NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:570
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Pagi ini, Yura bangun kesiangan. Semalaman ia tak bisa tidur pikiran melayang ke mana-mana. Alhasil, paginya kacau balau.

"Mampus... telat!" ucapnya panik saat melihat jam. Sudah hampir pukul delapan, padahal jam pertama dia harus mengajar. Peraturan di tempat PKL-nya sangat ketat untuk kedisiplinan, dan jarak dari rumah ke sekolah sekitar 15 menit.

Ia berlari membuka pagar, tergopoh-gopoh. Tepat saat itu, Ardhan juga sedang mengeluarkan mobil dari garasi.

"Pagi Yura," sapa Ardhan dengan tenang.

"Pagi Kak... saya buru-buru. See you next time!" ucap Yura cepat sambil langsung berbalik ingin mengambil mobilnya.

Tapi... satu hal membuatnya terpaku. Kunci mobilnya tertinggal di dalam rumah. Yura mematung, lalu mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal.

Ardhan yang melihat kekacauan kecil itu langsung menawarkan bantuan, "Yura, saya antar aja."

"Gak usah Kak..." ucap Yura reflek, namun dalam hitungan detik ia berubah pikiran. "Oke!" serunya cepat, lalu langsung berlari ke arah mobil Ardhan. Setidaknya bisa bareng Kak Ardhan lebih lama, batinnya.

"Ayo!" Ardhan langsung tancap gas, tanpa banyak tanya.

Di dalam mobil, Yura buru-buru mengabari teman-temannya agar ada yang menggantikan sementara untuk mengabsen kelas. Wajahnya masih tegang.

"Tenang dulu," ucap Ardhan, melirik Yura sekilas sambil tersenyum.

Yura menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia mencoba menenangkan diri, meski jantungnya masih berpacu antara takut telat dan gugup karena duduk berdua dengan Ardhan.

"Maaf ya Kak, jadi merepotkan pagi-pagi begini," ucapnya merasa bersalah.

"Santai aja, saya juga gak ada kerjaan penting hari ini," jawab Ardhan santai.

Suasana mendadak hening. Yura mencuri pandang ke jendela, mencoba menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah.

"Kapan PKL mu selesai?" tanya Ardhan memecah keheningan.

"Minggu depan Kak," jawab Yura cepat.

Ardhan mengangguk pelan. "Jadwal seleksi judul udah keluar?"

"Belum... masih nunggu info dari kampus."

"Tunggu aja," jawabnya singkat, tapi tetap terdengar perhatian.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di depan sekolah.

"Ini kan sekolahnya?" tanya Ardhan sambil memperlambat mobil.

"Iya, bener. Terima kasih banyak ya kak, saya akan balas kebaikannya nanti," ucap Yura sambil bersiap turun.

Namun sebelum ia sempat membuka pintu, Ardhan tiba-tiba menahan pergelangan tangannya. Yura spontan menoleh. Jantungnya langsung berdetak lebih cepat.

"Aduh... tangan gue ditahan!"

Wajahnya memanas. Panik. Gugup.

"Bagaimana kalau nanti malam?" tanya Ardhan, matanya menatap lurus padanya.

"Hah!?" Yura nyaris tak bisa menangkap maksudnya.

"Kamu bilang mau balas kebaikan saya kan? Malam ini, makan malam di rumah saya," ucap Ardhan tenang, lalu melepaskan tangannya.

Yura membeku di tempat. Otaknya sibuk mencerna maksud dari kalimat itu. Makan malam? Di rumahnya? Berdua!?

"Gak turun?" tanya Ardhan lagi sambil menahan senyum.

"Aahh iya! Saya harus ngajar!" Yura langsung membuka pintu dan turun, tanpa berani menoleh lagi.

Dari balik kemudi, Ardhan hanya tersenyum puas melihat tingkah Yura yang kikuk dan salah tingkah. "Kali ini tak akan ku lepaskan."

Saat punggung Yura sudah tidak terlihat, barulah Ardhan melaju pergi.

Yura sudah tidak sempat salting, ia sudah sangat telat.

"Mampus gue..." gumamnya pelan sambil berjalan cepat ke ruangan untuk mengambil buku.

"Good morning..." sapanya sekilas kepada Rizki dan Aldin tanpa menoleh, langsung menuju mejanya.

"Gue harus ngajar!" ucapnya cepat sambil mengambil buku lalu pergi.

Rizki dan Aldin hanya saling pandang, bingung.

"Kenapa tuh anak?" tanya Aldin heran.

"Gak tau... temen lo tuh," jawab Rizki malas.

