Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Duka
Raffa menarik selimutnya, kala pintu kamar tertutup. Pertanda Misna telah pergi.
Melihat itu, Alif juga melakukan hal yang sama.
"Maaf ..." bisik Alif, dia takut jika Raffa akan memusuhinya.
"Kita tidur dulu, nanti ibu marah mendengar suara kita." balas Raffa juga berbisik, dia malah memindahkan guling yang ada di tengah-tengahnya dan Alif, kemudian tidur mendekati tubuh Alif.
"Kita saudara, jadi harus saling jaga," gumam Raffa memeluk Alif sekilas dan mengelus kuping Alif yang terlihat memerah, kemudian kembali memumungi Alif, dan memeluk gulingnya. "Kata Ayah ..." sambung Raffa.
Alif mengangguk terharu, dalam hati dia berjanji akan menjaga Raffa.
Misna mencak-mencak kesal, kehadiran Alif berhasil membuat moodnya berantakan. Ingin sekali dia menghubungi Haris, dan menyuruhnya untuk menjemput Alif, akan tetapi nomornya saja dia tak punya.
Andai Faisal tak memaksanya, mungkin dia akan membiarkan Alif berada di rumah neneknya saja. Toh, Alif sempat mengatakan, jika Alif tidak membutuhkannya.
Andai Raffa tidak ada di ruang yang sama dengan Alif, mungkin dia akan menghukum Alif dengan sedikit keras, bukan hanya menarik telingannya.
Beruntung Faisal mendapatkan sift malam, kalau tidak pasti lelaki itu akan menegurnya.
Paginya, di keja sudah ada nasi goreng, telor mata sapi dan ikan goreng, tertata di meja makan. Faisal menyodorkan piring yang sudah diisi nasi untuk Alif, dia juga melakukan hal yang sama untuk Raffa.
"Ambil aja apa yang kamu mau." ujar Faisal.
Alif memilih mengambil ikan, dia yang biasa makan dengan lauk sedikit, memilih mengambil sebagian. Sebab dia juga gak mau, jika nanti Misna kembali menegurnya jika mengambil seekor untuk dia sendiri.
Raffa menyenggol Alif, mengatakan jika ia harus mengambil seekor ikan itu, tanpa harus menyisihkan. Dan Faisal tersenyum, kala sang anak mengajari Alif, bukan malah menertawakan.
Faisal bahkan meletakkan satu telur mata sapi untuk Alif. Karena Faisal tahu, selama ini, Alif pasti telah melalui hari-hari yang sulit.
Alif tersenyum kikuk, mendapatkan pelayanan dari Faisal. Sedangkan Misna memutar mata malas.
"Jadi, kamu mau pindah sekolah ke sini? Atau bagaimana?" tanya Faisal.
"Aku, aku tetap sekolah di sana aja. Karena ..."
"Karena dia gak mau merepotkan kamu bang, abang kan tahu sendiri jika pindah sekolah kita menghabiskan banyak uang. Lagipula, Alif berencana untuk kembali ke rumah neneknya." potong Misna cepat.
"Kenapa? Kamu gak betah disini?"
"Bang Alif takut sama ibu, semalam ..." Raffa menyela.
"Raffa makan." perintah Misna.
"Apa yang kamu lakukan pada Alif?" tanya Faisal melirik Misna.
"Aku hanya menyuruhnya untuk tidur tepat waktu, hanya itu." bohong Misna, dia bahkan sempat memelototi Alif.
Hari ini, selain mengantar Raffa ke sekolah, Faisal juga harus mengantarkan Alif. Padahal, dia baru pulang tadi subuh menjelang pagi. Namun, sebagai ayah dia harus bertanggung-jawab sama anak-anaknya.
Untuk ke sekolah Alif, Faisal menghabiskan waktu sekirar dua puluh menit. Itupun, dia membawa sepeda motornya dengan sedikit melaju.
Faisal menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah untuk Alif. Dan dia juga bertanya, jika Alif biasanya pulang jam berapa. Karena nanti dia akan berusaha untuk menjemputnya.
