Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Kembali ke sekolah
Malam hari yang terasa panjang kini sudah berganti menjadi pagi. Bulan bangun lebih awal ketika ia mendengar suara azan subuh dari masjid terdekat. Ia pun langsung beranjak mandi dan menunaikan ibadah shalat subuh nya.
Setelahnya, Bulan hendak melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil air minum. Tapi, langkahnya terhenti ketika ia melihat Bintang sendirian di depan rumah dengan tatapan kosong. Bulan merasa bahwa Bintang masih merenungi nasibnya saat ini.
Bulan pun mengurungkan niatnya untuk berjalan ke dapur, ia pun berjalan menghampiri Bintang yang duduk di atas kursi rodanya. Entah bagaimana cara Bintang naik ke atas kursi rodanya sendirian, tapi yang jelas Bintang sudah menduduki benda yang kini sudah menjadi kesehariannya itu.
"Bintang, lo udah bangun?" Tanya Bulan yang kini berdiri tepat di samping Bintang.
"Hmm, udah dari tadi sih sebenarnya." Ujar Bintang yang langsung menoleh ke arah Bulan.
"Ngapain sendirian di sini? Dingin lho, terus kenapa gak panggil gue kalo mau keluar?" Tanya Bulan peduli.
"Gapapa cuma pengen cari udara segar aja." Jelas Bintang. "Dan, gue gak mau repotin lo apalagi masih pagi buta kayak gini."
Bulan menatap Bintang dengan tatapan yang campur aduk. Bintang baru saja mengalami kecelakaan dan tentu saja ia belum terbiasa duduk di atas kursi roda itu. Tapi Bintang tidak ingin merepotkan dirinya, ia justru mencoba untuk terbiasa dengan kondisinya yang sekarang.
"Gue harus terbiasa, meskipun masih terasa berat liat diri gue yang sekarang." Lanjut Bintang dengan nada lirih sambil menunduk menatap kakinya yang tidak bisa digerakkan lagi.
"Kalo lo kenapa-napa gimana? Terus tadi cara naiknya gimana? Kenapa gak panggil gue aja sih?" Ujar Bulan yang menunjukkan kekhawatirannya dengan melempar beberapa pertanyaan.
"Jangan pikirin gue, Lan. Gue baik-baik aja." Ujar Bintang seperti biasanya ketika Bulan mengkhawatirkan dirinya. "Kalo soal gimana ya agak sulit sih, tapi gue harus terbiasa biar gak ngerepotin siapa-siapa lagi." Lanjutnya.
"Lo memang kepala batu dari dulu, gak pernah berubah!" Ujar Bulan setelah menarik nafas dalam-dalam.
Bintang hanya menatap tajam ke arah Bulan, ia merasa tidak suka ketika Bulan menyebutkan bahwa ia keras kepala. Bulan pun tidak mengatakan apa-apa hanya berdiri diam di sebelah Bintang. Keduanya hening tanpa kata, tidak tahu harus mengatakan apa. Mereka hanya larut dalam pikirannya masing-masing.
"Hari ini kita kembali ke sekolah, lo siap untuk hari ini?" Tanya Bulan setelah hening beberapa saat.
Bintang menghela nafas panjang, seakan berat menjalani aktivitas di sekolah dengan keadaannya seperti ini. Tapi pada akhirnya Bintang pun mengangguk perlahan.
"Ya udah, masuk dulu yuk. Siap-siap." Ujar Bulan yang lagi-lagi hanya diangguki singkat oleh Bintang.
Bintang pun melajukan kursi rodanya menuju ke dalam rumah Bulan. Bulan yang melihat itu langsung mendorong kursi rodanya membuat Bintang langsung terbelalak kaget.
Bulan hanya tersenyum dengan anggukan singkat, seolah memberitahu kepada Bintang bahwa ia selalu ada untuk sahabatnya itu.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Setelah sarapan, Bulan dan Bintang berjalan menuju ke sekolahnya. Bulan dengan setia mendorong kursi roda Bintang, meskipun Bintang sempat menolak sebelumnya.
"Bintang, are you okay?" Tanya Bulan yang memperhatikan ekspresi Bintang yang sedari tadi murung.
"I'm okay, thanks." Jawab Bintang dengan nada dingin.
