Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Rencana
“Apakah tuan yakin?” tanya salah satu pejabat ragu.
Gao mengangguk dingin. “Saya punya mata dan telinga di istana. Dan satu lagi… kita tahu Kaisar mulai mengasingkan diri. Itu pertanda baik. Orang yang tak stabil mudah dijatuhkan.”
Mereka pun mulai merencanakan sesuatu yang lebih gelap dari kudeta—mereka hendak menculik Shuwan dan memakainya untuk memeras Kaisar agar menyerahkan tahta.
Tapi rencana itu tidak semudah yang mereka bayangkan.
Malam ketika para pengkhianat menyusup ke halaman dalam, Shuwan terbangun dengan tiba-tiba. Matanya membelalak. Kaisar Shen yang sedang tertidur di sisi ranjang, ikut terbangun karena firasat aneh.
“Ayah… ada orang jahat di gerbang barat. Mereka ingin aku. Jaga aku.” seru Shuwan
Kaisar langsung berdiri dan memanggil pengawal rahasia. “Lindungi putri mahkota. Segel seluruh istana. Tak seorang pun keluar-masuk tanpa izinku!”
Dalam waktu singkat, para pengkhianat ditangkap. Tapi Gao melarikan diri, bersembunyi di luar ibu kota. Meski ancaman itu diredam,
Tapi kaisar sadar masih banyak orang di luar sana yang ingin menggagalkan proyeknya, salah satunya bangsawan Gao.
Pagi yang kelabu menyambut Istana Dawei. Kabut tipis menggantung di antara tiang-tiang batu, dan suara burung pun terdengar jarang.
Tapi suasana hati Kaisar Shen lebih tenang dibandingkan beberapa bulan terakhir. Proyek pengairan berjalan, banjir surut perlahan, dan rakyat mulai menyalakan api dapur mereka kembali.
Namun dalam ketenangan itu, Kaisar menyimpan keresahan. Ia tahu musuh belum berhenti. Gao, bangsawan yang melarikan diri setelah rencana kudetanya gagal, masih buron. Dan satu tanggul besar di Sungai Lu belum selesai diperkuat.
Shuwan, duduk di pangkuan ayahnya di ruang kerja pribadi, mengerjap pelan.
Matanya menyapu peta dan laporan-laporan dengan cara yang terlalu tajam untuk anak seusianya.
“Ayah... Tanggul Sungai Lu akan runtuh jika tidak segera diperiksa. Ada retakan di bagian bawahnya. Ayah harus kirim tim rahasia malam ini, sebelum mereka sabotase.” Ujar Shuwan tiba tiba
Kaisar menatap bayinya, menyentuh dahinya perlahan.
“Aku mengerti. Tapi semua laporan mengatakan tanggul itu aman.” jawab Kaisar Shen
“Laporan bisa dibeli. Tanah tidak bisa dibohongi.” jelas Shuwan
Kaisar pun berdiri. Malam itu juga, ia mengirim satuan penjaga dan insinyur ke Sungai Lu. Tanpa pengumuman, tanpa keramaian. Perintah datang langsung darinya, dengan cap emas kekaisaran.
Keesokan paginya, laporan dari Sungai Lu tiba. Dan benar saja ditemukan retakan sepanjang tiga jengkal, tertutup rumput dan lumpur, persis seperti yang dikatakan Shuwan lewat pikirannya. Jika dibiarkan semalam saja, tanggul itu pasti jebol.
Penasihat Mo menyampaikan laporan itu sambil mengangguk pelan.
“Kebijaksanaan Paduka... seperti selalu datang lebih cepat daripada suara siapa pun di istana ini.”
Kaisar hanya tersenyum samar. Ia tak berkata apa-apa.
Dalam waktu tiga minggu, sistem pengalihan air baru mulai menunjukkan hasil. Terowongan Naga yang dibuka kembali membawa aliran dari sungai-sungai besar ke arah timur, menjauh dari daerah pertanian. Desa-desa yang dulunya tergenang kini sudah mulai menanam kembali.
Rakyat mulai percaya, Kaisar Shen adalah penguasa yang diturunkan untuk memadamkan banjir, bukan hanya dengan kuasa, tapi dengan hati.
Namun bahaya belum selesai.
