NovelToon NovelToon
Madu CEO Koma

Madu CEO Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pihak Ketiga / Pernikahan rahasia
Popularitas:21.2k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....


Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari ke-15

Pagi ini terasa lebih tenang dari biasanya. Langit berwarna abu terang, tak lagi hujan, tapi tetap dingin. Angin bertiup pelan menyapu balkon panjang mansion yang megah, membawa aroma embun dan daun basah. Hania berjalan hening yang dingin, langkah kecilnya menggema di dinding-dinding tebal. Lorong yang ia lewati bersama Fira seolah tak ada ujung baginya.

Hania memilin jemarinya sendiri. Kepala wanita itu begitu berisik, terjebak dalam gelisah dan takut. Semalaman ia bahkan tidak bisa tidur dengan baik. Sesekali Hania melirik Fira yang berjalan di sampingnya, dengan mata dingin dan wajah yang nyaris tanpa ekspresi. Sekarang masih pukul enam pagi, dan Fira sudah menjemputnya.

"Suster sebenarnya aku mau diperiksa apa? Kenapa sepagi ini?" Tanya Hania takut-takut.

Fira menoleh sekilas. " Bukankah kemarin sore aku sudah memberitahumu. Kau tidak mungkin lupa kan,Hania?"

Hania tersenyum getir, mengangguk pelan. Bagaimana dia bisa lupa. Apa yang dikatakan Fira kemarin sore terus menggema di kepalanya. Meski semua perubahan di tubuhnya sudah menunjukan ke arah sana. Tapi Hania masih belum siap, dia benar-benar belum siap dengan semua ini.

"Terima semuanya, jalani dengan diam, jangan melawan. Kau cukup ada dan hidup dengan baik di sini selama beberapa bulan ke depan, setelah itu kau akan bebas."

"I-iya," jawab Hania pelan. Tak ada yang bisa dia katakan selain itu. Fira selalu mengatakan sesuatu dengan jelas dan tanpa basa-basi, sering sekali ucapan Fira terdengar seperti memberinya semangat dengan caranya.

Langkah dua wanita itu akhirnya sampai di sebuah pintu, tempat yang sama dimana Hania menjalani pemeriksaan kesuburan. Fira mengetuk pelan pintu bercat putih itu sebelum membukanya. Kaki Hania terasa berat untuk menapak ke ruangan itu, tapi rasa tanggung jawab untuk memenuhi perjanjian kontrak menyeretnya, memaksa masuk.

Mario duduk di belakang meja kerja, dua tangan yang saling bertaut di depan wajahnya menutupi seringai dingin. Tatapan laki-laki berjas putih itu seolah menatap remeh pada Hania.

"Ambil itu, dan periksa dirimu," suaranya begitu dingin, kepalanya bergerak sedikit mengarah pada satu kotak kecil berwarna biru di meja.

Hania menatapnya bingung. Fira mengambil kotak yang dimaksud sang Dokter lalu memberikannya pada Hania.

"Pergi ke kamar mandi dan periksa, aku yakin kau tahu cara memakai benda ini." Fira memberikan tespek pada Hania.

Hania hanya menatap benda itu dengan diam. Tangannya gemetar bergerak pelan menerima kontak itu.

"Kamar mandinya di sana."

Hania tidak menjawab. Tapi tubuhnya bergerak ke arah jari Fira menunjuk. Dengan tangan yang mengenggam erat, alat tes kehamilan yang baru diberikan Fira. Hania masuk ke kamar mandi khusus di ruang dokter. Pelan, ia menutup pintu dengan membelakanginya. Cermin besar di wastafel memantulkan dirinya. Wanita itu terdiam, sedikit memajukan tubuhnya mendekat. Wajah lelah dengan kantong mata yang terlihat menggantung di bawah mata terlihat jelas.

Pantulan wajahnya tersenyum lebar, sebuah senyum yang seolah mengejek. Betapa menyedihkannya seorang Hania saat ini. Sekeras apapun dia berusaha menutupi betapa bobrok hidupnya, tetap saja dia terlihat menyedihkan. Entah apa yang Tuhan janjikan sampai Hania bersedia untuk dilahirkan. Karena sampai detik ini Hania belum menemukan alasan untuk dia bahagia.

Ia menarik napas panjang, mengusap pipi yang basah entah sejak kapan. Kemudian ia duduk perlahan di kloset, setelah membuka celananya. Dalam kotak itu sudah ada wadah kecil tempat untuk menapung urin. Dengan degup jantung yang tak bisa berhenti berpacu cepat. Ia mencelupkan ujung tespek pada wadah, dengan tangan sedikit bergetar. Bukan karena takut… tapi karena hatinya sendiri tak tahu apa yang harus diharapkan.

