Karena sering dibuli teman kampus hanya karena kutu buku dan berkaca mata tebal, Shindy memilih menyendiri dan menjalin cinta Online dengan seorang pria yang bernama Ivan di Facebook.
Karena sudah saling cinta, Ivan mengajak Shindy menikah. Tentu saja Shindy menerima lamaran Ivan. Namun, tidak Shindy sangka bahwa Ivan adalah Arkana Ivander teman satu kelas yang paling sering membuli. Pria tampan teman Shindy itu putra pengusaha kaya raya yang ditakuti di kampus swasta ternama itu.
"Jadi pria itu kamu?!"
"Iya, karena orang tua saya sudah terlanjur setuju, kamu harus tetap menjadi istri saya!"
Padahal tanpa Shindy tahu, dosen yang merangkap sebagai Ceo di salah satu perusahaan terkenal yang bernama Arya Wiguna pun mencintainya.
"Apakah Shindy akan membatalkan pernikahannya dengan Ivan? Atau memilih Arya sang dosen? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Apa ini Tante?" Arkan memandangi map berwarna coklat yang ia pegang.
"Baca saja Arkan" titah Reta tersenyum.
Arkan menarik kertas dalam map lalu membacanya. Hasil tes dna membuktikan bahwa dirinya lah ayah biologis bayi dalam kandungan Clara. "Tidak mungkin" Arkan menjatuhkan kertas tersebut. Ia tidak pernah melakukan hubungan dengan Clara mana bisa mengandung anaknya.
"Bukan hanya aku yang menerima keajaiban Arkan, tapi bayi kita pun sama" beber Clara, anak dalam kandungannya tidak mengalami keguguran. Tangan Clara meraba perut sembari tersenyum.
Arkan muak menatap Clara, lalu balik badan hendak keluar. Tetapi Eric yang baru masuk menyuruhnya berhenti. "Jika kamu tidak mau bertanggung jawab, saya akan sebarkan berita ini, Arkan!" Ancam Eric.
"Saya tidak takut!" Arkan menantang pria yang lebih tua dari papa Alexander itu.
"Kamu menantang keluarga saya Arkan, saya pastikan hidup kamu akan hancur!" Eric benar-benar emosi. Tanganya mengepal hendak meninju Arkan tapi Shindy maju menghalangi.
"Sabar Om" ucap Shindy lembut.
Eric menurunkan tangan dengan napas tersengal-sengal menahan emosi.
Shindy tidak mau terjadi bangku hantam di tempat itu lalu menarik tangan Arkan meninggalkan Eric keluar dari rumah sakit.
Dalam perjalanan ke mobil, Shindy mencoba untuk tabah menerima kenyataan ini, walau hatinya hancur mendengar pengakuan keluarga Ericsson. Mungkin sudah saatnya Shindy mundur dari pernikahan ini.
"Kenapa kamu diam saja Shindy?" Tanya Arkan ketika mobil sudah dalam perjalanan pulang. Tangan kirinya merangkul pundak Shindy untuk yang pertama kali selama di rumah sakit.
"Arkan, sebaiknya kamu bertanggung jawab" Shindy akhirnya berucap.
"Jadi, kamu percaya sama mereka Shy? Aku tidak mau bertanggung jawab lah, saya tidak melakukannya kok" Arkan mengatakan kepada Shindy jika keluarga Ericsson hanya ingin menjebaknya. "Sekarang kamu pikir, mana mungkin bayi dalam kandungan Clara bertahan hidup setelah jatuh segitu tingginya," Arkan yakin jika keluarga Clara hanya mengada-ngada.
"Jika memang Allah berkehendak apapun bisa terjadi Arkan" Shindy sebenarnya tidak percaya, tapi entahlah. Terjadi hubungan atau tidak hanya Arkan dan Clara sendiri yang tahu.
Tiba di kediaman Alexander, Adisty yang menunggu di rumah menyambut anak dan menantunya. Tetapi hatinya tidak tenang ketika menatap Arkan dan Shindy sepertinya ada masalah. Wanita yang belum genap 50 tahun itu mengikuti Arkan ke kamar.
"Aku ambil minum dulu Ar" Shindy meninggalkan kamar.
Sementara Adisty duduk di pinggir tempat tidur Arkan. "Ada apa lagi Ar? Kamu bertengkar dengan Shindy?" Adisty bertanya pelan karena Arkan masih capek.
"Biasa, teman Mama itu yang mencari gara-gara" Arkan yang duduk di tengah kasur, menyisir rambutnya ke belakang dengan satu tangan. Arkan menceritakan ulah Eric, Clara dan juga Reta.
"Mama bingung Ar" Adisty entah mau percaya kepada siapa. Sebenarnya ia percaya dengan Arkan, tapi pihak Clara yang ngotot bahwa Arkan telah menanam benih di rahim Clara membuat hati Adisty ragu.
"Tidak usah dipikir, Ma" Arkan menyesal telah menceritakan hal ini. Padahal mama baru saja sembuh.
"Ini minumnya Ar" Shindy sudah masuk memberikan segelas air putih untuk Arkan.
"Terima kasih" Arkan meneguk air hingga seperempat gelas kemudian merebahkan tubuhnya.
Shindy bersama Adisty pun keluar dari kamar, membiarkan Arkan istirahat. Mereka lalu duduk di ruang keluarga.
