Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf Yah, Aku Bukan Calon Isteri Kamu
"Ibu jangan kebagusan mimpinya ntar kalo gak tercapai jadi sakit. Mana mungkin Mas Juna mau sama Aku yang cuma gadis desa dan gak berpendidikan tinggi ini. Dan pasti Mas Juna itu udah punya pacar bu. Gadis kota kan cantik-cantik." kata Cia lagi.
"Darimana kamu tahu kalo Nak Juna udah punya pacar?" tanya Ibu Marni lagi.
"Aku pernah kok dengar...eh maksud aku gak sengaja mendengarkan Mas Juna lagi telponan sama Ceweknya waktu dia lagi sakit" kata Cia.
"Oh ya? tapi kok yang ibu lihat Nak Juna itu perhatiannya ke kamu itu beda Nak" kata Ibu Marni lagi.
"Beda gimana? kayaknya enggak deh." kata Cia yang memang tidak menyadari kalo ternyata Juna juga menaruh hati padanya.
"Pokonya beda lah. Ibu kan udah pengalaman. Udah makan asam garam bahkan udah mandi garam dalam hal-hal begitu. Jadi Ibu tahu mana pandangan biasa dan mana pandangan tidak biasa" kata Ibu Marni lagi.
"Masa sih bu. Aku gak tahu lho" jawab Cia.
"Ya karena kamu belom pengalaman. Ibu doain semoga kamu berjodoh dengan Nak Juna" kata Ibu Marni lagi.
Cia tersenyum malu-malu mendengar perkataan ibunya. Tapi dalam hati dia mengaminkan dengan keras doa ibunya.
"Oh iya Bu, uang sekolahnya Rina sama Rino belum dibayar lho Bu. Apa sekarang aja aku ke sekolahan mereka untuk membayar uang sekolah mereka" tanya Cia.
Rina dan Rino sekarang sudah kelas 6 SD, sebentar lagi mereka akan lulus dan akan melanjutkan ke SMP.
"Iya sebaiknya kamu pergi sekarang aja" kata Ibu Marni.
"Baik bu Aku siap-siap dulu yah" kata Cia lalu segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolahannya Rina dan Rino untuk membayar uang sekolah mereka.
Setibanya di sekolahan Rina dan Rino. Cia langsung menuju ke ruangan guru untuk bertemu dengan bendahara sekolahnya.
Tapi ketika dia sedang serius berjalan ada seseorang yang menegurnya "Eh ada Neng Cia. Apa kabar Neng?" Kata Pak Guru Galih. Guru Olah Raga di sekolah itu.
"Baik Pak Galih. Makasih" jawab Cia.
"Neng Cia cari saya ya" kata Pak Galih percaya diri.
"Eh enggak Pak. Saya mau ketemu sama Bendahara sekolah. Ada gak Pak?" tanya Cia.
"Oh cari Bendahara. Kirain nyari saya" kata Pak Galih. Cia tersenyum lalu permisi melanjutkan perjalanan.
"Saya permisi yah Pak, mau ketemu Bendahara sekolah" kata Cia.
"Mari saya antarkan Neng Cia" Kata Pak Galih.
"Oh Iya, makasih Pak" jawab Cia lalu jalan mengikuti Pak Galih menuju ruang guru.
"BuBen, ini adalah yang nyariin" kata Pak Galih begitu memasuki ruang Bendahara.
"Selamat siang Bu" sapa Cia.
"Oh Neng Neng Cia, selamat siang mari silahkan duduk" Kata BuBen.
Pak Galih dengan cekatan menyiapkan bangku buat Cia. "Silahkan Neng Cia" kata Pak Galih.
Cia tersenyum dan berterima kasih "makasih Pak" Lalu Cia duduk di bangku yang diberikan Pak Galih.
"Bagaimana Neng, ada yang bisa saya bantu?" tanya BuBen.
"Iya Bu saya mau nyicil uang sekolahnya si kembar bu" kata Cia.
"Oh iya, boleh." Lalu BuBen mengambil buku pembayaran uang sekolah para murid.
"Cicilan kedua yah Neng" kata Ibu Bendahara.
"Iya bu" jawab Cia. Lalu Proses pembayaran pun berlangsung dengan baik.
"Berarti masih dua kali cicilan lagi yah Neng." Kata Ibu Bendahara.
"Iya Bu. Saya usahakan akan membayar secepatnya" kata Cia.
"Iya Neng mengingat Rina dan Rino sudah mau ujian akhir jadi keuangannya harus segera di selesaikan" kata Ibu Bendahara lagi.
"Iya baik Bu. Makasih. Kalo gitu saya permisi ya Bu" kata Cia lalu Ibu Bendahara menganggukkan kepalanya.
"Iya Neng, silahkan" Cia berdiri dan akhirnya pergi meninggalkan ruangan Bendahara. Ketika dia sudah ada di luar ruangan tiba-tiba Pak Galih datang menghampiri dia.
"Neng Cia udah mau pulang? Mari saya antarkan" kata Pak Galih.
"Eh Pak Galih. gak usah saya sendiri aja. Makasih" tolak Cia sopan sambil terus berjalan.
"Gak apa-apa kebetulan saya lagi kosong. jadi saya bisa anterin Neng Cia pulang" kata Pak Galih mengikuti langkah Cia.
