Winter Alzona, CEO termuda dan tercantik Asia Tenggara, berdiri di puncak kejayaannya.
Namun di balik glamor itu, dia menyimpan satu tujuan: menghancurkan pria yang dulu membuatnya hampir kehilangan segalanya—Darren Reigar, pengusaha muda ambisius yang dulu menginjak harga dirinya.
Saat perusahaan Darren terancam bangkrut akibat skandal internal, Winter menawarkan “bantuan”…
Dengan satu syarat: Darren harus menikah dengannya.
Pernikahan dingin itu seharusnya hanya alat balas dendam Winter. Dia ingin menunjukkan bahwa dialah yang sekarang memegang kuasa—bahwa Darren pernah meremehkan orang yang salah.
Tapi ada satu hal yang tidak dia prediksi:
Darren tidak lagi sama.
Pria itu misterius, lebih gelap, lebih menggoda… dan tampak menyimpan rahasia yang membuat Winter justru terjebak dalam permainan berbeda—permainan ketertarikan, obsesi, dan keintiman yang makin hari makin membakar batas mereka.
Apakah ini perang balas dendam…
Atau cinta yang dipaksakan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 — “Batas yang Mulai Retak”
Agi di lantai eksekutif Alzona Group terasa seperti pertunjukan yang dipentaskan hanya untuk Winter. Ia duduk di mejanya, memegang pena, mencoba memfokuskan pikirannya pada konsolidasi hutang Reigar Technologies. Namun, yang terus bergema di kepalanya bukanlah angka-angka, melainkan bunyi klik pintu penghubung yang terbuka semalam, dan dinginnya apel hijau yang ia temukan di kulkas kamar tidurnya.
“Aku berharap kau tidur lebih nyenyak malam ini, istriku.”
Kata-kata Darren itu, diucapkan tanpa nada mengancam, justru lebih efektif daripada teriakan. Itu adalah pengakuan. Sebuah pernyataan bahwa ia tahu, ia mengamati, dan ia peduli—sekaligus mengingatkan bahwa semua kendali yang Winter yakini miliknya hanyalah ilusi. Dia telah memberikan Darren master key tidak hanya ke villanya di Bali, tetapi juga ke rutinitas dan kelemahannya.
Winter membenci betapa terkejutnya dia melihat apel itu. Ia benci bahwa saat ia memakannya, ia merasakan kehangatan yang asing. Kehangatan yang tidak seharusnya ia rasakan dari pria yang seharusnya ia hancurkan.
Di kantor, Winter mencoba membangun kembali dinding itu dengan beton yang lebih tebal. Ia memanggil Adrian, meminta pengacara itu untuk memasang Master Access Control yang baru di penthouse, yang secara fisik tidak bisa ditembus bahkan oleh keycard utama.
“Dan pastikan Tuan Reigar tidak mengetahui upaya ini,” perintah Winter tajam.
“Saya mengerti, Nona Winter. Tapi bagaimana jika ada situasi darurat?” tanya Adrian, tampak ragu.
“Tidak ada situasi darurat di antara kami, Adrian. Hanya kontrak. Aku yang menentukan batasannya, bukan dia,” balas Winter, memaksakan keyakinan.
Saat jam menunjukkan waktu makan siang, Winter mengabaikan rasa laparnya. Ia memiliki janji temu dengan direksi baru Reigar dalam waktu lima belas menit dan ia harus menyelesaikan laporan ini. Ia hanya menyalakan mesin kopi, berharap kafein bisa menggantikan nutrisi.
Tepat ketika mesin kopi mulai berbunyi, Darren masuk ke kantor Winter. Tidak ada ketukan.
“Aku tahu kau tidak akan makan siang,” kata Darren, memegang nampan perak yang berisi mangkuk kecil dengan sup miso panas dan nasi kepal onigiri yang dibungkus rapi.
Winter mendongak, matanya menyipit. “Kau melanggar aturan. Kau tahu kau harus membuat janji jika ingin mengunjungiku di lantai ini.”
“Ini bukan kunjungan bisnis, Winter,” balas Darren, meletakkan nampan itu di meja kopi Winter. “Ini adalah intervensi suami. Kau sudah bekerja selama lima jam tanpa istirahat. Aku tidak ingin pemilik perusahaanku pingsan karena dehidrasi. Itu akan terlihat buruk di media.”
Dia menggunakan alasan bisnis dan citra publik, namun tindakannya terasa sangat pribadi.