"Shindy... Mama minta maaf" Adisty merasa bersalah, setelah dinikahi Arkan, Shindy bukan bahagia tapi justu masuk dalam masalah rumah tangga yang semakin rumit. Pertama kali bertemu Shindy, Adisty langsung jatuh cinta. Ia berharap Arkan bisa membahagiakan Shindy, tapi justru sebaliknya.
"Mama tidak bersalah kok" Shindy sebenarnya senang karena merasakan kasih sayang seorang mama yang selama ini tidak pernah ia dapatkan.
"Tapi Arkan itu loh, ya Allah..." Adisty sedih mengingat itu.
"Untuk itu, sebelumnya saya minta maaf Ma, seandainya Arkan benar Papa bayi yang dikandung Clara, lebih baik Arkan menikahi Clara. Dan izinkan saya untuk mundur menjadi istri Arkan" Shindy berhak bahagia yang selama ini tidak pernah ia rasakan.
"Mama juga tidak ingin kamu diduakan Shindy, tapi Mama tidak yakin jika yang dikatakan Clara itu benar."
"Mama pasti lebih tahu siapa Arkan putra Mama" Shindy menarik napas panjang. Ia sebenarnya tidak mau mengatakan hal ini mengingat kondisi Adisty. Namun, Shindy tidak mau terus-terusan sakit hati.
"Sudahlah Nak, Mama tidak mau mendengar itu," Adisty sungguh tidak bisa membayangkan jika Shindy bercerai dan mempunyai menantu seperti Clara.
"Kita memang sepaham Ma, tapi tidak untuk saya dengan Arkan."
"Benar Shindy... Mama menyayangi kamu bukan sebagai menantu pada umumnya, tapi saya sudah menganggap kamu anak sendiri" Adisty meneteskan air mata. Sungguh berat seandainya harus berpisah dengan Shindy.
"Shindy tahu kok Ma, seandainya saya nanti bukan istri Arkan lagi, bukan berarti melupakan keluarga ini. Saya akan tetap menjadi anak Mama," Shindy sungguh-sungguh.
Adisty menggeleng tidak mau lagi menjawab kata-kata Shindy karena tidak mau membayangkan semua itu.
.
Hari-hari Shindy lalui dengan perasaan tidak tenang, walaupun sudah satu bulan keluarga Ericsson tidak pernah datang lagi. Shindy sedikit lupa masalah itu dan merawat Arkan dengan telaten sampai Arkan sudah sembuh.
Suatu hari, Arkan dengan Shindy hendak berangkat ke kampus menemui pak Gun. Karena skripsi Arkan tidak lancar seperti Shindy dan selalu ditolak oleh pak Gun.
"Nanti kamu nunggu di luar saja Shy..." pesan Arkan ketika sudah di atas motor.
"Memang kenapa?" Shindy khawatir jika Arkan membuatnya malu, marah-marah kepada pak Gun.
"Nanti kalian lirik-lirikkan lagi" Arkan posesif.
"Mulai deh" Shindy memukul pelan badan Arkan dari belakang. Motor pun akhirnya berangkat. Tiba di kampus Shindy tentu memilih di luar karena sudah janji dengan Dila ingin bertemu.
Sementara di dalam ruangan hanya Arkan dengan pak Wiguna saja.
"Kenapa dengan skripsi saya Pak?" Arkan kesal karena membaca komentar pak Gun ketika bimbingan online sungguh sangat pedas. Revisi dan terus revisi membuat kepala Arkan mau pecah.
"Seharusnya kamu tahu Arkan, skripsi macam apa yang kamu buat" Pak Gun memang mengkritik pedas tulisan Arkan karena menurutnya tidak nyambung dengan konsep.
"Bukan tidak nyambung tapi Bapak ada dendam pribadi sama saya kan?" Arkan kesal karena skripsi yang sudah ia kerjakan berhari-hari banyak sekali yang harus revisi. Arkan prustasi, mengapa dosennya itu merasa sentimen. Padahal menurut Arkan hasilnya sudah cukup baik.
"Dendam pribadi apa maksudnya Arkan?" Dahi Wiguna berkerut.
"Karena Pak Gun mencintai Shindy, bukan?" Arkan menuduh jika Wiguna kalah bersaing hingga balas dendam.
"Jaga lisan kamu Arkan!" Wiguna selama ini tidak pernah pilih kasih soal nilai atau apapun yang berkenaan dengan siswa. Tentu saja marah dituduh seperti itu.
"Lalu apa? Saya ini Ceo Pak, menulis skripsi manajemen perkantoran sudah di luar kepala" Arkan merasa punya alasan jika berpikiran seperti itu.
"Justru karena kamu seorang Ceo, masih harus banyak belajar Arkan."
"Bapak meremehkan saya?!" Arkan berdiri dari duduknya. Ia menggulung lengan kemeja siap menonjok tidak lagi menganggap jika Wiguna adalah dosennya.
Wiguna tidak mau menjadi pria pengecut, karena saat ini Arkan sudah hilang kendali. Bukan lagi membahas skripsi tetapi melenceng ke masalah pribadi. Tentu saja Wiguna meladeni hingga terjadi adu jotos di ruangan pak Gun.
"Berhentiiii..." pekik wanita yang baru muncul.
...~Bersambung~...
Sabar Iya Shindy
terus suruh si ulat bulu yg merawatnya,,
biar nyaho tu si pelakor ngerawat suami yang dia rebut🤭🤭