Shaqila Ardhani Vriskha, mahasiswi tingkat akhir yang sedang berada di ujung kewarasan.
Enam belas kali skripsinya ditolak oleh satu-satunya makhluk di kampus yang menurutnya tidak punya hati yaitu Reyhan Adiyasa, M.M.
Dosen killer berumur 34 tahun yang selalu tampil dingin, tegas, dan… menyebalkan.
Di saat Shaqila nyaris menyerah dan orang tuanya terus menekan agar ia lulus tahun ini,
pria dingin itu justru mengajukan sebuah ide gila yang tak pernah Shaqila bayangkan sebelumnya.
Kontrak pernikahan selama satu tahun.
Antara skripsi yang tak kunjung selesai, tekanan keluarga, dan ide gila yang bisa mengubah hidupnya…
Mampukah Shaqila menolak? Atau justru terjebak semakin dalam pada sosok dosen yang paling ingin ia hindari?
Semuanya akan dijawab dalam cerita ini.
Jangan lupa like, vote, komen dan bintang limanya ya guys.
Agar author semakin semangat berkarya 🤗🤗💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rezqhi Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah rumah
Adzan Subuh baru saja selesai berkumandang ketika Shaqila membuka matanya. Kamar masih remang, canopy masih terpasang dan dekorasi serta kumpulan kelopak mawar masih berada di kamar itu. Meninggalkan aroma mawar yang menusuk hidung. Sedangkan lilin telah meleleh dan apinya padam.
Hawa pagi yang dingin membuat napasnya keluar pelan dalam embun tipis. Ia mengucek matanya, duduk perlahan, lalu memandangi ruangan yang selama ini menjadi tempat ia tumbuh, dari anak kecil yang suka tidur dengan boneka kelinci hingga mahasiswi tingkat akhir yang hari ini resmi bersiap pindah rumah sebagai seorang istri kontrak.
Kata istri saja sudah cukup membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Gadis itu menarik selimut, turun dari ranjang, dan mengambil wudhu. Gerakan sholatnya tenang, tapi pikirannya sama sekali tidak. Doa panjang ia panjatkan, salah satunya agar hari pertama hidup barunya berjalan tanpa kekacauan.
Selesai shalat, ia berdiri dan mulai membereskan barang. empat koper besar sudah terbuka di lantai. Kemeja-kemeja lipatan rapi, jeans, dress, rok, baju kaos, pakaian dalam, tas-tas kecil, skin care, aksesoris ia tata dan masukkan.
Sementara di tote bagnya berisi laptop, berkas-berkas revisi dan perlengkapan lainnya.
Boneka kelinci kesayangannya yang tingginya kurang lebih 80 cm ia taruh di atas koper untuk ia peluk di mobil nanti.
Tangannya berhenti saat matanya tak sengaja menoleh ke arah Reyhan, dosen pembimbing yang kini menjadi suaminya.
Laki-laki itu masih tertidur di sisi lain ranjang, setengah tengkurap, satu tangan menjulur keluar kasur, rambut berantakan, dan wajah tanpa kacamata yang entah kenapa terlihat… lebih muda.
Shaqila mendesah pelan.
'Ya Allah… ini hidup baruku? tinggal serumah dengan dosen sendiri? bahkan tidur sekamar?' batinnya. .
Ia membayangkan hari-hari ke depan yang mungkin akan tidak baik-baik saja karena mengingat ia akan tinggal dengan orang yang perfeksionis. Dimana semua hal harus perfect. Membayangkannya saja membuat gadis itu merasa pusing.
Ia sedang tenggelam dalam lamunan ketika suara berat tiba-tiba terdengar.
"Jangan melamun di pagi hari. Kita akan pindah jam sembilan."
Shaqila terlonjak seperti habis dilempar petasan.
"A-apa? Astagfirullah! p-pak, sejak kapan anda bangun?"