“Aku tidak butuh babysitter, Darren.”
“Tentu saja tidak. Kau butuh suami yang kompeten,” ujar Darren, suaranya tenang. “Sup miso ini dari restoran Jepang langgananmu di lantai dasar. Dan onigiri ini…,” Darren menunjuk. “…aku yang membuatnya. Tiga jenis: salmon, tuna, dan ume. Aku ingat kau benci onigiri ayam.”
Winter terpaku. Sembilan tahun berlalu, tetapi Darren masih mengingat onigiri kesukaannya dan bahan-bahan yang ia benci. Ini adalah senjata baru Darren: perhatian yang kejam.
Winter membuka mulutnya untuk membantah, tetapi sebelum dia bisa berbicara, Darren melangkah mendekat. Ia tidak menyentuhnya, tetapi ia membungkuk, menyingkirkan sehelai rambut Winter yang jatuh menutupi dokumen di mejanya.
“Makan. Kau punya waktu lima belas menit sebelum rapat,” bisik Darren. Kemudian, ia melakukan sentuhan yang paling halus dan paling mematikan: ibu jarinya menyentuh tepi telapak tangan Winter, berjarak milimeter dari kulitnya, dan ia menyikatnya secepat angin.
Winter Alzona, CEO yang kejam dan tak terkalahkan, merasakan sengatan listrik menjalari lengannya. Reaksi itu begitu cepat, begitu kuat, hingga Winter harus menahan napas agar tidak terdengar terengah-engah. Kemarahan itu langsung berubah menjadi sensasi panas yang tidak beralasan. Ia membenci dirinya sendiri karena bereaksi.
“Tolong kembali ke kantormu,” perintah Winter, suaranya sedikit bergetar.
Darren tersenyum tipis. “Tentu, istriku. Aku akan kembali ke ‘penjaraku’. Tapi kau harus makan.”
Dia berbalik, meninggalkan Winter dengan sup miso panas dan perasaan yang kacau. Batasan itu tidak hanya terancam; batasan itu mulai retak.
Rapat direksi berlangsung tegang. Winter berhasil mendominasi, menunjukkan kendali penuh atas perusahaan baru yang diakuisisinya. Namun, saat ia akan mengakhiri rapat, pintu ruang konferensi utama terbuka.
Semua mata menoleh ke pintu. Yang masuk bukanlah seorang eksekutif, melainkan seorang wanita muda yang tampak identik dengan Winter, tetapi dengan kepribadian yang jauh lebih riuh dan dramatis.
Itu adalah Lysandra Alzona, adik perempuan Winter.
Lysandra berjalan masuk, mengenakan gaun desainer yang terlalu terang untuk ruangan itu, dan rambut pirangnya yang diwarnai sempurna memantulkan cahaya chandelier. Ia tampak terkejut melihat Winter.
“Winter! Aku mencarimu di penthouse,” kata Lysandra, mengabaikan semua direksi. Ia berjalan ke arah Winter, tetapi tatapannya membeku ketika melihat Darren yang duduk di barisan belakang, tepat di samping Winter.
“Lysandra,” sapa Winter, wajahnya mengeras. Ia benci ketika Lysandra mengganggu urusan profesionalnya. “Aku sedang rapat. Ini bukan saatnya.”
Lysandra mengabaikan Winter, matanya terpaku pada Darren, yang kini bangkit berdiri. Ekspresi Lysandra berubah dari terkejut menjadi jijik.
“Apa yang dia lakukan di sini?” Lysandra menunjuk Darren dengan tangan bersarung. “Kenapa dia ada di rapat Alzona? Kudengar kau memaksanya menikahimu, Winter. Bukan membiarkannya kembali berkuasa.”
Keheningan yang mematikan melanda ruangan. Para direksi segera menunduk, tidak ingin menyaksikan drama keluarga yang melibatkan triliunan rupiah dan dendam pribadi.
“Lysandra, keluar,” perintah Winter, suaranya dingin, tetapi ada bahaya di dalamnya.
Sebelum Lysandra bisa membalas, Darren melangkah ke sisi Winter. Ia tidak menyentuh, tetapi ia memposisikan dirinya di antara Lysandra dan Winter—sebuah perisai yang elegan.
