Pada tahun 2086, umat manusia berdiri di puncak kejayaan teknologi. Negara-negara besar bersatu di bawah Proyek Helios — percobaan menciptakan sumber energi tak terbatas dengan memanipulasi ruang dan materi gelap.
Namun pada malam ketika Helios Reactor diaktifkan untuk pertama kalinya, sesuatu terjadi. Langit di atas Samudra Pasifik retak seperti kaca yang dilempar batu. Membentuk celah raksasa bercahaya ungu, berdenyut seperti nadi dunia yang terluka.
Seekor makhluk bersisik emas, bersayap seperti petir, mengaum di atas laut. Lalu menyusul bayangan-bayangan lain: raksasa dari batu, wanita bersayap burung gagak, binatang bertanduk dari legenda kuno.
Nuklir ditembakkan, senjata diluncurkan. Sebuah kedatangan para makhluk mitologi yang mengancam ras manusia berdatangan dan membawa pesan,
“Kalian membuka pintu tanpa izin. Dunia kami hancur karenanya. Kini, keseimbangan harus ditegakkan.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon See You Soon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekuatan Air yang Mengerikan
...The Twin-Headed Dragon vs Fire Fighter Squad...
...#3...
Asap putih masih menggantung lembut di atas arena —
jejak dari pertempuran yang baru saja berakhir.
Dari tempat tertingginya di Singgasana Teknologi, sang Presiden berdiri perlahan.
Wajahnya masih tampak letih, namun ada sinar yang tak bisa disembunyikan:
kagum, bangga, dan sedikit tak percaya.
Ia menoleh ke arah Johan, asisten pribadinya yang berdiri tegak di sisi kanan.
Senyumnya tipis, tapi matanya menyala seperti api yang baru saja disulut semangat.
“Bagaimana kau bisa dengan cepat kepikiran dengan ide gila itu?” tanyanya dengan nada takjub.
Johan membalas dengan ketenangan khasnya, menatap lurus ke arena yang masih beruap.
“Kita tak perlu mematahkan seluruh kaki gajah untuk mengangkutnya pergi, Pak,” katanya datar namun penuh arti.
“Kita hanya perlu membiusnya.”
Presiden terkekeh pelan, menatapnya dengan rasa hormat yang tulus.
“Kau benar-benar berbahaya, Johan,” ujarnya sambil menepuk bahu asistennya.
“Aku bersyukur kau bagian dari kami.”
Udara di sekitar singgasana itu berubah —
bukan lagi hawa takut atau gugup, melainkan aurora kebanggaan manusia yang mulai tumbuh di tengah dunia para legenda.
Di sisi timur arena, Sang Virgo yang duduk di antara dua singgasana perlahan menurunkan timbangan emas di tangannya.
Untuk pertama kalinya, pandangannya pada manusia bukan sekadar rasa iba…
melainkan rasa kagum yang tulus.
Ia berbisik lirih, nyaris tak terdengar:
“Sains dan akal… keduanya bisa menandingi keajaiban sihir.”
Cahaya dari bintang di rambutnya berpendar lembut, seperti menyetujui kata-katanya sendiri.
Senyum tipis muncul di wajahnya — bukan senyum yang hangat, melainkan yang mengakui kehebatan pihak lawan.
Namun di sisi berlawanan, The Ancient One tak menyembunyikan kegusarannya.
Ia bangkit dari Singgasana Surya, bulu-bulu emasnya berdiri, matanya menyala bagaikan bara yang tersulut.
Suara parau dan berat keluar dari paruhnya,
“Jadi… manusia kini mampu memanipulasi unsur api tanpa sihir?”
Ia mendengus pelan, lalu menatap Johan dengan pandangan yang tajam seperti elang yang menilai mangsanya.
“Kecerdikan yang sama… yang dulu hampir membinasakan dunia mereka sendiri.”
Sayapnya mengembang sedikit, menimbulkan hembusan angin panas yang membuat para penonton di sekitarnya menunduk takut.
Ancient One tak berkata lagi, tapi jelas:
dalam matanya, manusia kini bukan sekadar peserta — mereka ancaman.
Di tribun mitologi, suasana membeku.
Para makhluk kuno yang biasanya bersorak kini saling berpandangan cemas.
“Bagaimana mungkin manusia bisa menundukkan naga?”
“Tanpa sihir, tanpa mantra, hanya dengan alat besi dan air?”
Rasa khawatir merambat seperti bayangan gelap —
bukan karena naga kalah, tapi karena mereka mulai menyadari:
akal manusia adalah bentuk kekuatan yang tak bisa ditebak.
Di balkon atas tribun mitologi, Yue berdiri terpaku ke arah arena.
Rambut perak dan sembilan ekornya bergetar lembut, meski kini hanya tersisa delapan.
Matanya membulat menatap bagaimana para pemadam itu tersenyum di tengah kobaran api,
bagaimana mereka menertawakan bahaya, dan bagaimana naga besar tumbang bukan oleh kekuatan…
melainkan oleh strategi.
“Mereka… benar-benar melakukannya,” bisiknya, hampir tak percaya.
“Manusia kecil itu… mengalahkan naga Shen Long…”
Ia menatap pantulan dirinya di layar, napasnya berat,
suara Bai Zhen terngiang di kepalanya —
"Hingga kau memahami arti kehilangan, kau takkan mengenali makna sejati dari kekuatanmu."
Kini, Yue mengerti sedikit.
