NovelToon NovelToon
Kau Dan Aku Selamanya

Kau Dan Aku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Suami Tak Berguna
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Hidup Audy runtuh ketika pengkhianatan dalam rumah tangganya terbongkar. Di tengah luka yang menganga, kariernya justru menuntutnya berdiri tegak memimpin proyek terbesar perusahaan. Saat semua terasa mustahil, hadir Dion—direktur dingin yang perlahan menaruh hati padanya, menjadi sandaran di balik badai. Dari reruntuhan hati dan tekanan ambisi, Audy menemukan dirinya kembali—bukan sekadar perempuan yang dikhianati, melainkan sosok yang tahu bagaimana melawan, dan berhak dicintai lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Kursi kulit hitam itu terasa dingin ketika Audy menjatuhkan dirinya perlahan, seolah seluruh ruangan menahan napas menunggu kata-katanya. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan parfum mahal para direktur menguar di udara, namun tak mampu mengusir hawa tegang yang menekan dari segala arah.

Pak Hutama, komisaris utama yang terkenal jarang berbicara kecuali dalam situasi genting, mengetukkan ujung penanya pelan ke meja kaca panjang di hadapannya. Suara ketukan itu menembus sunyi, membuat semua kepala refleks menoleh. Sorot matanya tajam, namun kali ini ada nada penuh penekanan yang tidak bisa disembunyikan.

“Saya sudah mendengar apa yang sebenarnya terjadi,” suaranya dalam, bergetar oleh kendali emosi yang hampir jebol. “Teddy dan Laura mencuri rancangan proyek yang sudah Anda kerjakan… lalu menendang Anda keluar begitu saja dari project ini. Betul begitu?”

Beberapa direktur tampak mengalihkan pandangan, seolah kalimat itu terlalu berat untuk mereka hadapi.

Audy menghela napas, kedua tangannya saling bertaut di atas pangkuan. Tatapannya tegas, tidak ada keraguan seperti saat dia meninggalkan kantor ini dulu. Dengan suara tenang tapi tegas, dia menjawab,

“Benar, Pak. Sebelum semua ini terjadi, saya sudah sampaikan ke Pak Teddy bahwa rancangan saya belum final. Saya berjanji akan menyerahkan versi final satu hari sebelum presentasi dengan investor dimulai. Tapi tanpa sepengetahuan saya, beliau memajukan tanggal meeting… dan mengirim Laura ke Singapura. Padahal saya adalah perancang sekaligus penanggung jawab proyek itu.”

Beberapa direktur langsung saling berbisik pelan, sementara wajah Pak Hutama semakin mengeras, rahangnya menegang. Jari-jarinya yang berurat mengetuk meja lebih keras, kali ini bukan sekadar tanda berpikir, melainkan kemarahan yang nyaris tak bisa dibendung.

“Apa yang ada di pikiran mereka berdua sampai mereka berani berbuat seperti ini? Apa mereka tidak berpikir bahwa hal ini akan menghancurkan reputasi perusahaan?” serunya, lebih pada dirinya sendiri ketimbang pada siapa pun di ruangan.

Audy menunduk sejenak, lalu menatap lurus ke arahnya. Sorot matanya jernih, tapi di balik itu ada luka yang masih menganga.

“Ini bukan yang pertama kalinya mereka melakukan hal ini, selama ini saya diam karena saya berpikir ini demi perusahaan. Tapi rupanya diamnya saya justru semakin dimanfaatkan oleh mereka, Saya minta maaf atas kekacauan yang terjadi, tapi saya tidak bisa lagi tinggal diam diperlakukan tidak adil seperti ini. Kerja keras saya dicuri dan saya tidak dihargai sama sekali" Tutur Audi, dengan mata yang sedikit memerah.

Kalimat itu jatuh seperti palu godam. Beberapa direktur terpejam, seakan kalimat Audy barusan adalah fakta terpendam yang selama ini mereka abaikan, sebuah fakta yang tidak bisa mereka bantah.

***

Audy keluar dari ruang meeting dengan langkah ringan, seolah beban yang selama ini menghimpit dadanya akhirnya terangkat. Keputusan dewan barusan masih terngiang di telinganya: dia kembali dipercaya memimpin proyek itu bukan lagi sebagai seorang staff, tapi sebagai seorang Manager. Dia tidak perlu lagi tertekan di bawah bayang-bayang Teddy, tidak lagi dihalangi ambisi buta Laura. Kini, semua orang justru menaruh harapan padanya.

Satu per satu direktur dan komisaris meninggalkan ruangan dengan wajah letih namun sedikit lega, bagaikan tentara yang baru saja selamat dari pertempuran sengit. Audy berdiri sejenak di koridor, membiarkan dadanya dipenuhi dengan udara segar kebebasan—sesuatu yang hampir dia lupakan rasanya.

Namun sebelum dia benar-benar bisa menikmati momen itu, sebuah suara dalam nada datar namun penuh wibawa memanggil namanya.

