NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Fantasi Timur
Popularitas:517
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak terduga

Di atas bangunan terbuka yang mengapung di atas danau, dua gadis duduk bersebelahan di sebuah meja bundar. Mereka adalah Mu Jingyan dan Mu Lanxing, putri-putri Mu Tian.

Mu Jingyan, putri sulung, baru berusia sekitar tiga belas tahun. Ia memiliki kegemaran yang unik: mengoleksi senjata dengan bentuk aneh yang kerap digunakannya untuk melampiaskan amarah.

Sementara itu, Mu Lanxing tampak tenang, matanya meneliti segala perubahan di sekitarnya. Bola api kecil berputar di tangan kanannya, sementara tangan kiri menahan bola es. Dalam sekejap, bola-bola itu berubah bentuk, menari di udara sebelum menghilang.

Tak lama kemudian, rombongan Mu Tian tiba di tepi danau. Mereka berjalan mendekati meja bundar dengan langkah mantap. Beberapa pelayan segera memberi hormat, namun rombongan itu terus melangkah tanpa henti.

Paa!

Tangan Mu Tian menampar bahu Mu Jingyan dengan lembut . “Kamu sangat tidak sopan! Cepat sapa mereka!”

Mu Jingyan yang kesenangannya terganggu menatap ayahnya dengan mata yang membara, lalu matanya beralih ke adiknya yang berjalan mendekati Zhang Mei.

“Kamu pasti adik Zhang Mei, kan? Mari duduk,” ucap Mu Lanxing dengan suara lembut, senyumnya menenangkan.

Mu Tian kembali menatap Jingyan, seolah menuntut perhatian. “Lihat adikmu,”

Mu Jingyan mengeluh, nada suaranya campur kesal dan malas. “Orang tua, kamu terlalu banyak mengeluh. Aku akan memberitahu ibu kalau kemarin kamu pergi ke rumah bunga.”

Kaget mendengar itu, Mu Tian hanya bisa duduk pasrah, menahan amarah.

Akhirnya, semuanya duduk. Lalu para pelayan segera berdatangan membawa hidangan ringan dan berbagai minuman.

Mu Jingyan, Mu Lanxing, Zhang Mei, dan Haomakan perlahan, masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri.

Hingga suara lembut dan tenang Mu Lanxing memecah keheningan.

“Jadi… apakah ayah sudah mengusir mereka?” tanya Mu Lanxing menatap Mu Tian.

Mu Jingyan menoleh ragu. “Lanxing… maksudmu apa?”

Namun Lanxing hanya diam, matanya tetap terpaku pada Mu Tian. Mu Tian menarik napas panjang sebelum akhirnya mengangguk.

“Dengan kecerdasanmu, pasti kamu sudah menebaknya, kan?” ujar Mu Tian.

“Keluarga-keluarga itu memang merepotkan,” kata Mu Lanxing, suaranya tenang. “Lalu bagaimana dengan utusan?”

“Menjadi murid,” jawab Mu Tian singkat.

“Jadi seperti itu… kapan aku harus berangkat ke sana?” tanya Lanxing dengan sedikit penasaran.

“Setengah tahun,” jawab Mu Tian.

Mu Lanxing mengangguk, wajahnya tenang tapi penuh pengertian.

Di sisi lain, Zhang Feng dan Fei Yin menatap Mu Lanxing dengan rasa akrab yang hangat, lalu menoleh ke arah Sen Lin. Sekejap, tatapan mereka saling bertemu, dan keduanya tersenyum kecil.

“Saudara Mu… putri-putrimu sangat menarik,” ujar Zhang Feng dengan nada ringan namun penuh penghormatan.

Mu Tian menghela napas panjang, wajahnya sedikit lelah.

“Mau bagaimana lagi… bahkan putra sulungku terus berkeliaran kemana-mana,” gumamnya.

Zhang Feng terkekeh, matanya menyorot tajam. “Saudara Mu, lebih baik selesaikan sampai tuntas. Masalah kecil kadang bisa menjadi sangat merepotkan.”

Mu Tian menarik napas panjang sekali lagi, menenangkan pikirannya.

“Kamu benar, Saudara Feng… Lanxing, apakah kamu punya solusi untuk masalah ayah?” tanyanya, menatap putrinya dengan harap.

Lanxing hanya menatapnya sejenak, lalu menjawab singkat dengan nada tegas. “Langsung potong dari akarnya.”

Mu Tian mengerutkan kening, ragu-ragu. “Maksudmu itu…? Satu orang lagi, siapa?”

Segera, tatapan Lanxing mengarah ke Sen Lin, penuh arti yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang mengerti.

Mu Tian mengamati tatapan putrinya sejenak, kemudian tersenyum tipis, seakan semua sudah jelas di benaknya.

Setelah itu Mu Tian mengobrol dengan Zhang Feng seolah mengalihkan pembicaraan, suasana di meja bundar mulai mencair.

Mu Lanxing menoleh pada Sen Lin, matanya bersinar lembut.

“Nama kamu Zhang Sen Lin, kan? Tolong temani aku sebentar,” ujarnya sambil bangkit dari kursi.

Haotersenyum tipis. “Ke mana?”

“Jalan-jalan di sekitar danau. Tempat ini indah saat sore,” jawab Lanxing.

Mereka berjalan perlahan, disambut desiran air dan angin sepoi. Pohon-pohon tinggi memantulkan bayangan panjang di permukaan danau.

Setengah jam kemudian, Mu Lanxing dan Haokembali ke meja bundar tersebut. Namun, ada sedikit bekas memar di wajah Sen Lin, dan ekspresinya tampak sedih, seolah menanggung beban berat.

