Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Handphone terus bergetar, Abdullah meneguk air dalam gelas ingin segera mengangkat telepon dari Silfia. Tangannya hendak ambil handphone tersebut, tetapi dijauhkan oleh Dila.
"Habiskan dulu makanannya, baru angkat telepon" tegas Dila, karena nasi di piring Abdullah masih banyak.
"Siapa tahu penting," Abdullah hendak ambil handphone dari tangan Dila, tetapi Dila menarik tangannya mundur.
"Habiskan dulu saya bilang, nanti kan bisa telepon lagi. Segitu pentingnya Silfia bagi kamu, sedangkan saya tadi malam telepon berkali-kali tidak kamu angkat!" Dila merengut kesal, bukannya iri, tapi setidaknya Abdullah mengerti jika di rumah ada yang khawatir.
"Iya, iyaa... bawel" Abdullah pun kali ini menurut, melanjutkan makan, membiarkan handphone terus berdering hingga mati sendiri.
Selesai makan, Dila memandangi Abdullah yang terburu-buru bangkit dari kursi, ia tahu jika suaminya itu ingin segera telepon Silfia. Dila menarik napas berat, tapi ia tidak mau memikirkan tentang itu. Lebih baik membereskan meja makan, lanjut mencuci piring.
"Dila, saya mau pergi. Jangan nunggu ya, sebaiknya kamu tidur saja" Abdullah menyusul ke dapur dengan pakaian santai tetapi rapi.
Dila mendadak menghentikan mencuci piring, saking kaget mendengar ucapan Abdullah yang terdengar enak di telinga. "Mau kemana memang, kamu kan masih sakit?" Dila bertanya begitu karena heran saja, tadi mengeram kesakitan, tapi giliran ingin bertemu Silfia langsung bersemangat.
"Sudah mendingan, terima kasih kamu tadi sudah mengompres wajah saya" jawabnya lantas berlalu, setelah pesan kepada Dila agar mengunci pintu.
Dila memandangi motor besar yang dikendarai Abdullah melaju cepat meninggalkan halaman rumah. Ia seharusnya tidak usah pusing memikirkan luka wajah Abdullah. Karena ada Silfia nantinya yang akan merawat. Dila lebih baik tidur menyusun energi yang seharian ini ambyar.
Seminggu kemudian, sejak malam itu, sikap Abdullah kepada Dila berubah lebih baik. Dila bersyukur karena doa-doanya telah terkabul. Sesibuk apapun, Dila tetap menyempatkan diri untuk memasak setiap sore hari. Istri mana yang tidak senang ketika sang suami makan masakannya dengan lahap.
Namun, setiap selesai makan malam, Abdul pamit pergi dan pulang ketika sore hari berikutnya. Abdullah sepertinya tidak betah di rumahnya sendiri. Setiap pulang hanya dalam hitungan jam, begitu seterusnya. Jika siang hari jelas bekerja, tapi kemana ketika malam? Terlintah juga di pikiran Dila, hubungan suaminya dengan Silfia sudah terlalu jauh. Ketika Dila bertanya 'kemana? Abdullah menjawab ada rapat dengan klien, pulang kemalaman lalu menginap di rumah Barra. Begitu seterusnya, padahal naluri Dila sebagai istri merangsang dengan sempurna. Mana ada rapat, setiap malam bahkan hingga pagi.
Hari sabtu ini kebetulan Dila libur bekerja. Sepi sekali di rumah, ia memutuskan pergi ke rumah Faizah,. Selain menepati janjinya kepada Faizah hendak main kesana, sekaligus menanyakan apakah benar yang dikatakan Abdullah bahwa sering menginap di rumah Barra. Dila juga ingin mengobati rindunya kepada si kembar.
Sebelum berangkat, Dila telepon Abdullah lebih dulu, bagaimana pun ia harus Izin ketika ingin pergi. Namun, seperti biasanya hingga tiga kali tidak diangkat, berakhir menulis pesan. "Saya libur kerja, tapi main ke rumah Kak Faizah" Begitulah isi chat Dila dan akhirnya berangkat dengan jasa ojek. Tiba di tujuan, tidak sulit untuk masuk ke rumah Barra, karena penjaga sudah mengenalnya.
"Dila..." ucap Faiz ketika Dila tiba di teras rumah. Tiba-tiba saja, Faiz memeluk sahabatnya dengan erat, menangis sesegukan.