“Bu Audy, mengenai proyek tersebut, bisa kita bicarakan di ruangan saya sekarang.”

Audy menoleh. Di ujung koridor, berdiri seorang pria dengan setelan abu-abu rapi, wajahnya tenang tapi sorot matanya tajam. Usianya mungkin belum genap empat puluh, bahkan tampak lebih muda dari beberapa manajer yang sering dia temui. Namun langkahnya, sikapnya, dan cara dia berbicara itu membuatnya jelas berbeda.

Direktur baru itu. Direktur yang ditunjuk segera untuk menggantikan Teddy yang sudah dipecat.

Audy sempat tertegun, pikirannya berkelebat, Luar biasa… di usia semuda itu bisa duduk sebagai Direktur Utama di perusahaan sebesar ini. Ada aura dingin sekaligus berkarisma yang menguar darinya, membuat Audy tanpa sadar menarik napas sedikit lebih dalam.

“Bu Audy?” panggilan itu kembali membuyarkan lamunannya.

“Eh… maaf, Pak,” Audy tergagap kecil, mencoba menguasai diri. “Kebetulan hari ini saya tidak membawa materi proyek. Seperti yang Anda tahu, saya sudah mengajukan resign sebelumnya. Tapi, siapa sangka kalau saya malah diangkat sebagai manajer sekarang.”

Pria itu menatapnya tanpa berkedip, kemudian tersenyum tipis.

“Dion.”

Audy mengerjap. “Ya?”

“Nama saya, Dion. Dion Abimanyu.” Suaranya tenang, tapi penuh tekanan halus yang membuatnya sulit diabaikan.

Ada jeda sejenak sebelum Dion kembali membuka suara.

“Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk mengambil materi proyek itu?”

Audy berpikir cepat. “Mungkin satu… atau satu setengah jam.”

“Saya beri kamu waktu dua jam.” Dion berbalik tanpa menunggu jawaban lebih lanjut. “Segera kembali membawa semua yang kamu punya. Kita tidak bisa buang-buang waktu lagi… nasib perusahaan ini sedang di ujung tanduk.”

"Kamu bisa diantar supir kantor supaya lebih cepat" katanya lagi.

Dia berjalan menjauh, langkahnya tegas, meninggalkan Audy berdiri sendirian di koridor yang mulai lengang. Kata-katanya masih menggantung di udara, menekan Audy dengan beban yang baru.

Audy menatap punggung Dion yang menjauh, lalu menarik napas panjang. Sebelum dia pun pergi meninggalkan koridor ruang meeting.

***

Udara siang itu terasa lebih panas daripada biasanya saat Audy melangkah keluar rumah sambil menjinjing tas yang berisi laptop dan berkas penting. Dia baru saja mengambil langkah awal menuju kebangkitan kariernya kembali. Namun, langkahnya terhenti begitu saja saat dia melihat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya.

Dari dalam, turunlah Chandra. Suaminya. Wajahnya tenang, seolah tanpa beban. Tapi detik berikutnya, seorang wanita juga turun dari sisi lain—Jenny. Adik tirinya. Senyum mereka berdua terlalu akrab, terlalu mesra untuk sekadar hubungan antara saudara ipar.

Napas Audy tercekat. Ada sesuatu yang meremas ulu hatinya, memaksa tubuhnya mundur ke samping dan bersembunyi di balik tembok. Dada Audy berdegup begitu keras hingga khawatir jika gemuruhnya bisa terdengar keluar. Dia mencoba mengintip, dan pandangan matanya seperti dipaksa menelan kenyataan yang pahit—suaminya dan Jenny berjalan berdampingan, bahu mereka sesekali bersentuhan, tawa renyah Jenny menggema, disambut dengan ekspresi lembut Chandra yang sudah lama tidak pernah ditujukan padanya.

Langkah mereka akhirnya menghilang di balik pintu rumah. Tetapi Audy, digerakkan oleh sesuatu yang lebih kuat dari sekadar rasa penasaran— naluri ingin tahu memaksanya untuk perlahan menyelinap ke sisi jendela. Jemari tangannya bergetar saat meraih kusen, dan dari celah tipis itu dia dapat melihat sesuatu yang langsung mematahkan semangatnya.

Di ruang tamu rumahnya sendiri, dia menyaksikan pengkhianatan paling telanjang. Chandra menunduk, bibirnya menempel pada bibir Jenny dengan penuh kelembutan, seolah mereka pasangan sah yang tengah dimabuk cinta. Jenny membalas ciuman itu tanpa ragu, tangannya bahkan melingkari leher Chandra.

Waktu seakan berhenti.

Audy berdiri terpaku di sana cukup lama, tubuhnya kaku, namun matanya tetap menatap lurus pada adegan itu. Bagian dari dirinya ingin berteriak, ingin menerobos masuk dan menghancurkan semuanya. Namun sisi lain memilih diam, menyimpan luka itu rapat-rapat—dan merekamnya, sebagai bukti yang kelak mungkin bisa dia gunakan.