Beberapa menit menunggu—ia menggigit bibirnya sendiri.

Lalu…

Dua garis.Jelas. Tegas.

Seketika matanya membulat, dan tangannya menutup mulut. Dadanya berdebar keras. Ada kehidupan di dalam tubuhnya. Bibit yang ia tanam dengan luka, kini mulai tumbuh.

Pelan-pelan… tanpa sadar senyum terbit di wajahnya. Hangat,… ini nyata, bibit Brivan benar-benar sudah tumbuh. Anehnya, ia merasa mencintai? pertama kalinya, ia merasa memiliki sesuatu. Hania mengusap pelan perutnya.

"Hai .. apa kau sudah bisa mendengar ku? Selamat datang ... Aku janji aku akan menjagamu dengan baik," tuturnya dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. Hania bergegas membersihkan diri, dan akan memberikan hasilnya pada dokter Mario.

Matahari di luar semakin naik, langit semakin terang. Tapi hati di dalam ruangan itu sama sekali tidak begitu. Ruang kerja Mario di mansion Maheswara berbau desinfektan yang khas, hangat karena sinar matahari, tapi hawa di dalamnya begitu dingin. Dingin yang menyayat dari diamnya seorang wanita di kursi coklat kulit itu.

Audy duduk membisu, tatapannya kosong menatap pintu kamar mandi. Di dekatnya berdiri Ivana, yang menggenggam pelan tangan majikannya yang dingin.

Audy meneguk ludah, nyaris tak bernapas. Setiap detik berjalan bagai hukuman.

Dari balik pintu kamar mandi, suara kecil dan gugup terdengar pelan. Senyum di wajahnya pudar seketika saat melihat Nyonya Audy juga ada di sana. Duduk bersebrangan dengan Mario, dan Ivana yang selalu siap di sampingnya seperti biasa.

“Dok… hasilnya…”

Pintu itu terbuka.

Hania muncul dengan langkah pelan. Tangannya gemetar saat menyerahkan test pack dua garis biru itu ke Mario. Entah kemana rasa hangat yang ia rasakan saat pertama melihat dua garis itu, harap dan rasa memiliknya musnah seketika. Tatapan Audy yang begitu dingin menyadarkannya, menampar kehaluan Hania. Bayi itu buka miliknya, dia hanya sekedar tempat singgah. Bayi itu milik Audy, milik keluarga Maheswara, bukan dia.

Mario menyambut tanpa suara, hanya anggukan kecil. Sedangkan Ivana menoleh cepat ke Audy, menggenggam tangannya lebih kuat.

Tapi Audy tak bergerak.

Dia hanya menatap benda kecil yang kini berpindah tangan. Dua garis. Dua garis yang dulu pernah ia tunjukkan ke Brivan—dengan mata penuh cahaya, dan hati yang seperti sedang tumbuh sayap. Saat itu, hidupnya utuh.

Dan kini… dia kembali melihat dua garis.

Tapi bukan miliknya.

Seketika, seperti robekan di langit yang tenang, kilasan masa lalu menampar kesadarannya. Saat itu, Audy melonjak memeluk Brivan, menggenggam test pack erat sambil menangis bahagia.

“Akhirnya, Sayang. Aku hamil. Kita akan punya bayi.”

Kebahagiaan itu sekarang menghantamnya dengan bentuk yang paling kejam, kenangan. Begitu sulit dia agar bisa hamil. Berkali-kali ia gagal inseminasi. Bahkan dia dan Brivan juga melakukan IVF atau yang lebih dikenal dengan bayi tabung. Mereka mencobanya tiga kali baru membuahkan hasil, tapi semua kerja keras dan usaha mereka lenyap begitu saja dalam satu hari. Audy menunduk. Bahunya berguncang. Ia berusaha menahan napas agar tidak pecah di ruangan itu.

Tapi tubuhnya terlalu jujur. Tangan Audy limbung, lemas, hampir terjatuh dari duduknya. Untung Ivana sigap menopang, mendudukkan kembali tubuh wanita rapuh itu dengan lembut.

Hania refleks ingin mendekat, tapi langkahnya terhenti saat Audy mengangkat kepala.

Matanya basah.

Tapi tajam.

“Jaga bayi itu baik-baik,” suaranya lirih… dingin seperti pisau tajam yang menghunus nya.