"Sejak kamu melototin saya seakan melihat iblis yang membuat hidupmu semakin rumit," jawab Reyhan datar, suaranya serak-seksi khas orang baru bangun.
Shaqila memerah.
"Sa-saya nggak-nggak melototin! saya cuma… lagi mikir barang apa lagi yang akan saya," ucapnya.
Pandangan Reyhan kemudian beralih ke beberapa deretan koper yang berbaris rapi serta boneka kelinci di salah satu atas koper itu.
'Banyak banget,' batin Reyhan.
"Hm," Reyhan bangkit duduk sambil meregangkan otot. Sebaiknya kamu segera mandi. Kita sarapan sebelum berangkat.
Shaqila langsung kabur ke kamar mandi seperti ayam yang dikejar harimau. Dalam panik, ia hampir lupa membawa baju ganti, tapi kemudian ia kembali mengambilnya dengan kikuk dan kembali berlari masuk.
Reyhan hanya geleng-geleng melihatnya, lalu tersenyum kecil tanpa sadar.
Air hangat mengalir dari shower ketika Shaqila selesai mandi. Ia mengenakan baju ganti, lalu melilitkan handuk di kepalanya.
Ia membuka pintu kamar mandi dan melangkah keluar, namun kakinya yang basah menginjak lantai licin.
Dan…
"Aduh!"
Shaqila jatuh dengan pantat menghantam lantai. Handuk di kepalanya hampir lepas.
Reyhan tergesa-gesa menghampirinya, kamu jatuh?"
Shaqila menunduk malu sambil memegang kakinya.
'Pakai nanya lagi, udah tahu gue jatuh gini. Pengen banget rasanya gue tabok tu wajahnya, ngeselin banget,' gerutu Shaqila dalam hati.
"I—iya. Lantainya licin…" ucapnya seraya memegang kakinya yang terasa nyeri.
Tanpa banyak tanya, Reyhan perlahan memapahnya berdiri. Sentuhan tangannya hangat, kokoh, dan hal itu membuat jantung Shaqila tiba-tiba tidak tahu ritmenya sendiri.
...***...
Suasana dapur sudah ramai ketika Reyhan turun. Orang tua kedua belah pihak sudah duduk mengelilingi meja makan. Wajah mereka cerah seolah hari ini mereka mendapatkan harta Karun berpeti -peti.
Pemandangan itu membuat Reyhan refleks menghela napas.
"Eh, pengantin baru sudah bangun rupanya," ujar Melati ceria sekali. "Ayo sini, sarapan dulu. Masa mau pindah rumah tanpa isi tenaga?"
"Iya, Nak. Duduk sini!" tambah sinta sambil menepuk kursi.
Reyhan pun duduk. Aroma tempe goreng, sambal tomat, dan sup ayam memenuhi udara.
''Shaqila mana?" tanya Melati sambil menuang teh hangat.
"Masih di kamar," jawab Reyhan.
Namun belum lima detik, suara langkah pincang terdengar dari arah tangga.
Dan muncullah Shaqila,.masih dengan handuk di kepala...berjalan pelan sambil meringis.
Dapur langsung hening.
Lalu…
Wajah Sinta berbinar, Melati menutup mulut menahan tawa bahagia, Wijaya menatap Reyhan seperti detektif baru menemukan bukti besar, sementara Fandi membuka ponselnya dengan wajah serius seperti ada yang penting. Mungkin urusan pekerjaan.
Senyum-senyum simpul merekah di wajah mereka.
"Reyhan, kamu… nggak sabaran ya?" komentar Wijaya sambil mengangkat alis.
"Lihat tuh istrimu sampai pincang begitu. Pasti kamu semangat banget semalam," lanjutnya.
Reyhan dan Shaqila dia dan saling memandang karena tidak mengerti arah pembicaraan orang tua mereka.
"Kita sebentar lagi punya cucu, besan,” ujar Melati sambil menepuk lengan Sinta"
Sinta mengangguk cepat, matanya berbinar seperti baru melihat undian emas.