Dila yang tidak tahu apa-apa bingung, tapi ia berpikir bahwa Faiz sedang ada masalah dengan Barra. Dila membiarkan saja ketika Faiz sesegukan di pundaknya hingga beberapa detik kemudian, Faiz melepas pelukan.
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, Dila" Faiz mengait tangan Dila bersama-sama menuju kursi sofa. Mereka duduk di sana, Dila menanyakan kenapa Faizah menangis. Tetapi Faizah berat sekali untuk cerita.
"Ya sudah Kak, jika Kakak mau cerita, adikmu ini siap mendengarkan" Dila seolah-olah wanita yang tidak mempunyai masalah.
Faiz tertegun, Andai saja Dila tahu, ia menangis karena memikirkan dia. Banyak sekali penderitaan yang Dila terima. Bapaknya sakit, dipaksa menikah, dan ternyata pria yang dijodohkan sudah beristri.
"Kak" Dila ingin bertanya tentang Abdullah, tapi ragu-ragu. Sebagai istri, Dila seharusnya tahu kemana sang suami bukan bertanya kepada orang lain.
"La, pasti kamu ingin bertanya tentang Abdullah kan?"
Dila mengangkat kepala kaget tentunya, kenapa Faiz bisa tahu apa yang ia pikirkan. Dila pun akhirnya mengangguk. "Apa selama seminggu ini, Kak Abdullah menginap disini Kak?" Pada akhirnya pertanyaan itu terlontar.
"Tidak pernah La, bahkan sudah seminggu ini suami kamu tidak tinggal di rumah ini lagi" Faiz merasa ada jalan untuk bercerita. Faizah kesal, Abdullah sudah keterlaluan, demi Silfia, Dila dibiarkan sendirian setiap malam.
"Lalu kemana Kak?" Dila semakin tidak tenang.
"La, aku ingin cerita sama kamu tentang Abdullah dengan Silfia, tapi kamu harus kuat."
"Ceritakan Kak, ada apa dengan mereka?" Dila berdebar-debar, sudah seminggu Abdullah tidak tinggal disini, lalu kemana? Dila sudah tidak sabar.
Faiz menceritakan tentang kejadian malam itu, ketika Abdullah tertangkap basah tidur bersama Silfia di dalam kamar. Barra marah lalu menonjok wajah Abdullah hingga tiga kali dan menyebabkan luka-luka.
Mendengarkan hal itu, Dila hanya Istigfar, dugaannya bahwa Abdullah tidur bersama Silfia ternyata benar. Walaupun syok, tapi ia masih menjaga kewarasan mental agar tidak gila hanya untuk memikirkan pria yang tidak punya moral seperti Abdullah. "Lanjut Kak" Dila ingin mendengar cerita selanjutnya.
"Dini hari itu aku emosi La, lalu mengusir Silfia dari rumah, tapi Abdullah melindungi" Faiz pun dengan berat hati menceritakan ketika Abdullah mengakui sudah menikah dengan Silfia tiga bulan yang lalu.
"Jadi, aku ternyata menjadi orang kedua Kak?" Dila sesegukan. Ia merasa dipermainkan oleh Abdullah. Sendainya Abdullah jujur dengan orang tuanya jika sudah punya istri, pernikahan yang menyiksa ini tidak akan terjadi. "Ternyata Abdullah menerima perjodohan itu hanya untuk menyakiti aku Kak" Dila hanya bisa menangis, seumur hidup ia tidak pernah bermimpi untuk menjadi wanita yang kedua.
"Kamu memang yang kedua La, tapi posisi kamu lebih kuat," Faiz mengatakan jika Abdullah dengan Silfia hanya menikah siri. "Maafkan kami Dila, sebenarnya aku dengan Mas Barra ingin menceritakan semua ini kepada orang tua Abdullah, tapi mendadak Mas Barra harus ke UEA karena urusan bisnis" sesal Faiz. Namun, ia berjanji jika Barra pulang akan menemui Ahmad.
"Jujur, dulu aku memang mencintai Abdullah Kak, tapi aku memilih menjauh dari mereka karena ingin hidup tenang. Tapi kenapa... Aku justru dihadapkan dalam pernikahan yang menyiksa lahir batin aku Kak... hiks hiks hiks" Dila pun berdiri dari duduknya lalu berlari meninggalkan rumah Faizah.
"Dila... jangan pergiii..."
...~Bersambung~...
"Tarik napas.... tarik napas, reader..."
.
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
semngattttt
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya