Luna terjebak dalam pernikahan kakaknya dengan william, pria itu kerap disapa Tuan Liam. Liam adalah suami kakak perempuan Luna, bagaimana ceritanya? bagaimana nasib Luna?
silahkan dibaca....
jangan lupa like, komen dan vote
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momy ji ji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15.
Pukul empat sore.
Alarm di ponsel Luna berbunyi, menandakan jam kerja mereka di Sweet Cake telah usai.
"Ayo, Tuan Liammu pasti sudah menunggu di rumah," ledek Dea sambil membereskan celemeknya.
"Aku sudah bilang, Tuan Liam itu tidak pernah menunggu. justru maunya ditunggu," balas Luna memutar bola mata.
"Lagipula, aku mau kencan."
"Kencan? dengan siapa? Oh, Dion!" Wajah Dea langsung berseri-seri jahil.
"Pasangan paling uwu uwu di dunia. jangan lupa, aku wajib ikut jadi nyamuk. aku butuh tontonan gratis, biar nambah pengalaman untuk nembak cowok yang aku sukai suatu saat Lun." Rengek Dea juga belum pingin pulang ke rumahnya.
"Iya, iya, ayo." Luna menggelengkan kepala melihat tingkah Dea.
Mereka pun menuju sebuah coffee shop yang tak jauh dari toko. di sana Dion pacar Luna yang berwajah teduh dan selalu tersenyum hangat, sudah duduk di sudut, melambaikan tangan pada mereka.
"Maaf telat," kata Luna, langsung duduk di hadapan Dion dan membalas senyuman pria itu.
"Tidak apa-apa sayang. aku baru sampai juga," Jawab Dion, menggenggam tangan Luna.
Dea segera mengambil kursi di sebelah Luna. Ia berdeham keras.
"Ehm! Permisi. masih ada orang ketiga di sini. bisakah adegan mesra ini di sensor sedikit?"
Dion tertawa kecil. "Dea, kamu selalu lucu. mau pesan apa? biar aku yang bayar."
"Wah, rezeki anak baik! aku pesan iced latte ekstra shot espresso dan sepotong red velvet yang paling besar," Seru Dea tanpa malu.
"Aku butuh energi buat jadi pengamat percintaan sejati yang semoga tidak kandas." Tambahnya.
Luna mencubit lengan Dea. "Dasar tidak tahu malu!"
"Santai Lun. aku senang melihat kalian berdua kok, karena aura kalian itu pink dan glitter," Celetuk Dea membuat Dion tersipu.
Obrolan mereka mengalir ringan, diwarnai tawa Dea yang paling keras dan sesekali menggoda halus antara Luna dan Dion.
Dea bercerita tentang keisengannya di toko hari ini, dan sesekali menyuapi Luna kuenya ketika Dion sedang sibuk berbicara. mereka benar-benar terlihat seperti tiga sahabat yang sedang menikmati momen.
tetapi tidak berlangsung lama karena tiba-tiba mata Dea membulat. tawanya langsung terhenti. Ia segera mencondongkan tubuh ke arah Luna sambil berbisik panik.
"Lun... Lun! jangan bergerak. jangan menoleh ke belakangmu!"
Luna mengerutkan kening. "Kenapa? Kamu kesurupan?" balasannya berbisik.
"Ssst! aku serius! Tuan Liam! Tuan Liam ada di sini!" bisik Dea lagi, suaranya tercekat.
Luna langsung kaku. wajahnya yang semula ceria berubah pucat pasi. Ia memegang erat garpu di tangannya.
"Tidak mungkin! Dia tidak pernah ke cafe seperti ini! Dia alergi tempat ramai," desis Luna.
Dia membaca beberapa hal tentang pria itu di buku yang asisten Dimitri berikan padanya. lagian siapa sangka di cafe kecil ini pria itu akan datang?
Dion, yang sedang asyik bercerita tentang rencana hidupnya, menyadari perubahan suasana.
"Ada apa, Lun? Dea? kenapa kalian tegang?"
"Ah! Tidak ada apa-apa, Dion!" Dea langsung menyambar gelas air putih Dion dan meminumnya.
"Tenggorokanku gatal! lanjutkan ceritamu! aku ingin tahu kau mau merubah takdirmu seperti apa!"
Luna memaksa dirinya tersenyum, meski rasanya sulit sekali. Ia tahu Liam adalah pria yang berbahaya.
Jika Ia sampai ketahuan sedang berkencan dengan pria lain, di tempat umum pula, entah apa yang akan terjadi.
"Gawat. aku harus keluar dari sini sekarang," bisik Luna.
"Oke Luna. operasi penyelamatan dimulai. nyamuk ini akan berubah jadi agen penyelamatan," Dea mengangguk tegas.
Dea kemudian beraksi. Ia mengambil dompetnya dari tas dan menaruhnya dalam bra lalu memukul jidat dengan keras.
"Astaga! dompetku ketinggalan di toilet!" Kata Dea memegang dahinya.
"Dea, jangan panik," Kata Dion.
"Tidak! aku harus ambil sekarang sebelum ada yang mengambilnya... di dalam ada uang seratus juta!" Dea menarik tangan Luna dengan sangat kuat.
Alasan tidak masuk akal model apa itu? mana bisa uang seratus juga bisa nyangkut di dalam sebuah dompet kecil miliknya.
"Lun! temani aku ke toilet! aku takut, kamu tahu kan aku punya fobia aneh sama bau pembersih lantai?"
Luna menangkap isyarat itu meski alasan Dea terdengar makin aneh. Ia segera berdiri.
"I-iya. maaf Dion. kami pergi sebentar saja."
"Tapi toiletnya di sana Dea," kata Dion menunjuk ke arah berlawanan, tepat di belakang mereka Liam dan asisten Dimitri berdiri dan di belakang kedua pria itu ada pintu ke arah samping untuk toilet umum.
Dion tidak menyadari ternyata ada Liam dan Dimitri disana sehingga Ia tidak menyapa mereka.
Dea menoleh, tersenyum lebar seperti tidak terjadi apa-apa.
"Dion kamu lupa? toilet disitu lagi bermasalah, aku tadi memakai toilet yang disana."
Tunjuk Dea lalu Ia dan Luna berjalan cepat. mereka berdua menundukkan kepala sedalam-dalamnya.
Untungnya, Tuan Liam tidak lihat mereka dan hanya berdiri sambil menerima telepon di tangannya.
Dea langsung membawa Luna menuju pintu keluar bukan ke toilet.
"Kenapa kita ke sini? katanya ke toilet?" Tanya Luna panik.
"Toilet adalah distraction! cepat Lun! ambil tasmu dan kabur lewat pintu belakang!" Dea mendorong Luna.
Luna menoleh ke arah Dion yang tampak kebingungan di meja.
"Tapi Dion..."
"Biar aku yang urus Dion nanti! urusanmu sekarang adalah Tuan Liam yang bisa mencincang kita hidup-hidup kalau ketahuan."
Luna kabur melewati pintu belakang dan dia sangat terharu memiliki Dea sebagai sahabatnya yang sangat berguna di momen seperti ini.
"Tunggu Lun! Dea! ada apa?" Suara Dion memanggil dari belakang.
Klak!
"Pria sialan diam kau!" Umpat Dea pelan, lalu mulai berjalan cepat ke arah Dion dan menyumbat mulut Dion memakai satu tangannya supaya pria itu bisa diam dan jangan berteriak.
Bersambung...