"Beneran gak usah Pak. Saya bisa sendiri. Lagian gak jauh ini" kata Cia sambil terus berjalan meninggalkan Sekolah si kembar.
"Maaf ya Pak saya permisi" kata Cia sebelum keluar dari gerbang sekolahnya Rina dan Rino.
Pak Galih yang gagal mendekati Cia pun merasa kesal. "Susah banget sih deketin dia. Kurang apa coba aku ini. Udah tampan tinggi mapan juga. Kok dia gak tertarik sih sama aku?" Batin Pak Galih.
Sejak pertama kali Pak Galih melihat Cia dua tahun yang lalu, Pak Galih sudah menyukai Cia. Padahal waktu itu Cia masih menjadi anak SMA. Pak Galih sudah berulang kali berusaha mendekati Cia tapi tetap tidak ada respon baik dari Cia. Memang sih Pak Galih belum pernah menyatakan cinta kepada Cia. Tapi ketika dia bertemu Cia maka dia akan menunjukkan kesukaannya. Sedangkan Cia merasa Pak Galih terlalu tua buatnya. Cia baru berusia 17 menuju 18 tahun sedangkan Pak Galih sudah berusia 26 tahun.
"Apaan Pak Galih pake mau nganter aku segala. Apa kata Orang kalo liat aku diantar sama Pak Galih" kata Cia sambil terus berjalan menuju ke rumahnya.
Sesampainya di rumah dia melihat ibunya lagi berbicara dengan seseorang.
"Ibu mertua boleh gak saya ngajak Cia jalan?" kata Dani kepada Ibu Marni.
Iya Dani yang sudah membuka perban di hidungnya. dan terlihat kalo hidungnya sudah menjadi mancung. Sehingga dia merasa percaya diri kalo Cia akan luluh padanya begitu melihat hidung mancung palsunya itu.
"Eh Gimana ya, Nak Dani. Ibu gak bisa jawab. Semuanya terserah Cia aja" jawab Ibu Marni. Dani pun terus memohon-mohon pada Ibu Marni.
"Ibu kan bisa membujuk Cia untuk pergi bersama saya. Kalo Ibu yang ngomong pasti dia mau" kata Dani yakin.
"Ibu, Mas Dani. Lagi ngomongin apaan?" tanya Cia begitu ada di dekat Ibunya.
"Eh Cia udah datang. Kita jalan yuk" kata Dani sambil memegang hidungnya berharap Cia melihatnya dan kemudian memuji ketampanannya.
"Ngapain Mas Dani di sini" kata Cia ketus. Dia gak suka ngeliat Dani si rumahnya.
"Aku pengen ajak kamu jalan. Mau ya?" kata Dani percaya diri.
Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, dia datang ngajak Cia jalan kayak gak pernah ada masalah. Udah gila kali si Dani.
"Gak. Emang kamu siapa kok ngajak-ngajak aku jalan" tanya Cia.
"Ayolah Cia, Kamu itu calon isteri aku. Ayolah kita jalan. Kamu mau minta apa aja pasti aku kasih. Orang Kaya" kata Dani sambil menyapu kerah bajunya yang tak berkerah.
Cia memutar mata malas. "Maaf ya aku bukan calon isteri kamu. Jangan sembarangan ngomong. Mending kamu pulang deh. Aku sibuk" kata Cia.
"Alahh...sibuk apaan sih Cia. palingan juga sibuk buat kue" kata Dani.
"Ya itu namanya sibuk. Daripada kamu gak punya kerjaan. Ngarep warisan orang tua. Sana pergi, aku pusing kalo liat kamu." kata Cia lalu berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.
Ibu Marni, "Maaf ya Nak Dani. Ibu gak bisa bantu. Ibu permisi masuk ya, karena memang lagi banyak kerjaan di dalam" kata Ibu Marni kemudian berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup kembali pintunya.
Dani terbengong-bengong di depan rumah Cia. "Apa tadi mereka mengusir aku. Dani anak kesayangan Juragan Darmo dan Nyonya Sinta? gak salah? Apa dia gak liat kalo aku udah semakin tampan dengan hidung mancung ini?" kata Dani lalu berbalik dan meninggalkan rumah Cia.
"Nanti aku datang lagi. Pasti tadi Cia belum lihat hidung baru mancungku ini" katanya sambil terus berjalan menuju ke rumahnya.
Ya Dani anak Juragan Darmo ini kerjanya cuma mondar mandir gak jelas. Orang tuanya punya banyak uang tapi dia tidak mau kuliah.
Eh enggak deng bukan gak mau tapi otaknya gak nyampe kalo di bawa ke kampus. Yang ada dia cuma hambur-hamburin uang Orang tuanya aja. Sekolah SMA aja lulus bersyarat.
Mana Mau Cia sama kamu Dani. Cia itu murid berprestasi di sekolahnya dulu. Mulai dari SD sampai SMA dia selalu ranking 1. Sebenarnya dia dapat beasiswa untuk kuliah ke Jepang. Tapi dia keberatan karena selain jauh, dia juga bercita-cita menyekolahkan kedua adiknya sampai setinggi-tingginya. Betapa mulianya seorang Cia.
Bersambung.....