Di sisi lain, Fei Yin menatap Haodengan rasa penasaran.

“Kamu hanya pergi selama setengah jam. Apa yang terjadi?” tanyanya.

Haomenunduk, suara pelan dan terbata-bata.

“Ibu… aku… ingin menikah dengannya,” ucapnya pelan.

Tatapan Mu Lanxing tipis dan tajam.

“Saudara Sen Lin, kami tidak bisa mendengar dengan jelas,” ucapnya dengan lembut.

Haoberdiri, keringat dingin menetes di wajahnya, tapi ia tetap tegas. “Aku ingin menikah dengan Lanxing!”

Seketika, suasana menjadi hening. Semua orang saling bertatapan, kebingungan, kecuali Mu Lanxing yang tetap tenang.

Fei Yin akhirnya angkat suara, suaranya tercampur terkejut dan khawatir. “Nak, apa yang kamu katakan? Ini bukan seperti kamu.”

“Aku benar-benar ingin menikah dengannya,” jawab Sen Lin, dengan ketegasan yang tak tergoyahkan.

Suasana kembali hening. Mu Lanxing perlahan berdiri dan melangkah mendekati Sen Lin.

“Menikah denganku? Lihatlah usiamu,” tanyanya dengan suara lembut namun nada bercampur canda, senyum tipis tersungging di bibirnya. Lalu, matanya menoleh ke Mu Tian.

“Ayah, bagaimana menurutmu?”

“Terserah kamu,” jawab Mu Tian singkat, tanpa ragu.

Zhang Feng dan Fei Yin saling menatap, seakan memahami situasi yang sedang terjadi.

“Nak, aku tidak ikut campur. Semuanya terserah kamu,” ucap Fei Yin.

Mu Lanxing menatap Haoyang berdiri mematung. Senyum tipis kembali muncul di wajahnya.

“Baiklah. Besok, kita urus pernikahan secara tertulis terlebih dahulu,” katanya dengan nada tenang namun tegas.

Sebelum pergi, Mu Lanxing menatap Mu Tian sekali lagi.

“Ayah, tolong urus semuanya. Tidak perlu berterima kasih.”

Lalu, ia melangkah pergi, menghilang dari pandangan mereka, meninggalkan Haoyang masih terpaku di tempatnya, terdiam dan terpesona oleh keputusan itu.

Mu Tian dan Zhang Feng berdiri, menepuk pundak Haodengan penuh pengertian. lalu mengajak semuanya kembali.

---

Keesokan harinya, Mu Tian dan Zhang Feng mengurus surat pernikahan Sen Lin. Siang harinya, keluarga Haokembali ke rumah mereka, wajah penuh tatapan tak percaya.

Di sisi lain, Mu Tian dan Mu Lanxing menatap kepergian keluarga itu. Mu Tian menghela napas panjang.

“Lanxing, apa yang kamu lakukan terhadap anak itu?”

“Itu urusan anak-anak. Orang dewasa sebaiknya diam. Bukankah semuanya sudah selesai?” jawab Lanxing tenang.

“Aihhh! Kalian benar-benar aneh,” keluh Mu Tian, kemudian kembali ke ruang kerjanya.

****

Sebulan berlalu, di bawah pohon besar, Haoduduk bersandar dengan buku baru di tangannya. Ia membaca dengan tenang, seolah dunia di sekitarnya tidak pernah ada dalam hidupnya.

Perlahan-lahan, sinar matahari mulai digantikan oleh kegelapan. Ia berdiri dengan tenang, lalu merapikan barang-barang miliknya satu per satu. Setelah semuanya tertata, ia pun berbalik arah, melangkah pulang.

Selama perjalanan, Haomelihat seorang lelaki tua berdebat dengan pemilik sebuah kedai kecil. Masalahnya, lelaki tua itu tidak memiliki uang untuk membayar makanannya.

Haomendekat, suaranya polos tapi keras. “Orang tua, kenapa berdebat tentang hal sepele?”

Pemilik kedai dan lelaki tua itu terdiam, pemilik kedai akhirnya bersuara dingin,

“Nak, jangan ikut campur. Di dunia ini tidak ada makanan gratis. Kami berdagang untuk mencari keuntungan.”

Haomenatap lelaki tua yang tak bisa membayar makanan.

“Pak tua, bukankah kau bisa menghajar pemilik toko ini lalu pergi begitu saja?”

Lelaki tua terkejut, mengamati Haodari kepala hingga kaki. Sangat jarang seorang anak berusia sepuluh tahun bisa merasakan aura spiritual, apalagi didesa terpencil ini.

“Uhuk… uhuk… Anak kecil, meski dunia ini kejam, bukan berarti semua bisa diselesaikan dengan kekerasan. Aku hanya punya batu spiritual, dan tidak tahu dunia fana ini pakai koin emas.”

Haomengerti, lalu menyerahkan beberapa koin emas kepada pemilik kedai. “Gunakan ini.”

Pemilik kedai mengambilnya dan pergi, kesal.

Haohendak pergi, tapi suara lelaki tua menahannya. “Nak, tunggu. Kamu belum pernah berkultivasi, kan?”

“Perkenalkan, aku Pang Xuan, perwakilan serta pengajar di akademi mortal. Apakah kamu mau bergabung?”

Haoragu. Meski pernah mendengar, ia tak tertarik. Tapi melihat semangat Pang Xuan, hatinya bimbang.

“Aku perlu izin orang tuaku,” jawabnya.

Mata Pang Xuan berbinar. Ia mendesak Haoke rumahnya. Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di rumah sederhana Sen Lin.

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!