Bulan hanya mengangguk singkat, ia sudah terbiasa dengan sifat Bintang yang tidak bisa ditebak. Ia pun mencoba memahami perasaan Bintang saat ini, dan mungkin itu juga yang akan membuatnya terbiasa dengan perubahan Bintang yang semakin menjadi-jadi.
Setibanya di gerbang sekolah, Bintang menatap jauh ke arah gedung sekolah. Pikirannya sudah melayang kemana-mana mengingat kondisi fisiknya sekarang. Ia tidak bisa menebak apa yang akan terjadi dan bagaimana orang-orang melihatnya dengan situasi yang ia sendiri pun tidak ingin ada di posisi ini.
"Fighting, Bintang!" Ujar Bulan tiba-tiba menyemangati dengan nada cerianya.
Bintang mengangguk singkat dengan seutas senyum tipis, dukungan Bulan begitu berarti baginya. Keduanya pun mulai memasuki area sekolah.
"Eh, itu Bintang gak sih?"
"Iya, kok pake kursi roda?"
"Katanya sih kecelakaan, gak taunya lumpuh. Gak cool lagi deh jadinya."
Baru saja beberapa langkah memasuki area sekolah, segelintir siswa dan siswi menatap Bintang dengan tatapan aneh. Bahkan sebagian dari mereka mengeluarkan kata-kata yang jelas saja terasa sakit bagi Bintang.
"Woi, omongan kalian bisa di jaga gak?! Hargai perasaan orang lain!" Ujar Bulan menatap tajam ke arah mereka, ia merasa tidak suka sahabatnya dibicarakan seperti itu.
Mereka langsung berbisik-bisik tidak suka kepada Bulan. Bulan memang tidak sepopuler Bintang maupun Reva, bahkan untuk sekedar memiliki teman pun terbilang jarang. Bulan tidak mengatakan apa-apa lagi hanya menatap mereka dengan tatapan tidak suka.
"Udah gapapa, gak usah ditanggepin. Ayo ke kelas." Ujar Bintang santai.
Bulan menghela nafas, ia pun kemudian mengangguk. Keduanya melewati lapangan dan koridor menuju kelas mereka. Untung saja kelas mereka berada di lantai satu, sehingga Bintang tidak begitu kesulitan untuk mengontrol kursi rodanya.
Jikalau pun kelasnya berada di lantai dua ataupun tiga, Bintang pastinya akan meminta belajar di bawah saja. Ia tidak mungkin bisa naik ke lantai atas dengan menggunakan kursi roda.
Setibanya di kelas, seisi kelas langsung menoleh ke arah dua remaja itu. Mereka semua terkejut ketika melihat kondisi Bintang. Mereka sebelumnya mendapatkan kabar dari wali kelasnya bahwa Bintang mengalami kecelakaan. Tapi mereka tidak menyangka bahwa kecelakaan itu membuat Bintang harus menggunakan kursi roda.
Bintang menunduk, ia belum siap jika mendapatkan kata-kata yang tidak menyenangkan seperti saat berjalan di lapangan sekolah tadi. Sementara Bulan, ia hanya menepuk pundak Bintang lembut, seolah memahami apa yang dipikirkan oleh Bintang saat ini.
"Bintang? Turut prihatin ya atas apa yang lo alami. Dan, Welcome back to our class!" Ujar Zai dengan nada santainya yang mencoba menghibur Bintang, terlebih semua orang di dalam kelas itu menatap Bintang dengan tatapan yang berbeda-beda.
Bintang tersenyum sedikit dengan dukungan Zai, temannya itu memang selalu ada untuknya meskipun Zai sendiri terbilang nakal. Bahkan, Bulan pun memutarkan bola matanya menunjukkan betapa tidak sukanya ia terhadap pemuda itu.
Walaupun Zai sudah mencoba mencairkan suasana, tetap saja pandangan teman-teman sekelasnya masih tidak enak ke arah Bintang. Sebagian dari mereka berbisik-bisik layaknya murid-murid yang berpapasan dengannya beberapa menit lalu.
Melihat itu, Zai langsung menghampiri Bintang dan menepuk pundaknya. Ia tersenyum sedikit menunjukkan dukungannya kepada Bintang.
"Semangat bro!"
"Thanks," ujar Bintang singkat dan hanya diangguki oleh Zai.