“Atau kau akan tahu… akibatnya.”

Senyum getir yang ia berikan bukan ancaman kosong. Itu luka, yang tidak berdarah… tapi mematikan.

Mario langsung menoleh ke Ivana, memberikan isyarat cepat lewat sorot matanya. Ivana mengangguk, tangannya melingkari pundak Audy.

“Ayo, Nyonya… kita ke kamar,” ucap Ivana lembut, seperti pada anak kecil yang habis menangis.

Audy tak melawan, hanya berdiri dengan tubuh lemas dan langkah pelan. Tapi sebelum keluar, ia sempat menatap Hania sekali lagi.

Tatapan yang bukan sekadar cemburu. Bukan benci. Tatapan dari seorang wanita yang merasa dunia telah merenggut segalanya, lalu menaruhnya di rahim orang lain. Dan Hania tahu… apapun yang terjadi setelah ini, tidak akan pernah mudah.

1
Tulip's 🌷
jadi penasaran, kenapa suster Fira tiba-tiba ingin membantu Hania
Tulip's 🌷
bener2 munafik banget si Mario, padahal dia yang bikin brivan tidur.
Putri Nurril
wowwwwww
emak nya brivan bakalan pulang. dan si nenek tapasya pasti gak bisa bergerak sesuka hati nya setelah ini
Sweet Mango
Ga sabar nunggu kejutan dari ayah dan ibu nya brivan. apa yang mau di perbuat Mario, Audy dan ivana di depan mereka ? suruh Audy pura² hamil atau gimana
N.M.Q
Sebentar lagi apa yang perbuat mario pasti akan tercium oleh ayah dan ibu nya brivan
Novi Manggala Qirani
Kayak nya Fira tahu sesuatu sampai akhirnya mau mambantu Hania, mungkin dia mendengar Mario dan ivana bicara
Sweet Mango
Mario pengen nguasain kekayaan Brivan, lewat Audy ?
Oh nggak bisa, yang mengandung anak brivan itu hania, jadi Audy gak ada hak emm
N.M.Q
Kalo kesadaran brivan bukan kuasa mu, berati kesehatan brivan juga bukan kuasamu Mario !!
kapan aja,, Brivan pasti bisa bangun melawan bius yang kau ciptakan !!
Novi Manggala Qirani
tu kan, hmm tapi Mario melakukan ini pasti tidak semata² demi Audy, dia juga punya tujuan tersendiri
Anita♥️♥️
ada apa dengan Fira??kenapa tiba" dia mau membantu Hania??
Kenara 💜
jeng jeng Audy kamu tidak bisa berbohong lagi. tolong ibunya brivan. jangan bilang²
Sahidah Sari
ada apa dengan suster Fira ya? apa yg sdh terjadi sama dia.trs knp dia tiba tiba mau bantu Hania tp syukur lah dia berubah pikiran.

apa ibunya Brivan ga tau ya klu Audy sdh keguguran dan anaknya lagi terbaring sakit.
Afiq Ditya
Kenapa tiba² Suster Fira mau membantu Hania untuk membuat Brivan bangun??tapi keadaannya yg kacau justru bikin penasaran,, hal apa yg buat Suster Fira berubah,,
Ibunya Brivan akan datang,, berharap bgt dia akan bisa membawa Brivan pergi bersamanya,jika Brivan menjauh dr Mario,itu artinya Brivan akan bisa segera sadar,,,
Yanti99
Fira kenapa tiba" berubah pikiran,,apakah dia punya rencana lain?
nah loh ibunya brivan mau ke indo jenguk brivan gimana ya nanti reaksinya kalau tau Audy udah ga mengandung lagi
Yanti99
andai kamu tau Audy,brivan ga sadar karna ada campur tangan sahabatmu Mario yg kamu anggap selalu ada buat kamu,padahal dia yg mengendalikan semuanya
Em Bun
hania kamu ga mimpi kan ?


dan untuk mu ibu briv semoga segera menengok ya. putra mu tidak berdaya
nur asiah
angin segar pertolongan telah tiba untuk Brivan, semoga lancar yaaaa
Dimas Setyo 😍
Alhamdulillah Fira akhirnya mau bantu Hania dan di sisi lain ibu kandung brivan mau datang ke Indonesia semoga ini kabar baik
vay73
❤❤❤❤
kieky
ada secercah harapan bukan hanya untuk hania tapi juga untuk brivan...semoga suster fira benar" bisa membantu...agar rahasia yg ada dimansion maheswara segera terungkap...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!