Sementara Reyhan yang sedang minum lansung tersedak dan Shaqila yang mematung dengan wajah yang merah menahan malu.
"Ma, kalian salah paham. Shaqila cu-"
"Nggak usah banyak alasan, kami paham kok. Namanya juga pengantin baru. Shaqila kenapa diam disitu, nggak usah malu. Itu wajar kok, yuk ikut sarapan sama kita sebelum kalian pindah," ujar Melati yang memotong pembicaraan Reyhan.
...***...
Jam dinding berdentang tiga kali. Sudah tepat pukul sembilan.
Koper-koper Shaqila sudah berjajar rapi di ruang tamu. Beberapa tas dipegang Reyhan, beberapa lagi oleh Fandi untuk dimasukkan ke bagasi mobil. Sinta sudah mengelus-elus lengan putrinya sejak sepuluh menit lalu seperti tidak rela melepas.
Shaqila memeluk mamanya erat sekali. Seakan tiada hari esok untuk bertemu.
"Ma… Shaqila pindah rumah. Bukan pindah kota, kita masih satu kota kok," ucap Shaqila.
"Tetep aja…" suara Sinta bergetar sambil menyeka air mata. "Anak mama udah besar. Udah punya suami sendiri. Mama…"
Shaqila ikut berkaca-kaca. "Ma… kalau begitu Shaqila tidak jadi pindah deh, Shaqila masih mau disini sama mama," ucapnya.
"Nggak boleh gitu sayang, kamu sekarang seorang istri. Dan kewajiban kamu adalah ikut suami. Nak Reyhan mama titip Shaqila ya. Jaga dan sayangi dia ya nak," ucap Sinta.
Reyhan maju, menunduk sopan pada mertuanya. "Insyaallah saya janji jaga Shaqila baik-baik."
Sinta langsung menangis lebih keras.
Fandi merangkul dan menenangkan istrinya. "Nak, kami percaya sama kamu. Bimbing dia, dan pastikan dia wisuda tepat waktu."
Hati Shaqila sedikit mecelos mendengar perkataan papanya. Walau itu adalah wajar, tapi ia merasa saat ini bukan waktu yang pas untuk bahas skripsi atau kelulusannya. Namun gadis itu memilih diam dan tidak mau merusak suasana.
"Kalau begitu kami berangkat dulu," ucap Reyhan dan menyalimi satu persatu orang tua dan mertuanya.
Hal yang sama pun dilakukan oleh Shaqila. Dan sekali lagi ia memeluk Sinta lebih lama.
"Reyhan, awas aja kalau kamu nelantarin mantu mama. Ingat sekarang kamu punya istri, ubah sikap dinginmu itu," peringat Melati.
Reyhan hanya mengangguk sebagai jawaban
dan menggenggam tangan Shaqila. "Ayo, kita berangkat."
Shaqila mengangguk, masih menahan air mata. Tidak lupa ia mengambil boneka kelinci kesayangannya dan dipeluk.
Mereka pun keluar rumah, berjalan pelan menuju mobil. Saat mobil bergerak meninggalkan halaman, Shaqila menoleh ke belakang, melihat kedua orang tuanya melambaikan tangan.
Hatinya menghangat, tapi juga sedikit perih.
Hari ini ia benar-benar melangkah ke hidup baru.
Di sebelahnya, Reyhan melirik sekilas.
Mobil itu melaju menuju rumah baru yang akan menjadi tempat mereka memulai babak kehidupan baru yang hanya tuhan saja yang tahu skenarionya.
Hai hai hai, author comeback lagi😍
Jangan lupa dukung karya author dengan cara like, komen, vote, subscribe dan bintang limanya yang guys biar author semakin semangat up🤗🤗
See you next part 😉
tapi bener juga sih instruksi dan kata-kata tajamnya itu.. skripsi itu mengerti apa yang dikerjakan😌