Di balik tembok kota, Gao diam-diam membentuk kelompok baru. "Jika air tidak bisa menggulingkan Kaisar, maka kekacauan harus dibuat" ujar Gao
Lalu ua menyuap seorang pelayan istana—pembawa teh malam—untuk menyusup ke ruang pribadi Kaisar dan mengeksekusi rencana yang gelap.
Malam itu, angin dingin menerobos kisi-kisi jendela. Di dalam kamar istana, Kaisar Shen tertidur di kursi, sementara Shuwan terlelap di ranjang kecilnya.
Tapi tiba-tiba, bayi itu membuka matanya. Pandangannya kosong sejenak, lalu fokus mengarah ke pintu.
“Bahaya. Dari pembawa teh. Dia bukan pelayan.” ujar Shuwan
Kaisar terbangun karena getaran aneh di dadanya—sebuah firasat yang tak bisa dijelaskan. Ia bangkit, memanggil penjaga dalam bisikan cepat.
“Ganti semua pelayan malam. Dan pastikan hanya orang kepercayaanku di koridor ini.”
Tak lama kemudian, seorang pria bertudung yang menyamar sebagai pembawa teh ditangkap sebelum sempat masuk ke kamar. Pedang tersembunyi ditemukan di balik lengan bajunya.
Kaisar menatap dari balik tirai, lalu memeluk Shuwan yang tampak tenang kembali dalam pelukan pengasuhnya.
“Terima kasih...” bisik Kaisar dalam hati.
Keesokan harinya, Kaisar memerintahkan pengusutan besar-besaran. Jaringan Gao berhasil dibongkar. Sebagian besar pengikutnya ditangkap dan diasingkan. Gao sendiri ditemukan di sebuah gua dekat pegunungan timur—luka parah akibat perlawanan, dan akhirnya menyerah.
Namun dalam semua pidato resmi, tak disebutkan peran Shuwan. Semua keberhasilan tetap disandarkan pada intuisi Kaisar Shen, kebijakan rahasia istana, dan keberhasilan tim insinyur yang dipilih dengan saksama.
Rakyat hanya tahu bahwa Kaisar mereka adalah sosok yang tiba-tiba seakan bisa membaca masa depan air.
Beberapa bulan kemudian, langit mulai biru kembali. Hujan masih turun, tapi teratur. Tanah tak lagi membawa kematian. Sungai mulai jinak. Dan di berbagai desa, penduduk mulai menyebut zaman ini sebagai "Masa Pemulihan Air."
Kaisar Shen, duduk di taman istana dengan Shuwan yang kini berusia hampir setahun, melihat ke kejauhan. Ia tahu negeri ini telah selamat—dan semua karena suara kecil yang hanya ia yang bisa dengar.
“Ayah... aku akan tumbuh. Dan saat aku bisa bicara dengan suaraku sendiri, Ayah harus izinkan aku berdiri di sampingmu, bukan di belakang.” pinta Shuwan
Kaisar tersenyum. “Tapi dunia belum siap untukmu.”
“Tak apa. Aku akan menunggu. Sebab air juga sabar mengukir batu.” jawab Shuwan
Dan di kejauhan, pelangi tipis membentang di antara dua bukit. Tak ada suara sorak-sorai, tak ada pengumuman megah, tapi dalam diamnya... dunia telah berubah.
Hanya satu yang tahu, bahwa tangan mungil itu telah memutar takdir seluruh negeri—dan memilih tetap diam.
Setelah selesai berbicara dengan sang ayah Shuwan di tidurkan di kamar miliknya disana sang paman kecil Han Juan menjaganya bersama bibi Yin
"Aku sangat bosan tidur dan tidur, aku ingin berlari kesana kemari, kenapa lama sekali aku besarnya. Apa ada obat agar bisa sepat dewasa" ujar Shuwan dalam benaknya.
"Lihat baru saja bangun tidur ini sudah ngantuk lagi, dasar pemalas, sepertinya dewa salah kasih aku tubu. kenapa mesti jadi bayi, seharusnya minimal bisa jalan gitu" keluh Shuwan tidak habis habis.
"Putri anda cerewet sekali, anda harus sabar harus ada proses jika tidak orang akan menganggap mu itu monster" terdengar suara tapi tidak ada wujudnya.
Shuwan sangat bingung tapi ia tidak bisa mencari sedangkan ia belum bisa berdiri.
"Siapa disana, jangan beraninya bersembunyi tunjukkan wujudmu" seru Shuwan
Bersambung