Mungkin kekuatan sejati bukan sekadar taring atau sihir…
mungkin, keberanian untuk berpikir berbeda adalah bentuk kekuatan yang lebih tinggi dari itu semua.
Wajahnya berubah lembut, namun juga muram.
Satu sisi kagum, satu sisi takut.
Karena untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa ras manusia —
yang dianggap lemah dan fana —
mungkin saja benar-benar bisa menandingi para legenda.
Jonatan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Semua unit, ambil alat busa! Padamkan sisa api, cepat!"
Suara tegasnya menggema di tengah kobaran api yang mulai mereda. Asap mengepul, menyelimuti siluet para pemadam yang bergerak gesit seperti pasukan terlatih di medan perang.
Busa putih menyebar ke segala arah, menelan nyala api yang tersisa hingga udara berangsur tenang. Begitu bara terakhir padam, Jonatan memberi aba-aba baru.
"Naik ke truk! Kita ubah posisi ke sisi kanan kepala!"
Truk merah besar itu melaju dengan suara deru berat, sirene menggaung kemana-mana lalu berhenti tepat di samping salah satu kepala naga. Uap panas masih keluar dari sela-sela sisiknya yang terbakar. Jonatan berdiri di sisi truk, memegang erat nozzle besar dengan kedua tangannya.
"Atur tekanan ke mode precision jet!" perintahnya.
Anggota lain bergegas menyesuaikan katup tekanan di tangki utama.
Virgo, yang duduk di singgasananya, mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Mata ungunya memantulkan kilau air di udara.
“Menarik…” gumamnya pelan, seolah mulai memahami bagaimana manusia bermain dengan logika dan alat-alat kecil mereka.
Ancient One, di sisi lain, menundukkan kepala sedikit, kedua sayapnya bergetar pelan menandakan kegelisahan. Suara beratnya bergemuruh seperti petir yang ditahan,
“Mereka terlalu cepat beradaptasi…”
Para makhluk mitologi di tribun sebelahnya saling pandang, sebagian tampak mulai gelisah, sebagian lain terdiam dalam ketegangan.
Jonatan menarik tuas.
Sebuah semburan air tipis menyala biru di bawah sinar matahari, melesat keluar dari selang dengan kecepatan luar biasa.
Air itu begitu tajam hingga menimbulkan suara mendesing saat menyayat udara.
Virgo berbisik lirih, “Air… bisa memotong?”
Jonatan menoleh ke arah rekan-rekannya sambil tersenyum samar.
“Kau tahu?” katanya, suaranya datar tapi tegas.
“Benda paling tajam di dunia bukanlah baja—melainkan berasal dari sesuatu yang sangat lembut. Yaitu air.”
Air itu menembus salah satu sisik baja naga, perlahan tapi pasti, membelah jaringan keras itu seperti belati surgawi.
Darah panas memancar bercampur air, menciptakan hujan merah di atas arena.
Sang Naga tak bergeming karena masih terpengaruh oleh efek ganja yang sangat kuat sebelummya.
Presiden berdiri dari singgasananya, kerutan di wajahnya tampak jelas diterpa cahaya hologram bendera dunia di belakangnya.
“Kita tak bisa menggunakan rudal, tapi mereka... mereka memotong monster baja dengan air,” ujarnya kagum, suaranya bergetar antara bangga dan tak percaya.
Sementara itu, Johan yang berdiri di belakang presiden hanya tersenyum kecil.
Ancient One bangkit dari singgasananya, sayap emasnya mengepak keras hingga lantai bergetar.
“Bangkitlah, kalian semua naga sialan!” raungnya penuh amarah, menyerukan kebangkitan rasnya yang mulai tumbang.
Namun Johan menjawab dengan nada tenang, hampir seperti mengejek,
“Untuk dua puluh menit ke depan… mereka akan seperti itu, Ancient One yang Agung.”
Ancient One menatap tajam. “Apa maksudmu, manusia?”
Johan menoleh perlahan, matanya memancarkan sinar dingin yang berbahaya.
“Mereka menghirup terlalu banyak asap dari ladang ganja yang terbakar. Campuran gasnya telah bereaksi… menjadi anestesi sekaligus opium alami.”
Presiden menatapnya kaget, tapi juga kagum.
“Opium? Jadi itu yang membuat mereka tak bergeming ketika kepalanya sedang disembelih?”
Johan mengangguk ringan. “Terkadang, Tuan, alam memberi manusia senjata yang tidak terlihat.”
Arena hening.
Virgo menyandarkan tubuhnya sambil menatap langit, suaranya hampir seperti gumaman kagum,
“Air dan racun dari alam… manusia benar-benar ras yang berbahaya.”
Sementara itu, dari balkon tinggi tempat para perwakilan mitologi menonton, Yue berdiri terpaku. Matanya memandangi manusia yang dulu ia anggap lemah, kini memotong sisik naga dengan air dan menjinakkan makhluk surgawi dengan racun dari bumi.
Ia berbisik lirih,
“Mungkin… kebijaksanaan mereka bukan sekadar dongeng.”
Ni mungkin lebih alami dan baik kalo dirimu gak maksa make gpt buat proofreading paksa
Jangan dipaksa, manual aja, suruh dia koreksi/nyari typo, habis tuh benerin sendiri manual, kelihatan entar kemampuanmu yang asli ama kagak
mampir nih .
peperangan di abad serba canggih yah !