“Lysandra. Senang bertemu denganmu lagi,” sapa Darren, nadanya sempurna, ramah, tetapi di matanya ada lapisan baja. “Aku di sini karena Alzona Group dan Reigar Technologies kini adalah satu. Dan aku adalah Ketua Strategi Global yang baru. Aku bekerja untuk Alzona.”
Lysandra tertawa sinis. “Bekerja? Atau menjadi anjing peliharaan yang diikat dengan uang Alzona? Kau menukar kebebasanmu dengan uang kami, Darren. Setelah apa yang kau lakukan pada Winter dulu, kau benar-benar tidak tahu malu.”
Lysandra maju selangkah, hendak menampar Darren dengan kata-kata yang lebih tajam. “Kau menghancurkan Winter sembilan tahun lalu! Dan sekarang kau kembali sebagai parasit?”
Winter bangkit berdiri. Ia harus mengakhiri ini. Ia adalah CEO.
“Cukup, Lysandra!” bentak Winter.
Namun, Darren menghentikannya dengan gerakan tangan yang sangat halus—sebuah sentuhan di pinggul Winter, tepat di bawah jangkauan pandangan direksi.
“Aku yang akan menanganinya, Winter. Ini masalah keluarga,” bisik Darren, hanya untuk didengar Winter. Sentuhan itu, meskipun secepat kilat, membuat Winter merasakan gelombang panas yang memalukan.
Darren kini menghadap Lysandra. Dia lebih tinggi, lebih tenang, dan dominasinya tak terbantahkan.
“Aku mengerti emosimu, Lysandra,” kata Darren. “Masa lalu memang sulit. Tapi seperti yang Winter sudah jelaskan di media, dan yang akan kita tegaskan di pengadilan besok: aku dan Winter sekarang adalah pasangan. Kita suami istri. Dan kau harus menghormati keputusan saudaramu.”
Darren berhenti. Ia lalu melanjutkan dengan senyuman yang paling dingin.
“Kau benar, aku pernah melakukan kesalahan besar dengan meninggalkan Winter. Tapi sekarang, aku kembali. Dan aku tidak diikat oleh uang Alzona, Lysandra. Aku diikat oleh cinta dan kepercayaan Winter Alzona. Aku suaminya. Dan di ruangan ini, kau adalah tamu yang tidak diundang.”
Lysandra tercengang. Ia tidak menyangka Darren akan menggunakan narasi 'cinta' yang menjijikkan itu. Ia telah datang untuk mempermalukan Darren, tetapi Darren justru menggunakan kehadirannya untuk memperkuat image pernikahannya.
Lysandra melirik Winter, mencari dukungan. Tapi Winter, meskipun internalnya bergejolak, mempertahankan ekspresi netral. Ia tahu, di depan direksi, ia harus mendukung suaminya.
“Aku akan pergi,” kata Lysandra, suaranya bergetar karena marah. Ia menoleh ke Winter. “Tapi kau salah, Winter. Kau tidak akan pernah bisa mengendalikan serigala yang sudah kau ikat.”
Lysandra berbalik dan keluar dari ruangan, membanting pintu dengan dramatis.
Winter berdiri di sana, di tengah ruangan yang kini sunyi, menahan napas. Ia baru saja membela Darren di depan seluruh dewan Alzona.
Darren menoleh ke direksi, senyumnya kembali ke mode CEO yang serius.
“Maafkan gangguan keluarga itu, Bapak-bapak,” kata Darren. “Sekarang, mari kita lanjutkan pembahasan tentang TIGA Group. Aku punya ide bagaimana kita bisa memblokir Wray secara permanen.”
Winter hanya bisa duduk, menatap Darren. Pria itu baru saja mengubah ancaman menjadi kemenangan. Dia bukan lagi Darren yang meminta izin. Dia adalah Darren yang mengambil alih kendali, menggunakan pernikahan mereka sebagai senjata.
Winter merasa marah, tetapi di bawah kemarahannya, ada sedikit rasa lega karena Darren berada di sana untuk menghadapi Lysandra. Rasa lega itu menghancurkan.
Ia membenci dirinya sendiri. Ia membenci kenyataan bahwa batasan yang ia ciptakan telah dilanggar, bukan oleh kekerasan, tetapi oleh kebaikan yang dipaksakan dan perlindungan yang tidak diminta. Batasan itu retak, dan Winter tahu, jika retakan ini membesar, ia akan jatuh ke dalam perangkapnya sendiri: kembali jatuh cinta pada pria yang dia nikahi demi balas dendam.