Semua orang di kelas itu berjalan ke arah tempat duduk masing-masing karena bel masuk sudah berbunyi, diikuti seorang guru yang memasuki kelas dengan membawa sebuah buku tebal di tangannya.
Bulan yang duduk di seberang Bintang, tersenyum sedikit dengan anggukan singkat ke arah Bintang. Bintang hanya membalasnya dengan anggukan singkat, seolah memahami kata tak terucap dari sahabat cantiknya itu.
Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung seperti biasanya hingga jam istirahat tiba. Mereka semua berhamburan keluar dari kelas menuju kantin. Tapi itu tidak berlaku bagi Bulan dan Bintang yang hanya duduk diam di dalam kelas.
Bintang seakan tidak ingin pergi ke kantin karena merasa minder dengan dirinya sendiri. Bulan yang memahami memutuskan untuk menemani Bintang di dalam kelas. Baginya, Bintang benar-benar membutuhkan dukungan saat ini. Terlebih semua orang seperti mengucilkan dirinya mengingat keadaan Bintang sekarang.
"Lo gak lapar?" Tanya Bintang pada akhirnya setelah hening sedari tadi.
"Lapar sih sebenarnya. Tapi gue masih nulis," Ujar Bulan sambil mencatat materi padahal itu untuk tugas rumahnya.
Bintang hanya menggelengkan kepalanya melihat Bulan. Sahabatnya itu memang suka mengerjakan tugas tepat waktu, sekalipun itu tugas PR nya.
"Bulan," panggil Bintang lirih.
"Ya?" Sahut Bulan yang langsung menghentikan kegiatan menulisnya, ia pun langsung menoleh ke arah Bintang.
Bulan merasa jantungnya berdegup kencang ketika manik mata mereka bertemu. Panggilan lirih dari Bintang membuatnya merasa penasaran tentang apa yang akan dikatakan oleh pemuda itu. Terlebih Bintang yang memanggilnya lembut seperti itu terdengar sangat jarang, jelas saja membuat Bulan merasa berharap.
"Tolong beliin gue roti sama teh dingin gih, boleh?" Ujar Bintang pada akhirnya.
Wajah Bulan pun langsung bersemu merah, ia merasa malu. Bulan berpikir bahwa Bintang akan mengungkapkan perasaannya tapi ternyata ia justru meminta tolong untuk membelikan makanan dan minuman. Padahal Bulan sendiri tahu bahwa Bintang sudah mempunyai kekasih, dan hubungan mereka pun tak lebih dari sekedar sahabat. Tapi, bisa-bisanya Bulan berharap kepada sahabatnya itu.
"Bulan?" Panggil Bintang lagi, pasalnya gadis di hadapannya itu justru terdiam setelah ia meminta tolong.
"Hmm, bo-boleh kok." Ujar Bulan sedikit gugup.
"Tolong banget ya, sorry kalo gue ngerepotin. Gue roti kacang aja sama teh dingin. Kalo lo mau beli, beli aja terserah apa yang lo mau." Ujar Bintang sambil menyerahkan uang ke tangan Bulan.
"Gak repotin kok. Ya udah gue ke kantin dulu." Ujar Bulan memaksakan senyum karena ia masih merasa malu dengan harapannya sendiri.
Bintang yang tidak menyadari perasaan lain Bulan hanya mengangguk singkat. Ia pun merogoh kantongnya untuk mengambil ponselnya.
Bulan pun langsung beranjak dari tempat duduknya menuju kantin. Tak berapa lama, ia pun kembali dengan membawa sebuah kantong plastik yang berisi makanan dan minuman untuk Bintang dan juga untuknya.
"Thanks ya, Lan." Ujar Bintang setelah Bulan duduk.
"Sama-sama, gue juga makasih buat camilannya." Ujar Bulan sambil mengambil bungkusan keripik singkong yang dibelinya.
Bintang hanya mengangguk singkat tanpa kata, keduanya menikmati makanan mereka tanpa perbincangan sedikitpun. Bulan melirik Bintang yang sedang menikmati rotinya, ia pun tersenyum sedikit. Ia merasa senang karena Bintang kembali ke sekolah lagi, meskipun kini keadaannya sudah berbanding terbalik.
^^^Bersambung...^^^