Ketika akhirnya dia hendak mundur, sial menimpanya. Kakinya menyenggol pot bunga di teras. Bunyi pecahan kecil yang jatuh ke lantai terdengar jelas.

Audy menahan napas. Dari dalam, suara langkah tergesa terdengar, seolah ada yang curiga. Panik menyerbu, dia segera berlari kecil, meninggalkan tempat itu dengan jantung yang masih meledak-ledak.

Mobil kantor yang menunggunya di seberang jalan menjadi satu-satunya penyelamat. Tanpa menoleh lagi, dia masuk dengan cepat.

“Bu, ke kantor sekarang?” tanya sopir itu, heran dengan wajah pucat Audy.

Audy hanya mengangguk pelan. Suaranya tercekat, terselubung amarah dan sakit hati yang tak bisa ia ucapkan. Saat mobil melaju, dari kaca spion ia melihat sekilas bayangan rumah itu menjauh—rumah yang kini tak lagi pantas dia sebut rumah.

***

Mobil itu berhenti sejenak di persimpangan, tapi di dalam dada Audy, badai masih berputar tanpa henti. Nafasnya berat, seolah paru-parunya menolak bekerja sama dengan hatinya yang retak. Dunia di luar kaca hanya menjadi bayangan kabur; deru kendaraan, suara klakson, dan riuh kota Jakarta seakan menjauh, tenggelam oleh suara hatinya sendiri yang penuh luka.

Genggaman tangannya di atas ponsel semakin kuat, seolah benda kecil itu adalah satu-satunya senjata sekaligus racun yang ia miliki. Dengan rekaman itu, dia bisa membongkar semua. Membakar habis topeng manis rumah tangga yang selama ini dia banggakan. Namun, setiap kali niat itu menguat, wajah-wajah dari ruang rapat pagi tadi ikut muncul. Para komisaris, para direktur, Dion dengan tatapan dingin tapi penuh harap—semua menaruh beban besar di pundaknya.

Dan di tengah keruntuhan pribadinya, justru proyek itu menjadi satu-satunya jangkar. Ironis, pikirnya. Saat hidup pribadinya tercerai-berai, dunia profesional justru memberinya sebuah panggung besar.

Setetes air mata jatuh di punggung tangannya, disusul satu lagi, tapi cepat ia hapus, seolah malu pada dirinya sendiri. "Nggak sekarang," bisiknya pelan. Suaranya nyaris pecah, tapi matanya menolak menyerah. “Aku akan bertahan. Aku harus bertahan. Setelah semuanya selesai, aku akan membuat mereka menyesal seumur hidup mereka karena sudah mengkhianatiku seperti ini"

Lampu merah berubah hijau. Mobil kembali melaju, dan bersama getaran mesin itu, Audy merasa api kecil di dalam dirinya berkobar semakin besar. Dia sudah bertekad, jika sebelumnya dia adalah perempuan yang menerima semuanya begitu saja, kini dia seolah dilahirkan kembali sebagai seseorang yang tak akan membiarkan dirinya diinjak-injak dan diremehkan lagi.

Di luar, matahari pagi mulai naik, menyinari gedung-gedung tinggi yang berbaris gagah di sepanjang jalan. Audy menatap ke depan, wajahnya masih basah. Hari ini, dia mungkin menjadi istri yang terluka karena pengkhianatan suaminya. Tapi begitu tiba di kantor dan menyelesaikan projectnya, dia akan berdiri sebagai Audy yang baru—seorang perempuan yang tahu bagaimana caranya melawan, bahkan jika dia harus berdiri sendirian.

***

1
Widya Herida
lanjutkan thor ceritannya bagus
Widya Herida
lanjutkan thor
Sumarni Ukkas
bagus ceritanya
Endang Supriati
mantap
Endang Supriati
engga bisa rumah atas nama mamanya audi.
Endang Supriati
masa org penting tdk dpt mobil bodoh banget audy,hrsnya waktu dipanggil lagi nego mau byr berapa gajinya. nah buka deh hrg. kebanyakan profesional ya begitu perusahaan butuh banget. td nya di gaji 15 juta minta 50 juta,bonus tshunanan 3 x gaji,mobil dst. ini goblog amat. naik taxi kwkwkwkwkkk
Endang Supriati
audy termasuk staff ahli,dikantor saya bisa bergaji 50 juta dpt inventaris mobil,bbm,tol,supir,by perbaikan mobil di tanggung perusahaan.bisa ngeclaim entertaiment,
Endang Supriati
nah itu perempuan cerdas,sy pun begitu proyek2 sy yg kerjakan laporan 60 % sy laporkan sisanya disimpan utk finslnya.jd kpu ada yg ngaku2 kerjja dia,msmpus lah.
Syiffa Fadhilah
good job audy
Syiffa Fadhilah
sukur emang enak,, menghasilkan uang kaga foya2 iya selingkuh lagi dasar kadal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!