"Ini terlalu banyak!" seru Alif, saat uang telah berpindah ke tangannya.
"Memang biasanya berapa?"
"Lima ribu, kadang-kadang tiga ribu."
Faisal langsung menatap iba. Bagiamana bisa, dia bisa mengabaikan anak dari istrinya.
"Tak apa, kamu tabung saja ya." ujar Faisal mengelus pucuk kepala Alif.
Alif memasuki ruang kelasnya. Beberapa murid sudah mengisi bangku masing-masing. Dan beberapa lainnya, masih ada di luar menunggu bel berbunyi.
Alif sendiri, memilih untuk langsung duduk di mejanya. Dia membuka buku seraya bertanya pada teman yang ada di depannya, tentang pr hari ini.
Teman sebangku Alif yang tadi melihat Alif di antar, langsung menyapanya dan bertanya siapa orang tersebut. Karena jika orang itu ojek, tak mungkin Alif sampai menyalami dan cium tangan. Serta menerima uang jajanan.
"Dia ayah tiriku Ziz, sekarang aku udah tinggal sama mereka di desa cendana." terang Alif.
Aziz manggut-manggut, walaupun desa itu sedikit jauh dari sekolah mereka. Namun Aziz kagum sama ayah tiri Alif, karena mau mengantar Alif sampai ke sekolah.
...🍁🍁🍁...
Haris menghitung laba untuk bulan ini, dia tersenyum puas, kala jumlahnya semakin banyak, dibandingkan bulan depan.
Nanda yang sedang hamil muda, menatap jumlah uang yang ada di rekeningnya.
"Sepertinya, kita bisa membeli tanah di samping bang. Nanti, kita akan memperluas warungnya." ujar Nanda.
"Jangan dulu, kamu baru hamil dan kita harus menyimpan uang untuk keperluanmu lahiran." balas Haris.
Mereka yang berada di kamar belakang kasir mendengar ketukan di pintu. Dengan malas Haris bangkit, menuju pintu.
"Bang, ada yang ingin bertemu." ujar karyawan yang bekerja di warung.
Belakangan ini, karena warung yang semakin ramai. Haris dan Nanda memutuskan untuk merekrut karyawan. Dan sekarang, mereka sudah ada dua orang pekerja.
"Siapa?"
"Ngakunya sih, orang kampungmu bang. Mekar sari kalo gak salah."
"Menjengkelkan, ya sudah aku kesana nanti." ucap Haris kembali masuk ke kamar.
"Ada apa?" tanya Nanda menatap wajah Haris yang terlihat kesal.
"Orang kampung, katanya mau ketemu. Palingan juga mau makan, atau minum gratis." cetus Haris.
Sekarang, selain menyediakan aneka minuman dan kue khas warung. Nanda juga sudah bekerja sama dengan penjual nasi uduk di kampung tersebut. Dan setiap satu piring nasi uduk, dia mendapatkan jatah dua ribu, sebagai pemilik warung.
"Temui aja sih bang," perintah Nanda.
"Ini pasti gara-gara ikan Nila. Makanya semua orang tahu, aku disini sudah berhasil." keluh Haris menjatuhkan tubuhnya di samping Nanda.
"Ya, mau bagaimana lagi." sahut Nanda acuh.
Akhirnya Haris keluar untuk menemui orang itu. Dan yang membuat Haris terkejut bukan karena orang itu mau makan, atau minum gratis. Melainkan, ia menyampaikan kabar duka tentang kabar kematiannya Neli.
"Beliau udah meninggal terhitung dua minggu dari sekarang, dan orang-orang mengatakan jika nomormu tidak aktif. Beruntung, aku mengantar telur sampai ke daerah sini, makanya aku ingat bu Nila pernah mengatakan jika kamu tinggal di keramat." papar lelaki yang dulu, teman sepermainan Haris.
Diam-diam senyum samar terbit di bibir Haris. Namun, lawan bicaranya tidak menyadari, sebab buru-buru Haris kembali memasang wajah sedih.
"Dan sekarang, Alif sudah tinggal sama ibunya." lanjut lelaki itu.