Sesampainya di kelas, Yura mendapati Febi tengah duduk di kursi guru, menjaga kelas sementara.

"Thank you Feb," ucap Yura dengan napas tersengal.

"Oke, good luck!" balas Febi sebelum keluar kelas.

Sebelum memulai pelajaran, Yura meminta maaf kepada siswa-siswanya karena datang terlambat. Tapi murid-muridnya memaklumi, karena ini kali pertama Yura terlambat sejak mengajar.

Pelajaran itu berjalan seperti biasa. Tapi hati Yura? Rasanya tidak biasa sama sekali.

...****************...

Setelah bel pulang berbunyi, mereka semua kembali berkumpul di ruang guru. Obrolan ringan dan gelak tawa pun mengisi ruangan.

Febi dan Hana kembali membawakan cerita kocak soal kejadian di parkiran Kafebook kemarin.

"Hahaha... Aduh perut gue keram," ujar Yura sambil tertawa terpingkal-pingkal, memegangi perutnya.

"Udah deh, ekspresi kalian tuh udah cukup menggambarkan betapa kocaknya kemarin," kata Rizki, ikut tertawa sambil menyandarkan diri di kursi.

"Capek banget ketawa, sumpah," tambah Aldin sambil mengusap air matanya karena terlalu banyak tertawa.

Suasana begitu hangat, sampai tiba-tiba Hana nyeletuk, "Eh, kemarin kita juga sempat lihat tetangga lo Yur sama cewek."

Ruangan mendadak senyap. Tawa yang tadi bergema langsung menguap.

"Oh iya! Gue liat dia bawain tas cewek itu pas keluar dari kafe," sambung Febi polos. "Terus gandengan tangan."

Yura menoleh ke arah Hana dan Febi, jantungnya berdetak kencang. Udara terasa lebih panas. Senyum di wajahnya perlahan memudar.

"Temannya kali," timpal Rizki, mencoba mencairkan suasana yang berubah drastis.

"Aah iya, bisa jadi," ujar Hana cepat-cepat, mencoba memperbaiki suasana.

"Elo sih," bisik Febi pada Hana, tapi cukup terdengar oleh Yura.

"Sorry ya Yur," Hana menunduk, merasa bersalah.

"Yah, terus kenapa?" ucap Yura santai, namun senyum paksa di wajahnya dan nada suaranya tak bisa menyembunyikan rasa canggungnya.

Teman-temannya saling bertukar pandang. Ada rasa iba, tapi mereka tahu Yura ingin menjaga harga diri.

"Gue gak apa-apa kok, serius," lanjut Yura sambil bangkit dari kursinya. "Gue cuma kagum, bukan berharap memiliki."

"Ooh betul tuh betul," sahut Febi cepat.

"Iya bener... setuju," sambung Aldin.

"Yuk pulang, istirahat," ucap Yura seraya melangkah keluar ruangan.

"Go... go... go home..." Hana ikut bernyanyi kecil sambil berjalan mengikuti mereka.

Sesampainya di parkiran, semua langsung menuju kendaraan masing-masing. Tapi Yura justru berhenti dan terlihat celingukan.

"Kenapa?" tanya Aldin yang melihat Yura mematung.

"Oh iya, gue gak bawa kendaraan," jawab Yura baru tersadar kalau mobilnya masih di rumah.

"Gue nebeng ya?" pintanya pada Aldin.

"Gas, naik aja," Aldin mengangguk sambil membuka pintu mobil.

Namun belum sempat Yura melangkah, suara seseorang memanggilnya.

"Yura..." suara itu begitu familiar di telinga Yura.

Refleks ia dan Aldin menoleh.

"Kak Ardhan?" gumam Yura heran, melihat Ardhan berdiri beberapa meter dari mereka.

"Ayo," ucap Ardhan ringan, sambil memberi isyarat.

"Hah?" Yura bingung.

"Saya yang nganterin kamu pagi ini, jadi pulangnya juga sama saya dong," ucap Ardhan sambil tersenyum tenang.

"Hehh...?" Yura makin tidak mengerti.

Karena Yura hanya berdiri terpaku, Ardhan pun melangkah mendekatinya lalu menarik tangannya dengan lembut.

Yura terdiam. Ia melirik Aldin dan yang lain, yang kini menatap mereka dengan campuran ekspresi heran dan penasaran. Namun, tanpa berkata apa-apa, Yura mengikuti langkah Ardhan.

Tidak ada paksaan. Hanya ada rasa bingung dan degup jantung yang belum tenang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!