putrinya.
"Nama bilang, seharusnya Afna bahagia di hari pernikahan Afna. Bahagia dari mana, ma? tidak ada kebahagiaan! dan semua hilang." Ucap Afna dengan perasaan yang tidak karuan dan campur aduk.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, apa kamu lupa dengan nasib mama dulu. Bahkan mama tidak mengenal sosok seperti apa tentang papa kamu. Bisa jadi anggapan buruk mama, bahwa papa kamu mempunyai sifat buruk karena memiliki segalanya. Tetapi ternyata itu salah, papa kamu sangatlah sempurna dimata mama."
"Tapi nenek Bella sudah mengenal keluarga papa. Sedangkan keluarga Seyn, papa tidak mengenalnya, 'kan? bahkan Seyn adalah laki laki penghianat." Jawabnya dengan dongkol.
"Lantas, apa perlu pernikahannya di batalkan?" tanya sang ibu yang tiba tiba menjadi lesu.
"Terserah mama dan Papa, meminta pun tidak akan pernah dikabulkan." Ucapnya yang tiba tiba berubah menjadi ketus, dan sang ibu pun kebingungan dengan sikap Afna yang tiba tiba goyah begitu saja.
"Ada apa, ma? kenapa dengan Afna." Tanya sang ayah mengagetkan.
"Tidak ada apa apa, pa.." jawab nyonya Nessa sedikit cemas. Tuan Tirta pun merasa curiga dengan istrinya yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu.
"Afna, hari ini kamu akan melakukan perawatan dan terapi. Apakah kamu sudah siap?" ucap sang ayah dan bertanya.
"Tidak!" jawabnya singkat. Sang ayah pun tercengang mendengar jawaban dari putrinya sangat tidak percaya.
"Maksud kamu apa, Afna?" tanyanya yang masih belum mengerti.
"Afna ingin pernikahannya dibatalkan." Jawabnya dengan enteng.
"Apa? dibatalkan? tidak, Afna. Papa tidak mungkin membatalkan pernikahan kamu, besok adalah hari pernikahan kamu."
"Tapi Afna tidak mengenalnya, bahkan saling menyapa saja tidak pernah. Wajahnya pun aku tidak mengenalinya, apa papa dendam dengan masa lalu papa. Yang tidak mengenali satu sama lain iya, 'kan?" jawab Afna dengan berat untuk menarik nafasnya.
"Baiklah, hari ini kamu akan bertemu dengannya. Papa akan memintanya untuk datang kemari, agar kamu tidak lagi kepikiran terus. Apakah kamu mau? jika ia, akan papa hubungi calon suami kamu."
"Tidak! Afna tidak mau mengenalnya."
"Kamu bilang tidak mengenalnya, kenapa kamu menolak pertemuan dengannya."
"Terserah papa." Jawabnya singkat dan menunduk bersedih.
Sang Ayah segera berjongkok dihadapan putrinya dan berusaha untuk menghibur putrinya, agar tidak terlalu berat untuk memikirkan keadaannya yang sekarang.
"Afna, putriku. Berkali kali papa meminta maaf dengan kamu, dan papa mengakui atas kesalahan papa terhadapmu. Jika memang kamu berat untuk menerima Zayen sebagai suami kamu, papa tidak akan memaksamu. Sekarang papa yang pasrah dengan keputusan kamu. Papa tidak ingin egois, papa tidak ingin menambah luka di hati kamu. Katakan, apa yang kamu inginkan. Papa tidak lagi menekan perasaan kamu. Selagi belum melangkah lebih jauh, kamu masih bisa untuk menentukan pilihan kamu." Ucap sang ayah selembut mungkin, agar putrinya tidak mudah untuk emosi.
Afna masih tertunduk dan berpikir untuk memberi jawaban kepada sang ayah. Rasanya memang begitu berat, dan sang ayah sudah pasrah dengan keputusan darinya. Apa yang sudah menjadi keputusan Afna adalah sudah menjadi resikonya Afna sendiri.
Afna mendongakkan kepalanya, Afna menarik nafasnya dengan pelan. Berusaha untuk menenangkan pikirannya dan juga membuang rasa cemas dan takut pastinya.
"Papa...." ucapnya lirih.
"Katakan, ada apa?" tanya sang ayah sambil menatap wajah putrinya dengan lekat. Sedangkan sang ibu masih duduk di atas tempat tidur, dan tidak jauh dari Afna.
"Afna.... Afna bersedia. Afna mau menikah dengan Zayen, ini keputusan Afna." Jawabnya sebaik mungkin, meski kedengarannya sedikit terpaksa. Namun, sang ayah tetap menerima keputusan dari putrinya. Walaupun kenyataannya Afna masih ada rasa berat untuk mengiyakan.
"Kamu yakin, jawaban kamu itu adalah keputusan kamu yang mutlak. Papa tidak ingin setelah kamu mengiyakan, besok kamu menolaknya. Lebih baik kamu berkata jujur, kasihan suami kamu nanti. Jika ternyata kamu hanya bermain main dengan pernikahan kamu."
"Tidak pa, jawaban ini adalah jawaban yang terakhir dan tidak akan goyah. Bahwa Afna siap untuk menikah dengan Zayen.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik